II - Kejutan untuk ibu

28 15 5
                                    

Aku mengejarnya, lalu pak indekos mulai menoleh ke arahku.

"Loh ada apa? Kok ngos-ngosan begitu?" Pak indekos dengan keheranan.
"Pak, boleh minta bantuan enggak?" Aku berusaha berbicara.
"Minta bantuan apa emangnya? Kok mukanya kayak kusut banget?" Tanya pak indekos dengan keheranan.
"Eh, anu. Sebenarnya aku minta bantuan bapak untuk hadiri acara kelulusan bisakan pak?"
"Eh, kalau begitu sih enggak keberatan, emang acaranya jam berapa?"
"Jam sembilan pak," Jawabku sambil bernapas kencang.
"Oh ya udah nanti bapak berangkat sama kamu ya? Enggak usah order abang ojol lagi ya? Biar bapak saja yang hantar," Jawab pak indekos sambil tersenyum tipis.
"Eh, makasih loh pak, maaf udah merepotkan bapak. Hehe," Aku menjawab dengan agak sedikit keberatan, tapi ya sudahlah. Aku berterima kasih kepada bapak indekos.
"Sudah, ndak apa-apa. Bapak mau masuk dulu ya," Bapak indekos jawab dengan senyum, lalu dia pergi menuju kamarnya.
"Oh ya pak mari!" Jawabku dengan sedikit lega.

Fiuh, untung ada bapak indekos, jadi aman deh.

Lalu, ada seseorang meneleponku, itu dari pihak beasiswa. Aku tekan jawab.

"Hello sir," Aku jawab dengan sesopan mungkin.
"Oh, hai. Kapan kamu ke london?" Dia pengurus beasiswa full aku, dia berbicara dalam bahasa Inggris.
"Hm, masih bingung ini, entah kapan aku berangkat." Aku berbicara dalam bahasa Inggris.
"Bagaimana kalau empat hari lagi?"
"Maaf pak, apakah itu terlalu cepat?" Jawabku dengan keberatan.
"Ah aku rasa tidak. Semakin cepat ke london maka semakin baik. Apa lagi sekarang musimnya cerah."
"Hm, iya deh pak. Makasih informasinya ya pak!"
"Sama-sama, aku rasa aku tutup telepon ini, sampai jumpa di london. Raven." Pak pengurus beasiswa itu hendak menutup teleponnya.
"Oh ya pak!" Jawabku dengan berseru. Kemudian pak pengurus beasiswa itu menutup teleponnya.

Huft, cepat sekali ke london. Tapi masih ada waktu untuk ke kampung halamanku. Aku berencana untuk menelepon bundaku. Tapi ini sudah malam aku saatnya tidur.

Aku menuju kamar, mata ingin sekali memejamkan. Aku akhirnya tertidur.

***

Pagi tiba, aku bersiap-siap untuk bergegas menuju sekolah. Aku menunggu bapak indekos siap.

Aku melamun. Awan pagi indah sekali.

"Dik sudah siap?" Pak indekos menepuk pundakku.
"Eh. Eh, iya pak udah ini," Jawabku dengan kaget sedikit.

Aku naik ke mobilnya, begitu juga dengan bapak indekos. Kami berangkat pukul setengah sembilan.

"Eh, mau ke mana pak?" Tanya tetangganya.
"Eh, ini bu mau hantar, ini anak kosan. Katanya enggak ada walinya," Jawab pak indekos sambil membuka jendela.
"Oh, memangnya walinya kemana pak, terus orang tuanya ke mana?"
"Dia merantau, terus walinya sedang di bandung. Makanya saya yang hantarkan. Oh ya saya pergi dulu ya bu."
"Yo pak, hati-hati ya pak,"

Mobil ini melaju di jalan raya, aku memandang sekitar. Cuaca cerah, apa iya di london juga cerah? I don't know.

"Bapak menerima anak-anak kos atau orang-orang kos berapa kali setiap tahun?" Aku iseng-iseng bertanya.
"He? Bapak menerima banyak sekali, mungkin kalau di hitung tiga pendatang." Jawab bapak kos sambil menyetir mobil.
"Hm, banyak juga ya pak, berapa tahun untuk beli mobil?" Tanyaku sekali agi.
"Mobil ini bapak beli pas 2022. Sekitar tahun kemarin,"

Hm, rupanya jadi bapak indekos juga memperkaya hidup. Tetapi sepertinya tidak mudah untuk menjalankannya, butuh tenaga dan waktu. Tapi usaha, tidak mengkhianati hasil. Terkadang jadi bapak kos itu enak, tetapi yang enggak enak itu pas tagih bayaran, eh malah menunggak.

Eh, sampai? Aku sepertinya, melamun lama sekali. Sehingga aku tidak tahu bahwa sudah sampai. Dan sekolah ramai, mobil dan motor berlalu-lalang terparkir rapi.

Orang tua membawa anaknya menuju ruang kelas. Aku kelas IPS terutama kelas dua belas 'A'. Kami masuk ke dalam kelas. Teman-temanku sibuk membahas kelulusan.

Wali kelas pun datang, seketika ruangan ini lenggang, menyisakan langkahan sepatu hills warna merah yang di pakai wali kelasku.

"Selamat pagi, bapak-ibu. Saya wali kelas ingin menyatakan, bahwa siswa-siswi kelas ini. Semuanya lulus. Tepuk tangan yang meriah untuk putra-putri kita." Guru itu menepuk-nepuk tangannya. Semuanya isi kelas ikut tepuk tangan.
"Kami akan mengumumkan ranking-ranking kelas. Di mulai dari tiga ya!" Guru itu membuka selarik kertas. "Dinda Kanyadewi, juara ke-tiga, dengan total nilai 109."

Seketika semuanya tepuk tangan.

"Untuk juara ke-dua di raih oleh, ananda Cahya Rindu dengan total nilai 110. Uh, sedikit lagi hampir seri."

Semuanya tepuk tangan meriah. Tapi kali ini aku merasa deg-degan, karena aku tak pernah juara kelas, tapi kali ini feeling aku terasa enak.

"Juara pertama di raih oleh...." Guru itu melirik seluruh siswa kelas ini, termasuk aku.
"Juara pertama di raih oleh ananda Raven Rakabuming! Dengan total nilai 125! Angka istimewa!" Guru itu tepuk tangan.

Semua orang melirikku dan memberi tepuk tangan. Aku pun mengangguk-angguk sopan.

Setelah itu, di bagikan hadiah. Dan foto bersama. Lalu, nama demi nama di sebut wali kelas, tiba nama aku di sebut.

"Anaknya cerdas banget pak! Suka menang lomba, yang terlebih lagi anaknya lolos seleksi luar negeri! Hebat loh pak!" Wali kelas itu tersenyum kepadaku dan Bapak Indekos.
"Oh iyakah? Soalnya ini anak, bukan anak saya, jadi saya tidak tahu-menahu." Bapak Indekos menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Oh, lalu siapanya pak?"
"Hanya sebatas Bapak Indekos, hehe." Jawabku.
"Oh."

Setelah itu aku bersalaman dengan wali kelas.

Kami keluar dari ruang kelas, menuju parkiran. Sesampainya, aku naik ke mobil, lalu mobil ini melaju di jalanan.

Di indekos, aku beranjak menuju tempat tidur, sebelumnya aku sudah berterima kasih kepada Bapak Indekos.

Handphone aku berdering, ternyata itu dari pengurus beasiswa.

"Halo, sir." Aku mengangkat telepon.
"Halo Raven, untuk jadwal kepergian mulai besok ya?" Pengurus beasiswa menggunakan bahasa inggris.
"Kenapa di potong sir?" Tanyaku dengan heran.
"Karena jadwal sangat mepet, tolong ya? Saya sudah membelikan anda tiket ke london. Jadi, mulai besok anda harus pergi ke bandara." Pengurus beasiswa masih menggunakan bahasa inggris.
"Oh ya sudah deh, nanti saya langsung bersiap-siap untuk besok."
"Maaf mengganggu waktu ya? Sampai jumpa di London."
"Ya, sampai jumpa sir." Aku mematikan teleponnya.

Mungkin aku harus menelepon ibu. Aku menelepon ibu, di ponsel bertuliskan sedang berdering. Aku mencoba untuk menunggu, tak lama telepon itu di angkat oleh ibu.

"Halo, bu?" Aku mengangkat telepon itu.
"Iya nak? Ada apa?"
"Bu, besok aku berangkat ke London, maaf ya bu, aku enggak bisa ke kampung ibu." Aku menundukkan kepala.
"Kamu berangkat ke London besok?" Ibu aku terkejut.
"Iya bu, aku sebenarnya mau memberi tahu kejutan, bahwa aku kuliah di luar negeri. Tetapi, pihak beasiswa memiliki jadwal mepet. Jadi aku enggak bisa pulang." Aku mencoba untuk tidak menangis.
"Nak? Kamu genius sekali sampai-sampai kamu kuliah luar negeri? Kalau begitu, hati-hati di jalan, jangan lupa selalu berdoa yang terbaik untuk keselamatan."
"Ya bu, maaf ya enggak bisa pulang." Aku menundukan kepala sekali.
"Iya enggak apa-apa kok nak," Jawab ibuku yang sangat tulus sebesar-besarnya.
"Aku pamit dulu ya bu, assalamu'alaikum."
"Walaikumsalam," Jawab ibuku, lalu setelah itu telepon itu di tutup

Janji DukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang