TUP 3 ; A Letter For Ms. Starling

12 1 0
                                    

Haven berubah liar. Dadanya naik turun tidak tenang. Pria itu seperti kesetanan dengan sengaja menjatuhkan segala barang diatas meja. Benda beling yang jatuh lantas pecah berserakan dilantai mengenai kakinya. Haven tidak menghiraukan nya sama sekali. Dadanya seperti akan meledakkan segala amarah. Dia bahkan sudah tidak peduli tetangga sebelah yang meraung protes kepadanya. Haven memilih pulang dengan pikiran berkecamuk. Yang ada setelahnya ia malah membumbung segala emosi.

Maafkan Haven, Haven akan menurut kepada ayah dan ibu.

Tolong jangan pukul Haven.

Sorot Haven membara memerah. Rahangnya mengeras dengan gigi bergeretak. Tangannya membentuk kepalan kuat dan tak segan memukul cermin menggantung di dinding. Darah menetes dari buku-buku jemarinya namun Haven masih bisa melihat pantulannya yang tidak rata di sisa cermin itu. Bekas luka jelek di lehernya. Itu seharusnya tidak pernah ada disana.

Suara-suara cambukan sabuk berdenging di telinganya, mereka nampak sangat nyata seolah itu terjadi baru kemarin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Suara-suara cambukan sabuk berdenging di telinganya, mereka nampak sangat nyata seolah itu terjadi baru kemarin. Haven meringis, rasa sakit yang ditorehkan meninggalkan trauma yang begitu berat. Erangannya dan wajah bengis itu tercetak jelas ketika Haven menutup mata, bahkan mereka tidak pernah absen untuk hadir di mimpinya setiap malam. Tidak mungkin semua ini hanyalah bagian dari sebuah imajinasi bodoh.

Penderitaan Haven ini, segalanya seharusnya tidak ada. Kehidupan keras yang dialami Haven selama ini ... kehidupan yang tidak pernah adil bagi dirinya. Dunia yang tidak pernah berpihak sedikit pun padanya. Haven sibuk menyalahkan Tuhan setiap detik akan kesialan yang dia alami. Dia tidak pernah merasakan sedapnya makanan yang layak, tempat nyaman untuk tidur, dan pikiran yang tenang sedetik saja. Kebahagiaan, singkatnya. Haven tidak memilikinya barang sedikitpun dalam kisah hidupnya. Karena Haven memang tidak ditulis untuk merasakan ketenangan.

Sekarang Haven telah tahu, Tuhan tidak mungkin menyiksa nya seburuk ini. Hal yang sulit untuk masuk kedalam akal sehatnya ini. Segala hal yang rumit dan runyam, membuat kepalanya sakit setengah mati. Haven rasanya ingin merontokkan setiap helai rambutnya.

Haven tidak senyata itu. Dia hidup namun dalam kadar yang semu. Dia terlihat tapi disisi yang sama ia juga kabur diantara kabut. Bahkan udara tipis lebih nyata daripada Haven. Haven hanyalah manusia fiktif.

Haven masih terengah-engah, sekujur tubuhnya dipenuhi keringat dan aura gelap yang menguar. Haven yang mungkin sudah setengah tidak waras ini dengan lempeng melewati berbagai pecahan kaca dilantai. Darahnya meliputi jejak yang dia buat, Haven memungut buku yang dia temukan. Buku yang menampilkan sebuah goresan ganda tangan dan namanya. Buku petaka yang menghantarkannya menuju kegilaan.

Bait kata menyedihkan yang ditorehkan disana membentuk sebuah kisah tragis seorang pria bernama Haven. Pria itu--Haven yang sama. Seolah buku itu adalah jurnal sehari-hari yang ditulisnya dengan kalimat puitis menjijikkan. Segala pemikirannya ada disana. Apa yang dia lakukan setiap hari dan luka yang Haven dapat, semuanya ada disana. Dan itu semua adalah hasil karangan seorang wanita bodoh--Tabitha Starling sialan.

𝐓𝐡𝐞 𝐔𝐧𝐭𝐨𝐥𝐝 𝐏𝐚𝐠𝐞𝐬 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang