"Akito, bangunlah nak. Ini sudah pagi." terdengar suara ibu Akito membangunkannya."Mhmmmm...."
"Ya, Bu..." jawabnya dengan suaranya yang serak.Ini sudah memasuki libu akhir sembari menunggu Kelulusan mereka. Yah, pastinya kebanyakan orang akan bermalas-malasan selagi menikmati hari libur.
Sama halnya dengan Akito yang menikmati tidurnya di hari libur ini, dia yang merupakan manusia sederhana, bemalas -malasan di hari libu, tidur, makan, bangun, dan tidur lagi. Dialah orang tersantai di dunia menurutnya saat ini.
"Hooaaammmmmhhh..."
"Itu tadi masih terlalu pagi bu... Ibu terlalu cepat membangunkanku." ucap Akito pergi ke dapur untuk melihat ibunya."Meskipun ini hari libur, kau tak boleh bermalas-malasan terus seperti itu nak. Masih ada kegiatan lain yang bisa kau lakukan." jawab ibunya.
Ya, tentu saja yang dikatakan ibunya itu adalah kebenaran. Mendengar itu, Akito berniat untuk mengajak teman-temannya bermain sambil menikmati liburan mereka.
#Di pantai Shichirigahama#
"Ahhhh sial, anginnya enak sekalii...." lega kata terucap dari mulut Akito.
"Hei, aku akan berselancar. Ada yang mau ikut?" tanya Touka kepada teman-temannya.
"Tidak ada. Kau berselancar seperti setan menaiki papan selancar. Kami tidak mau mati sebelum kelulusan." ujar Kenji dengan sinis.
"Tskk, membuang buang tenagaku untuk mengeluarkan suara saja." ujar Touka.
Angin di siang ini begitu sejuk. Cuacanya juga tidak begitu panas. Empat orang bersahabat ini pastinya bermain di pantai itu lagi. Menikmati suara ombak, dan bau air laut yang menenangkan hati. Itu adalah kenyamanan sejati bagi para Thalassophile.
Semakin sore, semakin indah pula pemandangan yang ada di pantai itu. Paduan antara laut dan Langit yang menguning kemerahan, itu adalah surga bagi mereka.
"Aku ingin nemotret Langit itu! Cantik sekali!" ujar Junjiro.
"Ya, aku akan mulai menggambar. Ini sangat cantik sekali." ujar Akito.
"Aku dan Touka akan menulusuri air lautnya!" teriak Kenji dan Touka mengangguk.
.........
"Indah sekali..." ucap Akito melihat langit dengan mata birunya yang bersinar mengagumi keindahannya.
Mereka berempat memandangi langit itu untuk cukup lama. Dengan berdiri sejajar sembari memegang tangan, mereka menikmati keindahan senja itu. Berandai-andai, apakah di masa tua nanti mereka bisa bersama-sama lagi untuk melihat pemandangan seperti ini?
"Hei, Junjiro."
"Ada Apa?"
"Kenapa kau menyukai Langit dan Lautan?" tanya Akito
"Tidak tahu. Hanya saja, aku sering memiliki masa dimana pikiranku begitu kacau. Tapi ketika aku melihat mereka, hatiku terasa sejuk dan pikiranku terasa tenang." jawabnya.
"Nenekku pernah berkata bahwa dia menyukai warna mataku. Dia bilang, itu sama seperti warna laut dan langit. Jadi selama dia meninggal, aku terus melihat laut dan langit untuk mengenang kalimat yang diucapkan nenekku padaku." ujar Akito.
............
"Aku juga ingin menjadi seperti Laut." ujar Junjiro melihat laut.
"Dan aku juga ingin menjadi seperti Langit." ujar Akito melihat langit.
Begitulah. Pertemanan yang tak biasa itu terkadang menjadi sangat santai karena hobi yang sama yang mereka sukai sejak mereka kecil.
"Apa yang sedang kalian lamunkan?" tanya Kenji datang setelah bermain dengan Touka.
"Tidak ada, kami hanya menikmati keindahan ini." ujar Junjiro.
"Lihatlah lukisanku, cantik sekali kan?" tanya Akito dengan bangga.
"Lukisan seperti itu akan menjadi sangat mahal jika kau menjualnya." ujar Kenji
"Ya, aku akan melukis lebih banyak di masa depan. Dan aku akan menjadi seniman kaya raya! Hahahahaha." jawab Akito dengan bahagia.
"Aku dengar, teman sekelas kita ada yang lulus menjadi Model." ucap Kenji
"Wah? Siapa itu? Dia pasti keren sekali, sialan!!" reaksi Akito.
"Itu aku."
..........
"Bedebah sialan!!!! Kenapa kau mengatakan itu dengan bangga! Dan kau tak memberitahu kami dari awal!!!" teriak Akito terkejut memarahi Kenji.
"Hahahaha! Kau tidak bertanya, jadi aku tidak menjawab!" jawabnya.
"Kurang ajar kau...."
"Aku sangat iri denganmu. Otot-ototmu itu, bagaimana caramu membesarkannya?" lirik Touka ke badan Kenji.
"Kau harus rajin berolahraga dan pergilah ke gym. Aku bisa mengajarimu untuk membangun tubuh layu dan tak subur itu! Hahahahaha!" jawab Kenji dengan menyindir.
"Itu namanya Body Shaming." ujar Touka.
"Ayolah, kau kan pria. Hahahaha!"
Hari semakin gelap. Cuaca yang tadinya cerah dan terik, berubah menjadi angin yang berlambai dari ujung laut menuju pantai. Langit yang berubah menjadi warna jingga kemerahan, menandakan hari mulai malam.
Mereka memutuskan untuk segera bersiap menuju ke rumah mereka masing-masing.
"Akito, aku akan menginap dirumahmu malam ini." ucap Junjiro.
"Silahkan saja, rumahku selalu terbuka untuk kalian. Tapi makanannya bayar ya? Hahahah." tawa Akito.
"Berapa yang kau minta? Perlukah aku menjual ginjalku? Hahahaha" tawa Junjiro.
"Jangan. Kau akan menjadi kakek kakek penyakitan nanti." ujar Kenji
"Cuuuu.... Minta tolong cuu.. Kakek minta makanannya cuuu.... Kakek lapar cuu.." ledek Akito kepada Junjiro menirukan suara kakek-kakek.
"Hahahaha sialan, kau justru tampak cocok menjadi kakek-kakek penyakitan." tawa Touka.
"Sialan kalian semua, ayo pulang!" teriak Akito emosi.
"Tunggu sebentar, aku ingin memotret beberapa." ucap Junjiro melihat ke arah laut.
"Ya, akan kami tunggu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Warm Sun of The Dead Sea
Teen FictionSeorang anak laki-laki yang memiliki kegemaran melukis apa yang dilihatnya, Akito Naoya yang lahir dan dibesarkan di dekat Pantai Shichirigahama Prefektur Kanagawa, bertemu dengan Junjiro Yukihara yang merupakan anak dari seorang Photografer legenda...