01. Datang dan Pergi

164 8 3
                                    

Setiap orang datang dan pergi laksana detik jam yang terus berdetak berganti menit membentuk jam lalu berganti hari. Gery, pria 30 tahun itu mendekap putra kembarnya menunggu dokter yang belum kunjung keluar hingga tangisan bayi menggema subuh itu, mengirimkan angin segar ke dalam hatinya yang gersang.

"Adeknya Abang sama kakak udah lahir, nak." Ucapnya yang disambut anggukan senang dari kedua putranya. "Mulai sekarang Abang tugasnya bertambah untuk jagain adek-adeknya dan kakak harus jadi penengah ya buat Abang dan adeknya." Nasehatnya.

"Ok, Papa." Jawab kedua anak laki-laki berusia 5 tahun itu.

"Pinter anak Papa." Puji Gery mengelus surai lebat kedua putranya.

Gery menikah diusia muda dengan seorang gadis cantik bernama Jingga kini ia dan wanita cantiknya sudah di karunia 3 orang anak. 2 putra pertamanya kembar yang ia beri nama Birukara Alfarellza untuk Abang si sulung dan Awantara Alfarellza untuk kakak putra keduanya. Hari ini Jingga juga melahirkan seorang bayi kecil yang belum ia ketahui seorang putra atau putri.

"Keluarga Ibu Jingga!"

Decit pintu yang terbuka serta suara panggilan Dokter itu menyadarkan Gery dari lamunannya. Pria itu segera beranjak dari duduknya, menghampiri dokter.

"Bagaimana istri dan anak saya, Dok?" Tanyanya antusias.

"Anak bapak laki-laki hanya saja kami mohon maaf keadaannya begitu lemah hingga kami harus memasukannya ke incubator sampai putra bapak stabil." Jelas Sang dokter menimbulkan retakan parah di hati Gery. "Dan istri bapak-"

"Istri saya kenapa?" Potong Gery cemas. Pria itu mengenggam kedua tangan erat, melampiaskan perasaan campur aduk yang membuat dadanya sesak.

"Ibu Jingga menderita talasemia membuat kadar darah dalam tubuhnya menurun drastis, kami sudah mengupayakan semaksimal kami tapi Ibu Jingga menolak tindakan lebih jauh sampai persalinan selesai. Kami mohon maaf, Pak. Saat ini yang dapat saya sarankan hanya keluarga terus ada di samping Ibu Jingga."

Dan hati yang retak itu akhirnya hancur, melebur dalam luka yang tak dapat Gery jabarkan. Beberapa menit lalu ia begitu bahagia mendengar tangis pertama putranya, dia begitu bahagia menyambut bayi kecil itu lahir ke dunia yang fana tapi kini hatinya patah, istrinya, cantiknya, satu-satunya wanita yang ia cintai di dunia berada di antara hidup dan mati.

Sungguh, Gery belum siap kehilangan.

Gery menerobos masuk, menghampiri istrinya yang terbaring lemah di atas pesakitan dengan infus juga tranfusi set terpasang pada lengan istrinya. Gery meraih jemari Jingga yang terbebas dari infusan dan menggenggamnya, mendaratkan kecupan sayang di sana.

"Sayang.." Panggilnya membuat Jingga yang sejak tadi memejam membuka matanya, memperlihatkan mata cantik berwarna hazelnut itu.

"Mas..." Sahut Jingga lemas membalas genggaman Gery di tangannya.

"Tolong bertahan untuk aku, untuk anak-anak. Ayo berjuang lagi sampai akhir." Ujar Gery yang hanya dibalas senyum kecil oleh Jingga.

"Mas, Anak-anak mana?" Tanya Jingga hanya untuk disambut panggilan pelan dari dua bocah tampan di depan pintu.

"Mama!"

"Heii, anak Mama sini sayang!" Panggil Jingga membuat Biru dan Awan segera berlari menghampiri kedua orang tuanya.

Gery meraih Biru dan mendudukkannya di atas ranjang di sisi Jingga sedangkan dia menggendong Awan agar kedua putranya dapat melihat Mama mereka.

"Mama, Abang udah punya adik lagi" Ucap Biru menatap Jingga dengan mata kecilnya.

"Akak punya adek Sekalang." Sahut Awan tidak mau kalah.

Meski kembar Biru memang jauh lebih lancar bicara dari Awan yang masih cadel pada beberapa huruf.

Mendekap LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang