Semilir angin mengalun indah menarikan daun-daun jatuh di batas senja. Pekatnya langit keunguan mulai menyapa menandakan akhir dari perjalanan sang surya pada hari ini.
Duduk di depan jendela sembari meminum milk tea hangat adalah hal paling seru yang sering Kerangka lakukan setiap sore hingga gelapnya malam menutup sempurna sinar mentari.
Jari-jemari miliknya meraih satu halaman buku dan membaliknya, menuntaskan rasa penasaran pada halaman selanjutnya. Ia masih belum selesai dengan buku filosofi ikan yang seharian ini ia baca. Namun di tengah ia menikmati hidupnya, ia tersentak karena bunyi lonceng dari pintu yang menandakan ada seseorang masuk.
Kerangka menutup buku yang belum usai ia baca. Menampilkan senyum terindahnya pada seseorang yang tengah memegang kenok pintu dengan tujuan menutup rapat pintu itu seperti semula.
"Selamat datang. " sapanya pada sosok gadis yang masih celingukan di depan pintu.
Hingga kedua bola mata coklatnya berhasil menangkap kedua indra penglihatan milik Kerangka dan membalas senyum milik laki-laki itu.
"Hai! " Gadis itu melambaikan tangannya canggung sebelum akhirnya dibalas juga oleh Kerangka.
Ia sedikit kaget saat melihat Kerangka disini. Bagaimana bisa ia bertemu dengan laki-laki itu terus-menerus.
"Buku komik dimana, ya? "
"Di rak nomor 6." Kerangka membalas pertanyaan gadis itu dengan bahasa isyarat seadanya. Berharap apa yang ia sampaikan dapat dimengerti olehnya.
Gadis itu yang tak lain adalah Anna, ia perlu waktu untuk mencerna bahasa isyarat yang Rangka peragakan. Namun ia berhasil menangkapnya setelah tahu setiap rak terdapat nomornya masing-masing.
"Rak nomor 6? " tanya Anna memastikan.
Rangka hanya mengacungkan kedua jempolnya diiringi senyum tipis dan anggukan kecil. Anna mengucapkan terimakasih dan langsung berjalan menuju rak buku nomor 6 yang tingginya dua meter untuk mencari buku komik.
Buku yang ia inginkan ada dibagian rak paling atas. Jelas tubuhnya yang mungil dengan tinggi rata-rata tak akan mampu meraihnya, apalagi deretan buku lain disekitarnya yang menyempitkan ruang buku keinginannya itu.
"Aaaa...ayolah."
Anna melompat-lompat sebagai usahanya untuk meraih buku tersebut. Tapi seberusaha apapun sepertinya tidak bisa. Ia tak bisa meraihnya. Namun, Anna masih gigih, dia tak akan menyerah. Menghela nafas panjang untuk lompatan super tingginya.
"Aduh! " Keluh seseorang saat merasakan sakit di rahangnya akibat dagunya tabrakan dengan wajah Anna cukup keras.
"Aww." Anna mengelus kepalanya yang sakit.
Anna mematung saat sebuah tangan meraih buku yang ia inginkan di rak paling atas. Tingginya yang semampai membuatnya begitu mudah meraihnya tanpa perlu effort besar seperti yang Anna lakukan.
"Buku ini, kan? " Tanyanya. Ia menurunkan buku itu setelah mendapatkan anggukan dari Anna.
Anna meraih buku itu dan beralih ada di kedua tangannya. Senyum bahagia terpancar jelas di raut wajahnya. Begitu juga dengan seseorang dihadapannya yang turut menampilkan senyum bola bisbol miliknya.
"Terimakasih Wijen! " Ucap Anna pada seseorang yang berdiri dihadapannya.
Jae terkekeh kecil sambil menggaruk rahangnya. Wijen? panggilan macam apa ini? seumur-umur seorang Jae baru pernah dipanggil dengan sebutan Wijen. Paling mentok-mentok Jahe.
"J A E. Panggilnya Jae, kalo wijen di onde-onde. " Jae mengeja namanya menggunakan mulut serta membuat huruf dari jari-jarinya diiringi tawa kecil setelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RANGKANNA [24 Suara Rusuk]
Fiksi RemajaKisah ini menceritakan seorang Anna, gadis penderita tunarungu sejak kejadian naas merenggut pendengarannya. Anna adalah gadis yang jatuh cinta pada sosok Kerangka, si penggila laut dan segala isinya. "Dari semua suara yang pernah aku dengar, suara...