Dinginnya malam, seperti menusuk tulang. Di tambah lagi, hujan deras mengguyur kota. Di indekos aku sendiri.
Aku menatap ke arah laptopku. Banyak sekali notifikasi e-mail bermunculan, itu tugasku selama SMA di jakarta. Hari terasa lelah hingga aku tertidur lelap di kursi belajarku.
***
Alarm berbunyi, ku bangun dari ranjangku. Aku melihat secercah cahaya sang surya, Menandakan sudah pagi.
Menuju dapur, aku memasak perbekalan saja, akanku bawa ke sekolah. Aku merapikan buku mata pelajaran.
Mamang ojol datang, aku naik ke atas motor. Motor berlaju. Aku melihat sibuknya kota Jakarta. Semuanya kembali beraktivitas normal seperti biasanya. Gedung-gedung megah di bangunnya lagi, tidak takut tenggelamkah kota jakarta?
Kabarnya sih bakal pindah ibu kota, aku sih setuju saja. Seperti negeri paman sam, Washington DC menjadi ibu kota, sedangkan New York seperti kota pekerjaan. Aku ingat tadi siang aku melihat pengumuman hasil tes kuliah, ternyata aku lolos di Universitas London.
Kayaknya sih, aku bakalan membuat kartu visa pelajar, paspor, dan lain-lain. Aku juga keterima beasiswa full hingga aku wisuda. Dan juga biaya hidupku. Yang ku rasakan, hal ini sepertinya momen paling bahagia, namun aku biasa saja.
Motor melaju begitu saja, tak terasa sudah sampai di sekolah. Aku menyerahkan helm kepada pak ojol. Aku berlari menuju ruang kelas. Menaiki tangga, hingga akhrinya sampai di kelas. Suasana seperti biasa, bagaikan kandang ayam di penuhi canda-tawa, bergosip, dan keributan lainnya hal yang terjadi tidak asing bagi semuannya.
Bel sekolah berbunyi nyaring, menandakan waktu masuk sekolah. Seperti biasa hari ini belajar. Aku kelas 12 IPS, sebentar lagi aku masuk kuliah, tapi entah kapan lulusnya? Aku menunggu hal itu.
"Eh, kamu mau kerja atau kuliah?" Temen samping mejaku bertanya ke meja sebelah.
"Aku sih, kuliah bro kalau lo?"
"Aku kuliah juga bro," Jawabnya.
"Katanya ada yang lolos masuk seleksi tes luar negeri bro," Celoteh temannya, ia menatapi aku.
"Diakan?" Temannya menunjuk ke arahku.
"Iya dia, pintar banget. tapi sayang, dia sekolah sambil kerja. Pasti orang tuanya.. Haha bercanda." Kali ini dia membawa ekonomi keluargaku, tetapi aku tetap diam.padahal sebenarnya orang tuaku mampu, tapi karena aku sudah dewasa, semakin mengerti bagaimana bisa melanjutkan sekolah tanpa menambah beban orang tua. Aku kerja di tempat pasar, ya tempat pasar inilah yang memperkenalkan pekerjaan. Sebenarnya pekerjaan ini tidak terlalu sulit, cukup menghitung berapa banyaknya karung, total upah dan masalah keuangan lainnya. Ini membuatku mahir dalam hal ekonomi dan matematika.
Aku melihat handphone aku, muncul notifikasi di media sosial. Wow! Banyak sekali, ada yang mengucapkan selamat kepadaku? Tetapi aku berpura untuk tetap dingin.
Hm... Aku tetap cuek. Tak peduli seberapa aku pintar, aku hanya beruntung saja.
"Eh itu kak raven bukan sih?" Celoteh seorang cewek, dia menunjuk-nunjuku.
"Iya itu enggak sih?" Jawab temannya.Lalu mereka berbisik-bisik.
"Iyakan?" Lalu kembali, terdengar.
"Eh iya, pintar banget enggak sih?"Aku muak dengan semua ini, bukan karena aku sombong. Tetapi mereka munafik, seakan-akan memujiku, padahal sebenarnya, begitulah.
Aku pergi dari kelas itu. Menuju kantin, mata tertuju kepadaku. Aku tetap tak peduli, dan enggan berbicara.
Aku duduk di kursi kosong. Syukurlah tidak ada yang menempati. Aku duduk, memesan satu es teh. Ku buka sepucuk surat dari sekolah, lalu membaca. Isinya hanya selamat saja. Huh? Bel?
"Perhatian semuanya teruntuk kelas dua belas, mohon perhatian sekali lagi. Besok ada pengumuman penting bagi kalian, jangan lupa berangkat, dan juga ajaklah orang tua atau wali kalian ke sekolah. Karena menyangkut dengan kelulusan. Terima kasih!"
Seketika hening, lalu kembali ribut satu sama lain. Untung ada kakak sepupu jadi aku sedikit lega.
Waktu berlalu dengan sendirinya, hingga jam pulang tiba. Semua murid terlihat berpencar untuk pulang. Aku pulang naik ojol lagi. Hal yang tak terduga terjadi, inikan mamang ojol yang jemput aku tadi pagi?
"Hai, dik sudah pulang toh?" Tanya mamang ojol.
"Iya ini aku mau pulang." Jawabku dengan sedikit santai.
"Ini pakai helmnya dik." Mamang ojol menyerahkan helm kepadaku, aku menerimanya. Lantas motor melaju dengan santai.
"Kelas berapa dik?" Tanya mamang ojol, sambil memerhatikan lampu merah.
"Aku kelas dua belas bang,"
"Oh, mau lulus ya?"
"Iya bang,"
"Nanti mau lanjut kuliah atau kerja dik?" Tanya mamang ojol, lalu motor melaju lagi, karena lampu sudah hijau.
"Lanjut kuliah bang, kebetulan aku juga sudah lulus seleksi kuliahnya bang," Jawabku, di iringi sepoi-sepoi angin.
"Kuliah di mana memangnya?"
"Kuliah di London bang," Jawabku dengan perlahan, semoga abangnya tidak kecewa.
"Wah! Bukan main! Berarti kali ini abang dapat orderan anak genius! Bukan main!" Mamang ojol terlihat kaget dengan jawabanku.
"Hm.. Tapi bang, teman-temanku meragukan aku." Aku beri reaksi kecewa.
"Memangnya kenapa? Kok kecewa sih dik?" Tanya abang ojol kebingungan.
"Begini bang, aku lolos seleksi luar negeri, tapi mereka semua meragukan aku. Karena, aku keluarga kurang mampu. Kurang sekali di apresiasikan." Jawabku dengan sepenuhnya lugas.
"Hm, kita tak perlu ragukan apa yang kita capai, namun perlu di ingat, usaha tidak mengkhianati hasil. Kita tak perlu memikirkan, apa yang mereka bicarakan. Tetapi kita harus memahami, bahwa kita bisa, lalu buktikan dengan apa yang kita coba atau belajar selama masih ada perjuangan."
"Hm, iya juga ya bang. Makasi motivasinya." Reaksiku kembali santai.
"Iya sama-sama," Jawab mamang ojol, sambil memerhatikan jalanan.Akhirnya sampai di indekos, aku membayar tumpangannya, lalu aku mengasihkan helm kepadanya.
"Aku suka banget, dengan mamang ojol ini, suka di ajak mengobrol." Aku mengasihkan helmnya ke mamang ojol.
"Haha, iya sama dik, mamang juga suka dengan penumpang yang suka mengobrol, dan jangan lupa rating mamang di aplikasi bintang lima ya!"
"Ya bang, tentu sekali! Kalau begitu saya masuk ke dalam dulu bang, mari." Aku masuk kedalam indekos.
"Yo!" Jawab abang ojol.Ojol itu pergi, suara mesin motor mulai menjauh dan menghilang. Aku berbersih dan rebahan. Hari ini aku memutuskan untuk tidur, karena tidak ada kegiatan lagi, jadi aku memutuskan untuk tidur siang.
***
Aku terbangun jam 18:55. Aku memutuskan untuk mandi dan mengabarkan kakak sepupu besok untuk sekolah.
Sesampainya di kamarnya, aku mengetuk pintu namun tidak ada reaksi atau respons dari kakak sepupu.
"Cari kakak sepupumu? Dia pergi ke bandung katanya," Bapak indekos menjawab.
"Oh, makasih infonya pak," Jawabku dengan keheranan.
"Saya masuk dulu ya? Mari."
"Yo pak,"Duh, siapa besok untuk waliku. Masa pak indekos sih? Eh? Bapak indekos? Boleh juga.
"Pak... Pak... Tunggu dulu!" Aku mengejar bapak indekos.
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Duka
Mystery / Thriller[Remaja 13+] [Jangan di repost] Apakah semua ini akan berjalan pada waktunya, atau berjalan pada diriku sendiri? Bagaimana dengan pembunuhan ibu dan ayahku? Kenapa semua suram seperti ini? Siapa dalang di balik semua ini? Keluarga atau orang terdek...