Prolog

206 30 6
                                    

Namanya Younghwa. Young, yang artinya hidup abadi. Sedangkan Hwa, didasarkan pada karakter China, yang berarti amarah atau kobaran api.

Nama itu cocok untuknya. Untuk rambutnya yang merah. Untuk dendam dan rasa marahnya yang tidak pernah padam.

Hwa, juga dapat berarti bunga, tapi orang-orang selalu melupakan itu.

-----

Tubuhnya penuh luka dan cerita dari ekor hingga ujung kepala. Ada garis tidak beraturan di sebelah kiri pipinya yang memanjang dan memotong sudut bibir. Di hari buruk, luka-luka itu terasa perih dan berdenyut.

Ekornya adalah cerita yang berbeda, rasanya sakitnya tidak pernah berhenti. Ada lubang-lubang menganga bekas tombak yang pernah menancap bertahun-tahun lalu.

Dengan ekor yang rusak, Younghwa tidak pernah bisa berenang seperti dulu. Dia harus melakukan trik-trik kecil, mengendalikan arus bawah laut agar ekornya tidak perlu bekerja terlalu keras.

Younghwa terampil soal mantra dan sihir tanpa perantara. Dia yang terbaik di generasinya. Terlalu baik hingga menjadi berbahaya. Pikirannya yang begitu brilian menimbulkan ketakutan bagi orang-orang di sekitarnya.

Younghwa tinggal sendiri, atau dengan hantu dari hiu-hiu yang sudah mati. Mereka adalah tulang-belulang yang menari-nari di kedalaman laut. Kehadiran mereka menghalau hiu-hiu yang sebenarnya, membuatnya tetap aman meski tinggal terlalu dekat dengan teritori yang dianggap berbahaya.

Tidak ada yang bisa Younghwa lakukan soal ekornya atau sihirnya atau teritori tempat ia tinggal. Dia tidak peduli, lebih tepatnya.

Cahaya bulan tampak pucat di permukaan. Younghwa berenang perlahan di perairan tenang, ekor dan sirip panjangnya bergerak seperti bayangan.

Dia tidak membiasakan diri untuk berenang di laut dangkal, tapi hari ini Younghwa mendapati situasi dimana kesunyian bawah laut membuat bayang-bayang gelap di kepalanya menggila. Dia ingin bernapas, menghela udara musim panas, dan menjernihkan pikiran. Namun, ia ragu untuk pergi ke daratan dan mengekspos dirinya di bawah cahaya bulan.

Younghwa bertanya-tanya, mana yang lebih mematikan? Bahaya yang menantinya jika dia muncul ke permukaan, atau bahaya yang hanya ada di kepalanya?

Dia tidak punya waktu untuk benar-benar mencari jawaban. Sebuah bayangan hitam di permukaan mengalihkan perhatiannya.

Sebuah kapal besar tengah melintas di perairan, memblokade cahaya bulan. Younghwa meraih pisau di pinggang. Ada sorot benci dan marah di matanya.

Manusia mungkin tidak lagi memburu orang-orang sepertinya selama beberapa tahun terakhir, tapi bukan berarti mereka tidak bisa memulai kembali perburuan malam yang membuat Younghwa menjadi seperti sekarang. Terasing dan sebatang kara.

Meski begitu, bukan tujuannya untuk mencari keributan. Jadi, Younghwa mulai memutar arah untuk menghindari armada raksasa yang entah mengapa berhenti sejenak di tengah pelayaran.

Ketika Younghwa berbalik, sesuatu yang berat dijatuhkan dari kapal. Awalnya dia pikir itu jangkar, rupanya hanya sebuah batu besar dengan tali yang terhubung pada kaki seorang manusia yang berusaha keras untuk kembali ke permukaan.

Dengan singkat, kapal kembali berlayar, membawa serta bayang-bayangnya. Cahaya bulan membantu Younghwa melihat sosok pemuda yang tenggelam dengan cepat.

Gelembung udara terlepas dari sela bibir pemuda yang berusaha untuk melepaskan ikatan di kakinya. Bukan perkara mudah, terlebih dengan lilitan kain hitam yang menutupi pandangannya.

Younghwa bisa melihat bagaimana pemuda itu mulai kehabisan napas.

Selagi manusia itu tertatih di antara hidup dan mati, Younghwa memikirkan ramuan dan perkakas apa saja yang bisa dia buat jika dia memiliki mayat manusia dalam kondisi segar. Sudah lama sejak terakhir kali ia menemukan bangkai kapal dengan mayat manusia di dalamnya.

The Silent SeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang