𝟐𝟎 : 𝐆𝐫𝐢𝐞𝐟

682 64 14
                                    

"Lagipula Aku tidak bisa dan tidak ingin berbagi."

Perkataan Albert kini terus terngiang dalam benak Han. Jujur saja, ia merasa bersalah karena sudah menolak pria itu. Bukan bermaksud jahat atau merendahkan, tapi memang ia belum memikirkan itu sebelumnya.

Hatinya yang hendak menerima cinta pria itu, menghilang saat tujuh pria yang telah menjungkir balikkan hidupnya membuatnya kembali merasa nyaman. Hingga akhirnya, ia kini hanya menganggap Albert sebagai Kakaknya.

Rasa tidak mengenakkan pasti ada, tapi mau bagaimana lagi? Ia tidak mencintai pria itu, bahkan ia saja belum mengenal pria itu melebihi ia mengenal tujuh laki-laki yang berhasil memasuki hatinya lagi itu.

Ternyata tanpa ia sadari, ia kembali memprioritaskan ketujuh pria itu seperti dulu. Entah apa yang mereka lakukan, hingga ia bisa menerima itu tanpa penolakan apapun.

Menghembuskan nafas, Han menatap ke luar jendela. Wajahnya memang tampak tenang, tapi tidak dengan pikirannya. Ia mengingat pertemuannya dengan Albert kemarin sore, di mana pria itu datang bersama Kakaknya.

Pria itu datang tiba-tiba, membuatnya terkejut, apalagi ia tidak berandai-andai sebelumnya. Hal yang lebih mengejutkan lagi, pria itu melamarnya, berakhir dengan ia tolak karena belum memikirkan apapun perihal itu.

Apakah ia jahat? Huh, entahlah.

Tapi dengan perkataan itu, Albert secara tidak langsung berkata menyerah bukan? Pria itu bahkan langsung kembali ke Negaranya. Ingin menghubungi, tapi pria itu sudah memblokir segala aksesnya.

Melihat sorot kecewa di mata yang biasanya menyorot penuh cinta itu, ia merasa hatinya terhantam. Rasa malu mulai terasa, merasa tidak tahu diri karena menolak pria sebaik Albert.

Tapi, ia yang kotor ini tidak pantas untuk orang seperti Albert 'kan? Albert berhak mendapatkan yang jauh segalanya darinya. Hahh, selain merelakan dan mencoba melupakan, ia tidak bisa melakukan apapun lagi.

"Jangan melamun, Han."

Tersentak, Han menolehkan kepalanya pada ambang pintu kamar. Chris, pria itu menyunggingkan senyum dan berjalan masuk menuju ke arahnya yang duduk di pinggiran ranjang.

"Apa yang Kau pikirkan hm?."

"Bukan apapun."

"Hm?."

"Something."

Mengerti, Chris tersenyum menanggapinya. Tangannya kemudian menggenggam tangan milik Han, pria itu menatap manik Han yang kini balik menatapnya. "Jangan terlalu dipikirkan." Chris berujar menenangkan.

"Ya." Han menyahut, bibirnya menyunggingkan senyum sebelum kemudian memutuskan kontak mata.

Pagi ini, ia akan pergi menghadiri prosesi pemakaman Park Ae-Ri, Istri dari Felix. Tadi malam, Felix memberitahukan kabar duka ini padanya. Ia tentu terkejut, ia tidak menyangka perempuan itu berpulang secepat ini.

Tidak ada angin, tidak ada hujan, kabar ini datang tanpa ada apapun sebelumnya. Wanita itu ditemukan dalam keadaan sudah tidak bernyawa oleh petugas yang Felix perintah untuk membersihkan rumahnya.

Untuk jelasnya, ia belum tahu, dan akan ia tanyakan nanti pada pria itu.

"Ayo Kita berangkat, Jeongin sudah menunggu di depan."

Mereka bangkit dan berjalan keluar kamar beriringan. Hingga saat sampai di luar rumah, mereka melihat Jeongin yang sudah menunggu di dalam mobil dengan wajah dinginnya.

"Ayo, Han." Suara Jeongin menginterupsi dingin, membuat Han mempercepat kegiatannya yang tengah mengunci pintu rumah.

-

𝗛𝗮𝗽𝗽𝗶𝗻𝗲𝘀𝘀 | Han Ji-Sung Harem [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang