Bab 3: Mimpi yang Ditemukan Kembali

310 6 2
                                    

Adam tiba di depan sebuah toko mainan.

Kertas lowongan pekerjaan yang ia lihat kemarin masih tertempel di jendela kaca depan. Setelah merenungi keputusan impulsifnya, Adam memberanikan diri datang ke toko ini. Tidak ada salahnya mencoba hal baru, pikirnya. Hitung-hitung cari pengalaman sebelum memasuki dunia kerja yang sesungguhnya setelah lulus nanti. Lagipula, ia belum punya rencana sama sekali untuk semester depan selain berkutat dengan skripsi yang topiknya saja belum ia tentukan.

Suara gemerincing bel menyambut Adam tepat saat ia membuka pintu toko. Ia sedikit terkejut saat melihat bagian dalam toko yang sangat berbeda dari yang ia bayangkan. Adam mengira akan masuk ke dunia fantasi penuh warna dengan mural karakter-karakter kartun yang tergambar di dinding. Namun, yang ia lihat sejauh mata memandang hanyalah perpaduan warna cokelat dari rak kayu dan cahaya kekuningan dari lampu gantung bergaya klasik. Nuansa toko ini sangat kuno, seolah Adam baru saja memasuki lorong waktu dan dibawa ke masa lalu.

Adam mundur beberapa langkah sementara tangannya masih menggenggam gagang pintu. Saat kakinya sudah berada di luar toko, ia mendongak untuk melihat papan nama toko yang terpampang di atas pintu, memastikan ia tidak salah masuk. Dreams Toy. Seperti itu tulisan yang tertera di sana. Pandangan mata Adam kemudian turun ke arah pintu toko di hadapannya. Ada tulisan yang terukir dan menyembul dari lapisan kayu. One miracle to make your dreams come true. Mungkin konsep tokonya memang sengaja dibuat vintage, pikir Adam. Ia pun kembali masuk ke dalam toko.

Dibandingkan toko mainan, desain interior toko ini lebih mirip perpustakaan tua. Rak-rak kayu setinggi dua meter berjejer membentuk tiga lorong yang memanjang ke belakang. Di sebelah kanan terdapat rak berisi boneka-boneka lucu dengan berbagai macam karakter. Sedangkan di sebelah kiri terdapat aneka robot, figur karakter superhero, mobil-mobilan dan jenis mainan yang lebih maskulin. Adam langsung mengerti bahwa fungsi lorong ini adalah untuk membagi area mainan anak perempuan dan laki-laki. Sementara lorong tengah yang sejajar dengan pintu masuk diisi dengan mainan yang lebih general seperti puzzle, lego, permainan papan, atau perlengkapan dokter-dokteran.

Adam menoleh ke meja kasir yang berada di sebelah kanan pintu masuk. Tidak ada siapa-siapa di sana. Baru saja ia memikirkan harus menemui siapa di toko ini, sebuah suara terdengar dari arah lorong.

“Cari apa, Kak?”

Seorang pemuda jangkung dengan postur tegap berjalan menghampiri Adam. Ia mengenakan kemeja kotak-kotak dan celana jeans yang sedikit robek di bagian lutut. Badannya tidak gemuk, tidak juga terlalu kurus, pakaian yang ia kenakan terlihat pas di tubuhnya yang padat berisi. Satu-satunya hal yang tidak pas dengannya adalah bando berbentuk telinga Mickey Mouse yang ia kenakan untuk menghalau rambut gondrong sebahunya.

“Cari.. kerja?” jawab Adam sedikit ragu.

Pemuda Mickey Mouse itu menatap heran sejenak, setelah tersadar sesuatu ia kemudian menimpali. “Oh, kertas yang di depan itu ya. Toko ini emang lagi butuh karyawan sih. Kakaknya mau melamar?”

“I..ya, melamar kerja,” ucap Adam memperjelas kalimat yang dirasanya ambigu.

“Iyalah, masa melamar saya, hahaha.” Si Mickey Mouse menepuk lengan Adam sambil tertawa renyah. “Gini-gini saya masih suka cewek loh ya!”

Adam meringis, setengah memaksakan tertawa, setengah merasa sakit. Asem, kenceng juga pukulannya.

“Ya udah, kamu ke belakang dulu aja, nanti ketemu owner di sana,” pinta pemuda itu sambil menunjuk ke arah lorong.

Adam mengikuti arahan Mickey Mouse dan mulai menyusuri lorong yang ada di tengah. Sembari berjalan, ia memperhatikan rak-rak yang ia lewati. Warna-warni dari mainan yang terpajang di sana setidaknya membuat ruangan ini lebih hidup. Jika bukan karena mainan-mainan itu, Adam ragu apakah anak-anak akan betah berada dalam toko yang remang-remang ini.

Toko MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang