Prolog

9 1 0
                                    

"nih, makasih, kak."

Perempuan bernama Aluna kini menyodorkan helm kepada laki-laki di depannya. Laki-laki itu menerima helm miliknya.

"Makasih doang?" jawab lelaki itu dengan senyum kecewa.

"Udah ah, sana pergi. Nanti kalo papa aku liat, " ucap Aluna dengan suara pelan-takut papanya tau.

"Bentar."

Lelaki itu mendekat di hadapan Aluna, sampai jarak antara keduanya hanya dua jengkal telapak tangan. Tanpa Aluna sadari, pipi kanannya dikejutkan dengan kecupan lelaki itu. Hal itu membuat Aluna berdiri kaku ditempat.

"Kamu gak masuk rumah?" tanya sang lelaki saat melihat pipi Aluna yang merah padam.

"Eh-itu-ya."

Aluna membalikkan badannya gugup setengah mati. Tanpa pamit ia langsung berlari masuk ke dalam rumah meninggalkan lelaki berjaket hitam yang telah mengecup pipi-nya.

***

Aluna mengendap-endap ketika masuk ke dalam rumah. Ia melakukannya sebab jika papanya tau bahwa ia pulang di atas jam 9 pasti akan dimarahi habis-habisan oleh papanya. Sekarang jam menunjukkan pukul 10.30 WIB. Dalam pikirnya pasti papanya sudah tertidur.

Hingga akhirnya ketika Aluna membuka engsel pintu sebuah suara yang ia takuti muncul. Bukan hantu melainkan papanya.

"habis dari mana kamu?" tanya papa dengan sura datar yang menakutkan.

Waduhh tamat, batinnya.

Aluna tak jadi membuka pintu kamarnya, ia sekarang sedang diinterogasi oleh papanya ini.

"Habis dari rumah Rena ngerjain tugas, pah," jawab Aluna jujur. Memang benar Aluna tadi sedang mengerjakan tugas di rumah Rena, karena besok sudah harus di kumpulkan. Namun, tadi di rumah Rena listriknya mendadak padam jadi agak lama untuk menyelesaikan tugas. Alhasil Aluna sampai ke rumah jam setengah sebelas.

"pulang sama siapa?" tanya papa masih dengan suara menakutkannya.

"Kak Re-ga"

Aluna jujur dengan apa yang ia katakan. Daripada ia berbohong, pasti akan terungkap nyatanya.

"Apa harus ngecup pipi?"

Deg,

Jantung Aluna serasa berhenti ketika sang papa mengucapkan kata itu. Apakah tadi papa nya tau?

"Pacar kamu?" tanya sang papa lagi menginterogasi Aluna.

"Nggk, pa. Cuma kakel."

"Kenapa ngecup pipi segala?"

Mampus mampus, batin Aluna yang menampilkan raut wajah bingung. Ia memilih diam sambil menunduk.

"Baru pulang jam segini, dianter cowok gk jelas, di kecup segala. Apa tadi kamu bukan mengerjakan tugas? Melainkan pacaran sama cowok gk jelas itu?" sahut papanya menohok.

Aluna hanya terdiam ia ingin berkata bahwa ia tidak berbohong. Ia memberanikan diri untuk berkata.

"Aluna jujur. Aluna mengerjakan tugas di rumah Rena," sangkal Aluna.

"Kenapa pulang dianter cowok gk jelas? Kenapa gk sama Rena?"

Aluna hanya menunduk. Memainkan tangannya-bingung.

"Liat itu kakakmu, dia gak pernah pulang sampe jam setengah sebelas. Apalagi dianter cowok, di kecup segala? Kamu contoh kakakmu itu dia ambis belajar, disiplin, gk pacaran. Sedangkan kamu? Hanya bersenang-senang sampai gak tau waktu," ucap sang papa.

Dadanya sesak, ucapan menohok papanya mampu membuat hatinya teiris. Sakit. Aluna sudah muak bila ia di banding-bandingkan dengan kakaknya. Jelas-jelas ia berbeda jauh dengan saudaranya itu.

"Kalau gitu kenapa aku jadi anak papa? Kenapa nggak kak El aja yang jadi anak papa satu-satunya. Kenapa Aluna di lahirkan ke dunia ini?" ucap Aluna mampu meneteskan air matanya.

"ALUNAA JAGA UCAPANMU!!!" bentak papanya.

"Jangan banding-bandingkan kak El dengan Aluna. Kak El memang sempurna jauh diatas Aluna. Aluna memang anak yang buruk bagi papa. Nggk bisa diandalkan. Gk disiplin. Gk ambis belajar. Pulang gk tau waktu. Aluna memang buruk di mata papa. Seburuk-buruknya. Tapi Aluna juga manusia, punya perasaan, pah." lanjut Aluna masuk ke dalam kamar meninggalkan sang papa.

***

Lanjut? 😋

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 08, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

About Time Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang