Renjun sekali lagi mengecek keadaan putra tunggalnya itu, merasa sedikit bersyukur karena demam yang dialami Jisung sejak semalam akhirnya mulai sedikit menurun.
"Jie, sayang .. Apa Jie masih merasa pusing?"
Jisung sedikit menggangguk, "Iya mah .. " jawabnya dengan suara yang sedikit terdengar serak.
"Kita ke dokter saja, bagaimana sayang? Jie sudah mau kan ke dokter?" Tanya sang papa lembut sambil mengusap pelan rambut anaknya itu.
Jisung kali ini menggeleng. "Jie hanya kecapekan dan butuh istirahat papa. Pasti sebentar siang juga Jie sudah sembuh."
Renjun menatap kearah Jeno-suaminya itu. Mereka pagi itu harus pergi lagi ke luar kota untuk mengecek cabang perusahaan mereka disana dan juga bertemu klien yang akan menandatangani kontrak kerja sama dengan perusahaan keluarga Jung. Tapi, sebagain seorang ibu-Renjun tak tega meninggalkan anak tunggalnya ini sendiri apalagi dalam keadaan sakit seperti sekarang.
"Sayang, kau saja yang pergi ya? Aku tetap disini, menjaga anak kita." Ucap Renjun kepada Jeno, yang langsung diangguki oleh suaminya itu. Walaupun pertemuan ini sebenarnya harus dihadiri oleh mereka berdua, tapi baginya kesembuhan Jisung-anaknya itu lebih dari segalanya.
"Iya sayang, kau disini saja ber-"
"Papa, Mama, Jie tidak akan kenapa-kenapa kalaupun ditinggal sendirian di rumah. Jie sudah bilangkan, Jie hanya kecapekan dan pasti setelah istirahat sebentar lagi, Jie pasti akan segera sembuh. Jadi Papa dan Mama pergi saja, lagi pula kan ada bibi yang akan bersama Jie sampai sore harinya?"
"Tapi sayang .. "
"Mama, mama lupa ya kalau anaknya mama ini sudah bukan anak kecil lagi. Jie udah besar loh ma, udah jadi anak kuliahan. Jadi ... " Jisung menatap kedua orang tuanya bergantian, tersenyum kecil-ingin menyampaikan bahwa dia tidak apa-apa jika ditinggal sendirian. "Mama sama Papa pergi aja, pekerjaan mama sama papa juga penting. Kan tidak baik kalau kita tidak mengerjakan pekerjaan kita dengan benar sampai selesai. Iya kan, Papa?"
Jeno menghembuskan nafasnya, "Baiklah sayang. Tapi dengan satu syarat, kalau demamnya Jie tidak turun-turun dan pusingnya masih Jie rasakan, Jie harus cepat-cepat menelpon papa dan juga mama. Janji, sayang?"
"Janji Papa." Ujar Jisung, setelah itu Jeno dan Renjun bergantian mencium kening anak mereka lalu bergegas untuk bersiap-siap perjalanan bisnis keluar kota.
Setelah itu, Jeno dan Renjun benar-benar pergi setelah Jisung menghabiskan sarapan dan juga meminum obat penurun demamnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
Jaemin melangkah mendekati ranjang yang di tempati Jisung. Di sana terdapat Jisung yang masih tertidur pulas, hanya memperlihatkan kepalanya yang menyembul di balik selimut. Jaemin meletakkan nampan berisi makanan yang tadi ia beli saat perjalanan dari kantornya siang itu di atas meja. Ya, setelah mendengar bahwa keponakan sekaligus kekasihnya itu sedang sakit, Jaemin langsung buru-buru meninggalkan pekerjaannya dan segera menuju rumah sang kakak.
Mendudukkan dirinya di pinggiran ranjang. mengulas senyum tipis melihat wajah damai kekasihnya.
"Sweetheart, ayo bangun. Sekarang waktunya makan siang."
Tak ada respon sedikitpun dari Jisung. Jaemin merasa jika kekasihnya ini terlalu banyak memforsir dirinya tanpa memikirkan kesehatannya sendiri. Dia memegang selimut yang menutupi tubuh Jisung, sedikit menggoyangkan tubuh tersebut.