Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Ini seperti mimpi."
Yechan menoleh ke asal suara. Memperhatikan sang empu yang berbicara sambil tersenyum menatap langit cerah sore itu.
Mereka saling menatap sekarang. Tak ada senyuman dibibir Yechan.
"Yechan gimana kalo aku gak bisa sembuh? Dan hari ini adalah jalan-jalan terakhir ku?"
Yechan meremas jemarinya, ia memilih diam namun tetap menatap lekat.
"Lupakan aku cuma ngelantur. Orang-orang bilang kalo udah mulai ngelantur tandanya...umurnya gak lama lagi."
"Jaehan!"
"Maaf.. "
Tak ingin lagi menatap kekasihnya yang sudah tak tahan akan ucapannya, Jaehan kembali menengadahkan wajahnya kearah langit. Semilir angin menerpa wajah pucatnya. Ia menikmatinya dengan memejamkan mata.
Namun, meski tertutup sekalipun mata tak pernah berbohong. Air mata menetes dikedua sudut matanya.
Yechan menarik nafas melihat itu. Kenapa sesak sekali.
***
Tak ada yang bisa menjamin Jaehan akan membuka matanya. Hanya perasaan pesimis yang hinggap pada mereka yang melihat kondisinya saat ini.
Bahkan mengangkat jarinya pun kini ia sudah tak mampu.
Matanya tertutup rapat, bersamaan dengan itu berbagai selang penyangga kehidupan menempel di dada serta hidungnya.
Bisakah ia kembali membuka matanya?
Jika boleh egois semua doa yang mengelilinginya saat ini hanya memintanya untuk membuka mata, tetapi apakah sesulit itu Jaehan?!
Ia tak lagi membuka matanya sejak ia menatap langit sore yang indah bersama Yechan kala itu.
Ia bahkan tak mendengar jeritan pilu kekasihnya saat mengetahui ia kehilangan kesadarannya, dan tak pernah bangun setelahnya, hingga detik ini.
"Aku disini Jaehan, sampe kamu buka mata aku akan terus di samping kamu."
"...... "
"Kembali sayang. Denger suara aku, jangan pergi.... Hiks"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
