Sakit itu luka, kebetulan itu kita
***
Terhitung sudah dua hari sejak pertandingan basket semi final berlangsung. Selama dua hari itu pula hidup dan wajah Tanaya menjadi lebih suram. Tebak apa yang menjadi penyebabnya? Ya, apalagi kalau bukan masalah sepatu Kama. Entah bagaimana, Tanaya rasa Kama ditakdirkan hadir untuk menambah ujian di hidupnya.
Bagaimana tidak? saat ia sudah bersenang hati terbang ke awan karena menemukan toko sepatu itu, malah dijatuhkan dengan fakta bahwa sepatu berwarna kuning yang sama persis dengan milik Kama sudah tidak diproduksi. Tanaya terkejut bukan main saat mengetahui fakta tersebut.
Namun, tunggu dulu. Rupanya belum selesai di sana keterkejutan Tanaya. Saat ia sudah sangat pasrah dan ingin membeli sepatu dengan warna lain, ia kembali disengat fakta bahwa produk sepatu jenis apapun itu menggunakan sistem preorder. Hal yang lebih fantastis lagi adalah waktu pemesanan sampai produk dikirimkan yaitu dua bulan. Tanaya langsung lemas setelah diserang fakta bertubi-tubi. Sungguh sepatu yang eksklusif pikirnya.
Di sinilah ia sekarang. Duduk ditemani segelas matcha favoritnya yang hari ini terasa begitu pahit karena ia harus bertemu orang menyebalkan. Tanaya memilih duduk di bagian luar lantai dua cafe dengan harapan tidak kehilangan oksigen saat berbicara dengan Kama nanti.
Dua hari yang lalu setelah ia dihantam berbagai fakta, ia menghubungi Kama. Mengatakan apa yang terjadi sebenarnya. Bahwa ia tidak akan pernah mendapatkan sepatu kuning yang sesuai dan harus menunggu untuk sepatu yang lain. Lagi pula dipikir berapa kali pun Tanaya tetap merasa aneh, mengapa Kama menggunakan sepatu berwarna kuning menyala seperti itu.
Setelah semua kenyataan itu ia sampaikan, Kama malah mengajaknya bertemu secara langsung. Awalnya tentu saja Tanaya menolak, namun dengan segala paksaan dan tekanan dari Kama akhirnya di sinilah ia sekarang.
Tanaya tiba lebih dulu dibandingkan Kama yang masih harus menyelesaikan jam sekolahnya. Di hari sabtu ini sekolah Tanaya libur, namun sekolah Kama tidak. Jangan tanya kenapa karena sudah seperti itu aturannya, ia juga tidak paham.
Suara pintu dibuka, suara langkah sepatu mengalihkan pandangan Tanaya yang tadinya menatap ramai jalanan dibawah sana. Kama, dengan celana abu-abu dan baju putih yang sudah dikeluarkan mengedarkan pandang beberapa saat sebelum akhirnya menemukan Tanaya.
"Gimana?" ditanya begitu oleh orang yang bahkan belum sepenuhnya duduk membuat Tanaya melebarkan matanya.
"Apanya?" sengaja Tanaya menjawab dengan berlaga bodoh sambil kembali meminum matchanya yang semakin terasa tidak enak, karena kehadiran Kama.
Kama menatap gadis di depannya dengan pandangan sulit dimegerti–dan sedikit menyeramkan sejujurnya. Namun seperti tak gentar, Tanaya hanya mengangkat kedua alisnya.
Hal itu sukses membuat Kama menarik nafas panjang. "Katanya si paling bertanggung jawab" ucap kama sambil membuang muka yang menurut Tanaya sangat songong!
"Ngga ada gue bilang gamau tanggung jawab ya, Kak" sengaja Tanaya tekankan kata terakhirnya "kan gue udah jelasin keadaannya gimana".
"Ya terus gimana sepatu gue? Dua minggu lagi final nih"
"Ngga mungkin dia cuma punya satu sepatu?!" batin Tanaya dibarengi raut heran yang entah sudah keberapa hadir. Ia mencondongkan tubuhnya, membuat gestur seolah-olah hendak menyampaikan rahasia negara. Melihat itu, Kama menaikkan satu alisnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Milik Tanaya
RomanceEnam belas tahun kehidupan Tanaya berjalan biasa-biasa saja. Di usianya yang bulan depan menginjak tujuh belas tahun, ia juga masih menjalani kehidupan sebagaimana remaja seusianya. Namun, bagai hujan deras di siang yang terik. Tiba-tiba hidupya ber...