03. Kebersamaan.

179 27 2
                                    


Cessie terus menunduk memilin jari dengan gugup. Kegiatan Cessie tak luput dari pandangan ketiga abangnya itu. Saat ini mereka berempat sedang berada di ruang keluarga. Alex dan Dewi sengaja memberikan mereka ruang untuk mengenal lebih dekat lagi.

"Kamu takut?" Tanya Erland yang sedari tadi mengamati.

Cessie menggeleng, kemudian mengangguk. Ketiga abangnya itu hanya terkekeh melihat tingkah gadis itu.

Hap

Cessie terpekik saat tubuh nya terangkat dan direngkuh abangnya yang memeluknya tadi. Untuk yang kedua kalinya, Cessie menyadari bahwa abangnya ini menangis.

"Jangan takut." Lirihnya. "Abang sayang sama kamu." Erland— Abang Keduanya— menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Cessie.

Tanpa sadar Cessie mengangguk. Tangan Cessie naik menepuk punggung kokoh abangnya itu. Mendapat respon positif, Erland tersenyum senang.

Kini gantian Deon yang memeluk gadis mungil itu. Cessie tersenyum senang karena pikirannya tentang mereka yang tidak menerimanya ternyata salah. Deon menitikkan air matanya tanpa berniat mencegah.

"Abang senang kamu mau balik, Queen." Deon menangkup pipi Cessie kemudian menghujam nya dengan ciuman.

Cessie tertawa geli. Mereka sama sama tersenyum tanpa menyadari tatapan Abang pertamanya yang kian menggelap. Tanpa aba-aba, Alaric mengangkat tubuh kecil Cessie. Cessie yang terkaget langsung memukul punggung tegap itu dengan refleks.

"Shut, diam." Ucap Alaric dengan nada yang sangat datar.

Cessie mengulum bibir takut. Apa abangnya ini tidak menerima kehadirannya?

"Turunin~" Rengek Cessie dengan mata berkaca-kaca. Badannya memberontak minta di lepaskan. Namun, Alaric tak mendengarkan.

Hingga akhirnya mereka sampai di kamar bercat hitam yang mendominasi. Melupakan sejenak rasa takutnya, Cessie bergumam kagum melihat isi kamar yang sangat rapi dan wangi khas Abang yang menggendongnya.

"Kalau suka, kamu bisa datang kesini kapan saja." Celetuk dengan nada datar itu menginterupsi Cessie.

Cessie tertunduk dengan kedua tangan yang dia mainkan. Sesekali dia melirik Alaric, kemudian tertunduk lagi saat menyadari Alaric pun tengah menatapnya.

"Sini," panggil Alaric. "Kamu ga capek berdiri terus?" Tanya Alaric sarat akan kekhawatiran. Takut jika kaki mungil itu akan pegal.

Cessie menggeleng dan tetap teguh akan pendiriannya. Rasanya lebih baik dia merasa pegal-pegal daripada ditatap tajam seperti itu.

Otak nya mulai bekerja —bagaimana caranya agar keluar dari kamar ini sesegera mungkin. Kepala Cessie menoleh melihat ke arah pintu. Ternyata tidak dikunci. Ini kesempatan bagus.

Cessie mengangkat wajahnya. Setelah tersenyum sinis, dia langsung meleset pergi dari hadapan Alaric. Tapi keberuntungan kali ini tidak berpihak kepadanya. Alaric lebih dulu menangkap pergelangan tangannya saat menyadari apa yang akan dilakukan adik kecilnya ini. Cessie terjatuh dipangkuan Alaric.

"Want to run away from me?" Tanya Alaric dengan nada rendah. Seketika bulu kuduk Cessie berdiri. Merinding.

Cessie menahan nafas. Bukan karena takut dengan Alaric, tapi karena dia tidak memahami apa yang dikatakan oleh Abang pertamanya itu.

"A-artinya apa?" Tanya Cessie polos.

Alaric menggigit pipi bagian dalamnya. Kenapa adiknya ini sangat lucu, sih?

Bukannya memberitahukan, Alaric malah memeluk Cessie dengan erat. Mendapat perlakuan seperti itu, Cessie hanya diam tak membantah.

Tok tok tok

Ketukan di pintu membuat Alaric berdecak kesal. Ingatkan dia untuk menghajar orang itu karena sudah menganggu waktunya dengan Cessie.

"Masuk!" Ucap Alaric dengan nada datar.

Deon masuk setelah mendapatkan izin dari pemilik kamar. Deon dapat merasakan tatapan tajam dari abang pertamanya itu, tapi dia memilih untuk pura-pura tidak mengetahuinya.

"Cessie, kita makan malam, yuk." Ajak Deon tanpa menghiraukan Alaric.

Cessie mengangguk. Lantas dia berjalan menghampiri Deon yang berdiri tak jauh dari tempatnya. Melihat itu, Alaric semakin menatap Deon tajam.

Deon memilih abai. Setelah menggandeng tangan sang adik, mereka melenggang meninggalkan Alaric seorang diri. Alaric yang tak terima langsung mengejar mereka berdua.

"Mama sama Papa dimana?" Tanya Cessie saat tidak menjumpai kedua orang tuanya di meja makan. Disana hanya terdapat Erland yang sedang fokus pada ponselnya.

"Mereka lagi dinner," balas Deon yang diangguki oleh Cessie.

Selanjutnya mereka mulai fokus dengan makanan masing-masing. Beberapa pekerja memilih menjauh karena menghargai anak majikan mereka yang sedang makan. Hanya membutuhkan waktu 15 menit untuk mereka melahap hidangan yang disajikan.

Acara selanjutnya adalah menonton bersama, dengan Cessie yang menjadi rebutan abangnya untuk duduk disebelahnya. Gadis kecil itu hanya mampu diam daripada menyakiti hati abang-abangnya saat bersuara.

"Aku yang akan duduk di samping kanannya!" Ketus Abang ketiga saat Erland hendak duduk di samping Cessie.

"Apa-apaan. Aku duluan yang datang kesini!" Bantah Erland tidak terima.

Alaric mendengus kesal. Daripada membuang waktu, dia memilih duduk di sebelah kiri Cessie yang kebetulan sedang kosong. Selanjutnya melihat drama kedua adiknya yang belum akur itu.

"Udah, bang Erland duduk di samping, terus bang Deon duduk di depan Cessie aja." Usul gadis itu membuat perdebatan keduanya terhenti sejenak.

"Mana bisa gitu! Harusnya bang Erland aja ya didepan." Protes Deon yang dibalas delikan mata tidak terima dari Erland.

Menghela nafas sejenak, "Yaudah. Biar Cessie yang di depan." Ujar Cessie.

Saat hendak pindah, Deon buru-buru menahan sang adik saat melihat tatapan tajam dari kedua abangnya. Setelah Cessie duduk kembali, Deon lantas duduk di depan —di karpet— dengan muka masam nya.

Melihat itu Cessie menjadi tidak tega. Cessie menarik kepala sang Abang kemudian mengelus Surai legam Deon. Deon yang mendapatkan perlakuan itu tersenyum senang.

"Apaan sih, dek. Biarin aja dia dibawah sendiri." Ketus Alaric tidak senang, sedangkan Deon hanya meliriknya sekilas.

"Ga papa, Cessie suka, rambut bang Deon halus!" Cetus gadis itu, kemudian mulai mengacak-acak rambutnya gemas. Sejenak keempat saudara itu mengabaikan film di televisi.

Erland ikut-ikutan. "Rambut abang juga halus, loh."

Cessie menatap mereka sejenak. "Tapi kan, Cessie maunya rambut bang Deon." Celetukan polos itu membuat keduanya bungkam.

Diam-diam, Deon tersenyum penuh kemenangan.

TBC.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Posesif BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang