Satu

145 24 6
                                    

Setelah susah payah mengangkut dan menggendong sang putri tidur dari taman di sebelah TK ke rumahnya di saat hujan deras. Pemuda berjas hujan itu segera masak air untuk ia mandi karena tidak ada pemanas di rumah kecilnya ini.

Setelah airnya mendidih, ia bergegas menggunakannya untuk menyeduh kopi luwak. Duh, tentu saja menggunakannya untuk mandi. Ia harus menjaga kesehatannya dengan mandi air hangat agar bisa terus bekerja dan mengumpulkan pundi-pundi uang untuk naik haji.

What?

Yang benar, Ia harus mengumpulkan uang agar bisa melanjutkan kuliahnya yang sempat tertunda karena faktor ekonomi.

Setelah selesai mandi, pemuda yang tak lagi berjas hujan itu mendekati sang putri tidur dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

"Bajunya basah, tapi tidak sopan jika aku yang mengganti pakaiannya, 'kan?" tanyanya pada diri sendiri.

Menggaruk kepalanya yang memang gatal, pemuda dengan alis tebal yang kebingungan itu pun hanya bisa mengambil handuk baru untuk mengelap permukaan kulit sang putri tidur yang basah.

Setelah selesai, ia memutuskan untuk memasak bubur dan membuat minuman jahe hangat. Saat si pemuda itu sibuk mengaduk bubur, sang putri tidur pun terbangun dengan raut penuh kebingungan yang kemudian berubah menjadi kepanikan.

"Dimana ini? Dimana aku? Tempat apa ini? Jelek sekali! Apa aku di culik oleh kurcaci? Apa aku mendadak terjebak di putri salju universe?" panik Xiao Zhan.

"Ranjangnya keras sekali! Ini kasur apa semen? Bantalnya juga bau apek, hoekk! Tempat apa ini sebenarnya?"

Mendengar suara gaduh itu, sang pemuda yang semula sibuk mengaduk semen---mengaduk bubur dengan tergesa menghampiri sang putri tidur.

"Ah, kau sudah bangun rupanya," ujarnya gugup, menggosokkan tangannya pada kantong apron yang dikenakannya.

Xiao Zhan yang melihat sosok pemuda bercelemek hijau itu langsung terdiam membatu.

"Apa kau merasa pusing?" tanya sang pemuda lagi.

Xiao Zhan menggelengkan kepalanya dengan cepat lalu kembali menatap pemuda tampan bercelemek di depannya.

'Tampan..' batinnya mengagumi sosok pangeran di depannya.

"K-kau, apa kau pangeranku?" tanya Xiao Zhan malu-malu dengan pipi bersemu merah jambu.

Sang pemuda mengernyitkan dahinya. "Pangeran?"

"Lalu? Kau tidak terlihat seperti kurcaci sih..." ujar Xiao Zhan.

Pemuda tampan itu menukikkan alis tebalnya. "Kurcaci itu pendek, sedangkan aku tinggi," ujarnya.

"Ah! Benar, 'kan? Berarti kau pangeranku! Apa kau menjemputku karena khawatir? Tapi kenapa kau membawaku ke gubuk derita seperti ini?" tanya Xiao Zhan dengan cerewet.

"Ha? Gubuk derita? Ini rumahku! Sekalipun kau bidadari ataupun putri tidur, bukan berarti kau bisa berkata seperti itu tentang rumahku!" kesal sang pemuda.

"Asal kau tahu, aku membeli rumah ini secara cash saat berusia 18 tahun!" Matanya yang tajam menatap Xiao Zhan yang kemudian berjengit mundur karena takut.

"A-aku, aku kan.. Aku cuma..."

Krucukkkk kruucukk

Xiao Zhan melirik takut-takut pada pemuda tampan  beralis tebal di depannya. Mata besarnya berair dan memerah seakan bisa meneteskan air mata kapan saja.

"Aku lapar, boleh minta makanan?" tanya Xiao Zhan takut, namun perutnya yang sedari tadi keroncongan mengalahkan rasa takutnya.

'Minta? Beli lah!' batin sang pemilik gubuk derita menatap Xiao Zhan miris. Pemuda itu menghela napasnya. Biarpun sempat kesal, tapi siapa yang bisa marah berlama-lama pada sosok cantik basah kuyup seperti Xiao Zhan?

The Runaway PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang