BAB 1 - Pertemuan Pertama.

1K 47 2
                                    

Cerita lengkap di Karyakarsa.

"Pergi dari rumahku, hiduplah tanpa uang dari keluargaku. Aku tidak ingin menemukan kalian berdua di sekitarku—, lagi."

"Emran tidak akan terima mendengar keputusan sepihakmu!"

Gidan meringis masam. "Justru, mendiang papaku tidak akan tenang sebelum melihatm kalian menderita."

Sekelibat bayangan menyakitkan hadir kembali melalui mimpi, Gidan terhenyak dalam tidur, nafasnya putus-putus lantas merubah posisi duduk sambil memegangi dada. Irama jantungnya tak teratur, keringat dingin mengucur di dahi. Gidan memutuskan beranjak dari ranjang, mengambil sebungkus rokok di meja dan berjalan menuju balkon kamar.

Berdiri di tembok pembatas setinggi pinggang, lima detik dari sekarang, suara langkah kaki yang mendekat tak akan lagi berjarak. Tangan lentik melingkari perutnya yang rata, lalu punggung Gidan yang polos mulai menghangat setelah bertemu kulit lembut milik wanita beraroma manis di belakang tubuhnya.

"Kenapa belum tidur?" tanya Gidan, jarinya mengusap pelan punggung tangan wanita itu dengan pola abstrak.

"Karena kamu tidak berada di sampingku," bisik wanita dari arah belakang.

Tangan wanita itu mulai tak bisa diam, mempermainkan bulu-bulu halus di sekitar perut bawah Gidan yang tidak tertutup pakaian. Laki-laki itu hanya mengenakan celana berbahan kaos polos yang menggantung rendah di pinggang. "Aku tidak suka tidur sendiri, Gi," ucap si wanita bernada manja.

"Masuklah, lima menit lagi aku nyusul ke kamar," janji Gidan, sambil menunjukan batang rokok diantara sela jari yang sudah hampir habis dimakan api.

"Ini sudah pagi, kita—, kamu lebih tepatnya, butuh istirahat cukup sebelum pagi nanti terbang ke Jakarta."

"Aku butuh udara segar, sebentar." Gidan menanggapi dengan santai, meskipun dirinya sendiri pun sadar tidur adalah pilihan yang paling tepat saat ini. Bahkan rencana yang sama pun ia susun sebelum masuk ke kamar, sebelum mengganggu kekasihnya yang sudah tidur mendahului.

Gidan ingin tidur, fisiknya lelah tapi otaknya tak memiliki niat yang sama. Kedatangannya esok hari ke Jakarta bukan keputusan yang mudah, setelah dua tahun memilih menjauh dari ibu kota dan semua kenangan buruk di dalamnya. Laki-laki itu terpaksa kembali datang, menyapa semua riuh yang membekas di kota itu.

"Apa 'teman' ini begitu penting? Sampai akhirnya membuatmu mau kembali menginjakkan kaki di Jakarta?"

Gidan tersenyum penuh makna, kembali mengingat kenangan bersama seorang wanita polos yang berhasil menyempurnakan permainannya. "Dia spesial—, sangat. Keberadaannya membantu rencana besarku."

"Seorang wanita?" Ada nada sumbang yang terdengar, diikuti gerakan tubuh menjauh.

Gidan menyerongkan kepala, menemukan Listy yang menatapnya dengan sebuah tanda tanya besar di atas kepala. "Ya, dia wanita, tapi ... sudah bersuami, jangan cemburu."

Pramesti Anindita, kabar kepulangannya dari Jepang terdengar sampai di telinga Gidan. Laki-laki itu berniat menemui Pramesti, sekedar bertanya kabar dan memastikan wanita itu hidup bahagia bersama mantan selingkuhan mantan istrinya. Selingkuhan terkesan creepy, tapi bagi Gidan—, hal-hal yang menyebabkan kehancuran rumah tangga, apapun jenisnya tetap dianggap sebagai pengkhianatan.

"Come on, Honey. Aku ke Jakarta juga karena pekerjaan."

Bukan hanya Pramesti satu-satunya alasan kembali ke Jakarta, melainkan beberapa urusan bisnis yang pada akhirnya tak mampu lagi dikontrol dari jarak jauh, Gidan perlu turun tangan langsung.

AFTER (we meet again)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang