CCTV

35 26 0
                                        

Hari ini adalah hari pertama Jeno sebagai kepala sekolah baru di sebuah sekolah swasta di tengah kota Seoul. Sebelumnya, dia telah menjabat sebagai kepala sekolah di sekolah lain, namun suasana di sini terasa berbeda. Lebih segar, lebih ceria, dan entah bagaimana, lebih menyenangkan. Murid-murid di sini ramah, selalu menyapa dengan senyuman manis ketika mereka berpapasan di koridor. Para guru dan karyawan pun begitu hangat menyambut kehadirannya, membuat Jeno merasa tidak perlu khawatir tentang kesan pertama yang canggung atau ketakutan akan ditolak.

Sepanjang hari, Jeno sibuk berkeliling sekolah. Dia menyempatkan diri mampir ke beberapa kelas, melihat aktivitas pembelajaran yang berlangsung, dan mengenal tata letak gedung. Sekolah ini cukup besar, dengan lorong-lorong panjang yang menghubungkan berbagai ruangan dan kelas. Jadwal pulang sekolah di tempat ini cukup teratur, di mana murid-murid kelas dua belas yang harus mengikuti kelas tambahan akan pulang paling lama pukul empat sore. Para guru dan staf, termasuk Jeno sendiri, biasanya akan tetap berada di sekolah hingga pukul enam untuk rapat evaluasi harian.

Namun, hari itu adalah hari spesial, yang tak lain dan bukan adalah hari pertama Jeno sebagai kepala sekolah di sana. Untuk merayakan momen ini, Jeno mengadakan acara makan malam sederhana di ruang guru. Dia memesan nasi kotak untuk semua guru dan staf, berharap bisa membangun hubungan yang lebih akrab setelahnya. Saat jam menunjukkan pukul delapan malam, acara pun berakhir dengan tawa dan cerita ringan yang mengisi ruangan. Satu per satu guru dan karyawan berpamitan, meninggalkan Jeno yang duduk sejenak di kursinya, merasakan kelelahan bercampur kepuasan.

“Hari yang menyenangkan dan melelahkan. Haha”

Setelah merasa cukup beristirahat, Jeno mulai membereskan barang-barangnya. Namun, di tengah kesibukannya, matanya menangkap sesuatu yang aneh di sudut ruangannya. Sebuah layar monitor kecil terletak di atas meja yang agak tersembunyi, lampu kecil berwarna merah di pojok kiri bawahnya berkedip.

“Apa itu?”

Ia mendekati monitor itu dan memperhatikannya dengan seksama. Ada tombol kecil di dekat lampu yang berkedip, seperti tombol daya. Tanpa ragu, Jeno menekannya, dan layar pun menyala, menampilkan delapan kotak yang masing-masing menunjukkan sudut sekolah yang dipantau oleh CCTV.

"Ah, ternyata ini monitor CCTV”

Saat dia mengamati layar, ada pergerakan yang menarik perhatiannya di salah satu kotak. Seseorang tampak berjalan pelan di koridor, menuju kelas di ujung Gedung sisi kiri. Jeno mengernyit, memperbesar tampilan kamera tersebut.

“Eh? Ada seorang anak perempuan di sini? Ini sudah larut. Kenapa ada murid yang masih berkeliaran?”

Di layar, Jeno melihat anak perempuan itu berhenti di depan sebuah kelas. Tubuhnya diam, tidak bergerak sama sekali. Jeno merasa bingung, ada sesuatu yang aneh. Wajah anak itu tertutup rambut panjangnya yang tergerai, dan tubuhnya terlihat kaku.

"Apa yang dia lakukan?"

Jeno mulai merasa tidak nyaman. Dia hendak mematikan monitor dan bergegas memeriksa langsung, tetapi kemudian anak perempuan itu kembali bergerak. Kali ini, langkahnya tidak seperti langkah manusia biasa. Gerakannya begitu halus dan kaku, seperti –melayang.

Napas Jeno tertahan rasa takut. Keringat dingin mulai membasahi dahinya. Di layar, anak perempuan itu terus bergerak menuju pintu kelas, lalu berhenti lagi, kali ini membelakangi kamera.

“Sepertinya ada yang tidak beres dengannya”

Tepat setelah Jeno mengucapkan kalimat itu, anak perempuan di monitor mulai menoleh perlahan. Sangat lambat, kepalanya berputar ke arah kamera. Jantung Jeno serasa berhenti berdetak saat wajah anak itu sepenuhnya terlihat –rata, tanpa mata, hidung, atau mulut. Hanya kulit pucat yang menutupi wajahnya yang kosong.

"T-tidak mungkin..."

Jeno terbelalak, tubuhnya mendadak lemas. Ia mengedipkan mata, berharap apa yang dilihatnya hanya ilusi. Saat Ia menatap monitor lagi, anak perempuan itu sudah menghilang dari layar. Jeno menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Ia mengusap wajahnya, menatap ruangan yang tiba-tiba terasa dingin.

"Aku pasti sangat kelelahan hingga aku berhalusinasi"

Namun, tiba-tiba ada sensasi dingin yang menyentuh tengkuk lehernya. Sentuhan lembut, seperti hembusan angin yang menusuk kulit. Jeno menoleh cepat, dan saat itu juga ia merasa darahnya membeku.

Tepat di hadapannya, berdiri sosok anak perempuan yang tadi ia lihat di monitor. Hanya beberapa inci dari wajahnya, sosok itu menatapnya tanpa tatapan –karena tidak ada mata yang bisa menatap, hanya wajah yang rata dan pucat. Pupil Jeno melebar, kakinya lemas, tapi tubuhnya membeku, tidak bisa bergerak sama sekali. Merasa ingin pingsan pun terasa mustahil.

Sosok itu tidak bergerak, hanya diam. Rasanya seperti waktu berhenti, menahan napas di antara detik-detik yang terasa abadi. Perlahan, sosok itu mengangkat tangannya yang pucat, menunjuk sesuatu di belakang Jeno.

Jeno tidak sanggup menoleh, tubuhnya gemetar hebat. Lampu ruangan mendadak padam. Ruangan menjadi gelap gulita, menyelimuti Jeno dalam kegelapan yang pekat dan mencekam, melipat-gandakan rasa takutnya yang semakin menjadi.

Jeno hanya bisa memejamkan mata, berharap semuanya hanya mimpi buruk yang akan segera berakhir. Ia berusaha keras untuk menggerakkan tubuhnya. Tak lama kemudian, lampu menyala dan tubuhnya dapat digerakkan.


“AHHH!”

Akhirnya Jeno bisa berteriak, meluapkan sisa ketakutan dalam dirinya. Ketika membuka mata, Ia menemukan dirinya berdiri sendirian di ruangan itu. Monitor CCTV yang seharusnya masih menyala, kini sudah mati.  Tanda-tanda sosok menyeramkan sebelumnya juga sudah tidak ada lagi. Dengan seluruh sisa tenaga yang ada, Jeno bergegas menyambar ranselnya, kemudian berlari keluar dari sekolah.


“Persetan hari esok, aku harus selamat  hari ini!”

Halloween 0.1 [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang