Hari demi hari dilewati dengan 'lewat-lewat ji'. Siklus yang dirasa pahit, tapi juga manis untuk jadi kenangan selama pendidikan. Sabtu minggu adalah hari yang selalu kutunggu, karena bebas dari siklus yang padat. Pesiar.
Hari pesiar aku diijinkan keluar kampus untuk me-refresh kan otak yang panas karena perkuliahan tentunya dan sibuknya kegiatan. Hari Minggu, rencana dadakan. Aku pengen sekali makan bersama Enrico.
Aku dan Enrico seperti biasa, diam-diam, awalnya menuju ke cafe yang luas, dingin, dan asri. Sangat nyaman berada disana untuk lama-lama. Tibanya disana aku kaget karena melihat ada kawanan putra dan putri memakai seragam yang sama dengan kami sedang makan di dalam ruangan.
Aku dan Enrico sudah terlanjur turun dari mobil, tapi tidak mungkin aku nekat bunuh diri. Sedangkan di dalam ruangan itu adalah teman-teman dari Enrico sendiri. Bisa dibilang satu corps. Bunuh diri aku namanya.
Dengan sedikit kesal aku mengajak Enrico pindah tempat makan.
"Pindah aja lah ya, terlalu berani sih kalo kita masuk" pintaku pada Enrico sambil bersembunyi di dekat pohon-pohon besar.
Aku dan Enrico pun memesan mobil lagi.
"Ric, coba liat. Ada kawanku disana, tapi kaya lagi ngumpet juga dia. Kamu kenal dia nggak?"tanyaku.
"Teman sekelasmu bukan?"
"Nah iya, kayanya dia kaya kita nggak sih?" aku terkekeh kecil
"Mana tapi cowoknya?" tanyanya.
"Yah gatau, mungkin mereka ngumpet terpisah."
Aku dan Enrico akhirnya pindah setelah mengetahui ke-zonk-an di depan mata. Walau aku dan Enrico juga tidak yakin apakah tempat kedua ini juga aman, tapi aku mencari tempat yang dekat-dekat dengan kampus saja mengingat Enrico ada urusan sore harinya, jadi tidak bisa bepergian agak jauh.
"Bismillah ya." kataku
"Aku masuk dulu aja, kamu tunggu disini. Nanti kalo aman, aku kabarin lagi kesini ya?"
"Boleh, hati-hati ya."
Aku berdiri dengan memegang ponselku scroll tik-tok seolah aku sibuk sendiri padahal gugup menunggu Rico datang.
"Aman, ayo naik." Ucapnya tiba-tiba di depanku.
Aku dan Enrico naik dan kami akhirnya makan dengan tenang karena selama makan siang itu, untungnya tidak ada teman yang datang kesana. Sangatlah lega aku.
"Kalau misal seburuk-buruknya nasib, ada yang datang kesini lihat kita, kamu mau gimana?" tanyaku pada Enrico.
"Yah gimana lagi, terima terima aja." jawabnya pasrah.
"Serius? Emang kamu siap?"
"Ya harus siap sama semua konsekuensi dong. Kamu sendiri gimana? Nggak takut keluar kontingen?" tanyanya balik padaku.
"Nggak siap sih, makanya daritadi aku makan aku selalu liatin pintu barangkali ada yang masuk aku langsung menghindar." jawabku
"Haha, iya sih, konsekuensinya lebih berat di kamu soalnya. Tadi hampir aja, banyak orang di cafe tadi."
"Tapi kalaupun zonk, aku nggak terima kamu kena konsekuensi." ucapku.
"Ya akupun juga begitu sayang, kita usahakan jangan sampai zonk ya." jawabnya.
"Heem"
Aku dan Enrico kembali ke kehidupan masing-masing, urusan masing-masing tetap dengan skala hati-hati.
Setiap orang pasti merasa demikian, padahal sudah bertemu dalam waktu yang dibilang cukup tapi tidak ikhlas pada saat perpisahan tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEPENTHE
RomanceTrauma datang dari orang yang kita sayang. Tak lama setelah disembuhkan, secara tak sadar ia rangkai kembali trauma itu. Berulang.