7

115 4 0
                                    

"Yang mana rumahnya, sudah jangan menangis," ujar Affan sambil melirik pada Raihanah yang menangis sejak masuk ke dalam mobil.

"Lurus Mas, di ujung dekat sawah," jawab Raihanah dengan menahan isakannya.

Affan pun mengerti, ia terus mengendarai mobilnya dengan sedikit lebih kencang. Sampai, alat transportasi itu pun berhenti di halaman sebuah rumah kayu yang dipadukan dengan dinding anyaman bambu bercat putih yang sudah terlihat mengelupas di beberapa bagian. Ada beberapa ibu-ibu yang berdiri di teras dan tampak heran melihat ke arah mobilnya.

Affan kemudian menoleh ke arah Raihanah yang baru saja membuka pintu mobil dan gadis itu langsung berlari menuju rumahnya. Affan pun segera ikut turun setelah ia mengambil tas dokternya.

"Siapa dia, wah dokternya tampan sekali."

Itu yang Affan dengar dari bisikan para ibu-ibu di terar rumah Raihanah yang sudah rusak semennya.

"Permisi," ucap Affan dengan ramah pada ibu-ibu di depannya.

"Wah, dokternya ganteng banget, dinas di Puskesmas mana ya Dok? Mau dong kalau sakit berobat sama Pak Dokter," jawab salah satu Ibu tetangga Raihanah itu.

"Maaf, di mana kamarnya ibunya Hanah?" tanya Affan.

"Walah kenal sama Ustadzah Hanah rupanya, apa iya Ustadzah Hanah pacaran, gak mungkin," ujar ibu tetangga yang lainnya.

Mendengar itu Affan pun segera masuk ke dalam rumah kayu itu, dia akan mencari sendiri. "Permisi," ucap Affan saat dia masuk ke dalam rumah.

Mata pria itu melihat ke sekelilingnya, ada dua buah kursi dan meja kayu yang memanjang di ruang tamu itu. Sederhana tapi rapi dan bersih.

"Bu ...."

Affan menoleh dan segera menuju sumber suara Raihanah itu, ia masuk lebih ke dalam dan menemukan sebuah kamar di mana ia mendengar suara Raihanah tadi.

"Bu, kenapa ibu bandel, kan sudah Hanah bilang, istirahat," ujar Raihanah.

"Ibu sudah baik-baik saja Hanah," jawab Bu Salamah.

"Tadi Ibu lihat ibumu ngangkat ember isi air ke rumah, katanya mau bantu kamu, kasihan malam-malam nimba air," ujar Bu Tiwi.

"Astagfirullah, kenapa si Ibu susah banget dibilangin," ujar Raihanah.

"Ah," rintih Bu Salamah tiba-tiba.

"Bu," ucap Raihanah cemas saat melihat ibunya tiba-tiba memegang dadanya.

"Permisi," ujar Affan yang langsung diberi ruang oleh Bu Tiwi.

"Hanah, minggir dulu biar saya periksa ibumu," ujar Affan.

Raihanah pun menurut, ia mundur dan memberi ruang pada Dokter Affan untuk memeriksa ruangan ibunya itu yang sempit.

Raihanah terus menangis, melihat dengan khawatir pada Affan yang tengah memeriksa kondisi ibunya.

"Bagaimana Mas?" tanya Raihanah.

"Obatnya mana?" tanya Affan.

Raihanah pun segera mengambil obat ibunya yang ia simpan dalam kantong keresek di laci lemari. "Ini Mas," ujarnya menyerahkan bungkusan obat itu.

"Ambilkan minum, biar saya bantu dia minum obat," ujar Affan.

Raihanah pun menurut, ia langsung keluar dan mengambilkan air untuk ibunya minum obat.

Sementara Affan, dia menggelengkan kepalanya melihat obat yang hanya tersisa satu butir dari keseluruhan empat jenis obat yang harusnya diminum ibunya Raihanah.

Istri Rahasia Mas Dokter DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang