Bab 11 : Yaya's Teori

267 36 5
                                    

Dalam perjalanan ke sekolah. Aku menghela napas penuh rasa lelah. Jalanku terasa lambat, namun kupaksakan untuk berjalan lebih cepat.

Cahaya matahari pagi ini terasa membakar kulit. Aku sibuk berjalan mendekati bayangan pohon-pohon agar terhindar dari sengatan matahari hari ini.

Selagi merapati jalan di depan yang kini tanpa dihadiri pepohononan. Membuatku menghela napas panjang lagi karena harus merasakan panas yang menusuk.

Baru berjalan satu langkah, seseorang menyodorkan payung dan membuatku tidak merasa panas.

Saat aku menoleh ke samping, tampak Thorn tengah memegang payung itu sambil tersenyum.

"Panas banget ya, kita sama-sama saja ke sekolahnya," ajak Thorn.

Aku mendengkus sejenak. Lucu rasanya ketika tidak hujan namun malah memakai payung berdua. Sekarang kami berdua malah ditatapi orang-orang, namun Thorn tampak tak peduli.

Kami berdua mulai berjalan beriringan menuju sekolah. Sesekali Thorn bersenandung kecil. Beruntung dia tak terlalu frustasi akan keadaan Solar.

Mungkin saja keadaan memaksanya untuk tetap waras. Sama sepertiku.

Tiba-tiba saja terbesit di kepalaku untuk bertanya.

"Thorn," panggilku. Ia menyahut, melirik dengan manik zamrudnya yang sehijau daun.

"Ice itu ... sifatnya seperti apa?"

Thorn tampak sedikit tertegun. Bukannya menjawab, ia justru bertanya balik. "Kenapa memangnya, ada sesuatu yang terjadi?"

Dari raut wajahnya, aku bisa menerka jika pemuda hijau ini tengah menyembunyikan sesuatu. Ia berkali-kali menghindari tatapan mataku. Dan pula tersenyum kikuk saat aku tak kunjung menjawab.

"Em, Halilintar?" panggilnya.

"Aku hanya ingin tahu."

Sekolah sudah tampak di depan mata. Namun terik matahari tak kunjung reda. Membuat rasa panas yang justru bertambah saat Thorn berpikir lama untuk menjawab sebuah pertanyaan kecil.

"Orangnya suka tidur dan malas," jawab Thorn setelah aku menunggu jawabannya bermenit-menit yang lalu.

Tak puas dengan jawabannya, aku hanya mendengkus. Lalu berjalan lebih cepat darinya untuk sampai ke gerbang sekolah.

Tidak ada apapun yang ingin kutanyakan padanya lagi. Aku pun tak menoleh sama sekali saat meninggalkannya. Dan Thorn tidak pula meneriakkan namaku.

Mungkin tidak harusnya aku bersikap semena-mena pada teman sekelas yang harusnya jadi sekutu yang kuat. Tetapi melihat Thorn yang seolah sedang menyembunyikan sesuatu, membuatku mau tak mau harus turut waspada dengan semua tingkahnya.

Kematian Ying, Frostfire, Gempa dan Supra. Serta Solar yang sedang koma.

Kenapa dari kelima target. Hanya Solar yang koma?

Apa benar sang pelaku melarikan diri hanya karena aku datang. Kenapa dia begitu pengecut? Sedangkan dirinya berani menghadapi Gempa yang datang seorang diri untuk menggantikan kematian Taufan.

Apa Thorn--

"Halilintar!"

Aku tersentak kaget. Saat kutoleh ke kiri, rupanya ada Yaya yang menatap heran pula ke arahku.

"Kau melamun, aku memanggilmu dari tadi."

Aku menggaruk kepalaku meski tidak terasa gatal. Lantas berujar, "Ah, sorry. Ga fokus."

Tatapan Yaya jadi agak teduh. "Kamu gapapa?"

"Ya."

Gadis itu malah berjalan di sisi kiriku. Sehingga kami berjalan beriringan.

『 Run Or Die 』BoBoiBoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang