Kau akan segera mati ditanganku karena telah membuat hidupku menderita -Haven Pandleton.
Polisi kota membaca surat itu sembari berkacak pinggang. Sesekali melirik pada dua orang yang datang ke kantornya dengan heboh beberapa saat lalu. Dia mengernyit dan menggeleng penuh arti membaca ulang kalimat itu untuk yang kesekian kali.
Otto merasa aneh didominasi rasa malu yang tinggi, entahlah karena mungkin ia mengira Tabitha berbuat iseng meski belum menginjak bulan april. Setelah hampir pingsan di toko buku dan membuat sedikit kericuhan, akhirnya acara dibubarkan secara mendadak. Tabitha tiba-tiba memaksa Otto untuk segera pergi menemui polisi. Tentu saja Otto terkejut bukan main, dia berusaha menenangkan Tabitha dengan cara apapun yang ia bisa namun tidak berbuah apapun. Otto disodorkan surat itu, surat yang membuat Tabitha tidak berhenti menggigit kukunya hingga sekarang. Tapi, bukannya merespons dengan cara yang sama, Otto malah merasa aneh dengan surat itu.
Sekedar pengingat, Tabitha pernah melakukan hal serupa. Ia membuat surat kecil yang ditulis olehnya sendiri dan memasukkan atau menyelipkan nya pada tas orang lain hanya untuk mengetahui apakah mereka membaca buku karya Tabitha. Ia akan menulis kalimat salah satu tokoh dalam bukunya. Jika orang yang membacanya hanya acuh, itu berarti mereka sudah membaca buku Tabitha karena mengenali salah satu dialog. Namun, Jika mereka datang ke polisi dan mengadu diteror, Tabitha akan muncul dengan wajah tanpa dosa sembari menawarkan bukunya. Masalah selesai dengan raut tidak bersahabat yang dilayangkan oleh polisi. Tabitha terlalu nekat, karena itulah dia tahu jika ada orang penting yang membaca bukunya.
"Aku ingat ciri-ciri orang yang menulis surat itu. Dia tinggi, rautnya selalu terlihat marah, rambutnya berwarna sedikit coklat, ada tahi lalat di mata kiri nya. Aku yakin dia orang miskin, bajunya banyak ditambal dan lusuh sekali." bibir Tabitha bergetar. Ia berbicara sangat cepat dalam kekalutan.
"Nona pikir kami akan mempercayai nya?"
Mata Tabitha yang semula menatap lantai dengan liar lantas mendongak kearah polisi berkumis itu. Pandangan polisi itu seolah menganggap remeh apa yang Tabitha katakan dan Tabitha sangat tidak menyukai tatapan itu.
"Maksud anda apa?" Oktaf suara Tabitha meninggi, membuat Otto dibelakangnya mulai bergerak gelisah. Jika sampai Tabitha nekat melawan seorang polisi, itu akan semakin berbahaya.
"Bukankah ini trik yang sama untuk mengetahui apakah kami membaca buku anda, Nona?" Kata polisi itu, kemudian memanggil salah satu bawahannya untuk mendekat dan memberikan buku yang Tabitha kenali adalah karyanya, "dengar, kami, jujur saja membaca buku karya anda dan saya akui isinya sangat bagus sehingga saya bisa membacanya ribuan kali, Nona. Tapi, sayangnya kalimat itu persis yang terjadi di salah satu halaman, 136, jika aku tidak salah."
Polisi itu menyodorkan halaman yang tertera, menahannya dengan tangannya sehingga Tabitha bisa membacanya secara jelas. Bahkan kalimat itu sudah dilingkari dengan garis merah. Tabitha dibuat kehabisan kata-kata, mulutnya terbuka dengan bibir berkedut. Ia ingin membantah lagi namun tidak memiliki kata yang tepat.
"Aku bersumpah tidak menggunakan lagi trik itu, ini benar-benar teror yang terjadi padaku!"
"Nona Starling, nama Haven Pandleton tidak terdaftar dalam penduduk di kota ini. Ya, saya sampai menyuruh rekan saya melakukan pekerjaan yang membuang waktu ini supaya anda segera pergi." Polisi itu mengatakan dengan nada amat tenang yang sayangnya semakin membuat Tabitha naik darah.
"Bagaimana jika itu adalah orang lain dan dia bersembunyi menggunakan nama salah satu tokohku? Bagaimana jika orang itu memang benar ingin membunuhku? Lalu aku mati akibat ketidakbecusan kalian," cerca Tabitha. Otto mulai panas dingin mendengarnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐡𝐞 𝐔𝐧𝐭𝐨𝐥𝐝 𝐏𝐚𝐠𝐞𝐬
FantasyPenderitaan Haven seperti tiada habisnya. Seolah dia tidak akan pernah menemukan kebahagiaan dalam hidupnya. Hingga pada suatu waktu, Haven ditampar oleh sebuah kebenaran yang sulit diterima oleh akal sehat. Dia tidak senyata air tapi juga tidak sem...