•
•
•
•
•⚠️‼️Bab ini mengandung sedikit adegan kekerasan‼️⚠️
⚠️‼️Tidak untuk di tiru‼️⚠️•
•
•
•
•PRANGG!!
Gracia membeku sejenak, otak nya masih berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi.
Lamunan Gracia buyar seketika saat ia mendengar Anindita—ibunda Gracia yang berteriak histeris saat ia melihat darah segar mengalir dari pelipis anak nya—Gracia bak air terjun. Detik berikutnya, pandangan Gracia perlahan memudar ketika ia jatuh di lantai yang dingin dan tak sadarkan diri.
Gracia membuka matanya, ia terbangun di ruangan yang gelap, sepi, dan hanya ada satu lampu di ujung ruangan.
Perlahan ia bangkit ketika ia mendengar suara lolongan ibunya yang berteriak meminta ampun.
Dengan tertatih tatih Gracia berjalan ke arah sumber suara itu, mata nya membelalak dan tubuhnya jatuh di lantai ruangan gelap itu kala ia melihat Andrew yang sedang m*n*suk nus*uk tubuh Anin berkali kali tanpa henti menggunakan pisau dan gunting, darah segar mengalir di seluruh sudut ruangan itu, satu ruangan tercium bau anyir yang sangat amat pekat.
Gracia berusaha bangkit dan menghentikan ayah nya, tetapi ada yang aneh dengan tubuhnya, tubuhnya tak dapat di gerakan rasanya seperti ia sedang lumpuh dan mati rasa.
Detik berikutnya, Gracia terbangun dari halusinasi nya, masih di ruangan dan kondisi nya yang sama seperti semula, mata nya terbelalak saat ia melihat Andrew yang memegang botol beling yang akan segera melayang ke arah Anin.
Dengan ayunan langkah kaki Gracia yang tertatih tatih, ia berusaha menghalangi pergerakan Andrew, namun nasib berkata lain kepada Gracia, tubuhnya terhempas di lantai saat botol beling itu mendarat dan pecah ke arah yang tepat sasaran—pelipis Gracia.
Pandangan gadis itu gelap, hening, hanya itu lah yang di rasakan Gracia saat ia merasa jiwa nya mulai melayang meninggalkan raga nya.
***
Seminggu berlalu setelah kejadian itu, Gracia kini masih koma di rumah sakit, ia bernafas di bantu oleh alat alat di rumah sakit, di ruangan yang sunyi, hanya terdengar suara alat alat yang membantu Gracia tetap hidup.
Di sisi lain, di sini lah Haekal berdiri, di dermaga pantai—menunggu kehadiran Gracia sang tuan putri, sudah seminggu ini Gracia tak lagi datang ke pantai, hal itu berhasil membuat ribuan pertanyaan yang belum terjawab di benak Haekal.
'Kemana Gracia pergi?'
'Apa alasan gadis itu tiba tiba menghilang selama seminggu?'
'Apa yang sebenarnya terjadi pada Gracia?'
'Apakah keadaan Gracia saat ini baik baik saja?'
Dan masih banyak lagi pertanyaan di benak nya yang belum terjawab.
***
Pintu ruangan Gracia bergerak terbuka dan tertutup kembali ketika seorang wanita separuh baya memasuki ruang rawat inap Gracia, iris mata coklat wanita itu menatap sendu ke arah putri nya yang berbaring lemah di brankar rumah sakit.
Ia duduk di kursi sebelah brankar, tangan wanita itu perlahan terangkat bergerak untuk menggenggam tangan pucat dan dingin Gracia, ia terus berdoa untuk keselamatan putri nya yang saat ini masih koma dan berjuang untuk melawan koma nya.
"Nak.." lirih wanita itu, di elus lalu di cium nya tangan Gracia yang pucat dengan perlahan bak menyentuh sebuah berlian yang harus di jaga dengan baik.
"Sayang, bangun yuk? bunda sudah masakin makanan favorit kamu, sekarang bunda makan nya sendiri nak, hening, gak ada suara tawa ceria kamu lagi." Wanita itu menjeda, ia memejamkan mata nya perlahan sambil menggenggam tangan Gracia yang dingin dengan erat namun perlahan."Bunda rindu sama kamu nak, bunda rindu masak bareng kamu, bunda rindu bikin kue bareng kamu, bunda rindu bercerita cerita sama kamu, bunda rindu senyuman teduh kamu, tawa kamu." Perlahan, butiran air mata yang Anin telah tahan untuk jatuh pun akhir nya jatuh, benteng pertahanan nya telah hancur kala ia melihat kondisi putri nya saat ini.
"Bunda juga rindu sekali dengan putri manis bunda." Anindita berkata di sela sela isak tangis nya.
Saat Anin menangis, air mata nya jatuh mengenai selimut Gracia, perlahan lahan, Gracia menggerakkan jarinya sebelum akhirnya ia membuka iris mata teduh nya yang selama ini telah Anin rindukan.
Gracia menoleh ke arah Anin yang sedang menangis, ia mengangkat tangan nya yang bergetar untuk menghapus jejak air mata yang mengalir deras di pipi tirus Anin sambil menggeleng pelan, seolah mengisyaratkan Anin untuk tidak menangis.
"Bun.." panggil Gracia terbata bata.
Butiran air mata perlahan mulai turun ke pipi gadis itu saat melihat Anin yang menangisi nya.
Dengan perasaan penuh haru saat melihat putrinya sadar, Anin memanggil Dokter untuk memeriksa keadaan Gracia.
Setelah Dokter itu selesai memeriksa keadaan Gracia, Dokter dengan nama dada panggilan Dinan itu menghela nafas berat.
"Kondisi Gracia saat ini sudah membaik,namun.." dokter itu menjeda ucapan nya.
"Namun apa dok?" Anin bertanya tanya, jantung nya berdebar kencang.
"Akibat hantaman benturan yang keras, Gracia kehilangan setengah ingatannya." Dokter itu menjeda.
"Saya yakin Gracia pasti kuat dan mohon untuk selalu tabah menghadapi ini ya Bu." Dokter itu berujar untuk menenangkan Anin.
"Baik dok, terimakasih." Ucap Anin di sertai anggukan lemah sebelum dokter itu meninggalkan ruang rawat yang di selimuti oleh suasana sunyi.
Kala mendengar kabar tentang putri kandung nya,dunia Anin terasa hancur, rasa nya seperti ia di tusuk oleh ribuan pisau tertajam di dunia ini.
'Tuhan ... kenapa harus putri ku?' Anin berkata dalam batin nya.
•
•
•
•
•To be continued ..
KAMU SEDANG MEMBACA
A Piece of Ocean Memories -HAESELLE
Fiksi RemajaLaut, jangan dulu peluk raga kecil itu karna aku masih sanggup memeluknya. -Haekal Aditya Gemintang.- Selamat jalan matahari ku, kamu kekal selamanya di hati ini. -Gracia Vernanda.- "Jangan dulu mati di peluk laut, masih ada gue disini."