PART 7

15.5K 59 1
                                    

Aku dan Kak Salma duduk di ruang tunggu sebuah rumah sakit swasta yang berada di pusat kota. Sebagaimana saran Om Zaidan, aku akhirnya mau melakukan proses visum. Namun begitu, perasaanku gamang untuk tetap melanjutkan peristiwa percobaan pemerkosaan yang dilakukan oleh Mas Ramdan ke proses hukum. Aku malu jika kejadian beberapa jam lalu itu diketahui oleh orang banyak, apalagi jika sampai terdengar di telinga kedua orang tuaku.

"Han, kamu jangan suka gampangin masalah kayak gini. Kalo kamu nggak mau kasus ini dilanjutin ke proses hukum, bajingan itu akan ngulangin lagi perbuatannya ke cewek lain." Ujar Kak Salma dengan raut wajah kesal.

"Aku tau Kak, tapi tolong ngerti, aku nggak siap dengan proses panjangnya kalo kasus ini berlanjut ke persidangan. Aku juga nggak mau karena terblow upnya kasus ini, kedua orang tuaku tau. Aku malu Kak..." Air mata kembali menetesi pipiku.

Kak Salma yang awalnya terlihat kesal langsung memelukku. Aku belum benar-benar pulih dari rasa trauma atas perilaku cabul Mas Ramdan. Pria yang awalnya begitu baik kepadaku tiba-tiba berubah perangainya hanya karena aku tak mau menjadikannya sebagai seorang kekasih. Perasaan takut, malu, sekaligus benci berkecamuk dalam dadaku dan hanya aku bisa luapkan dengan derai air mata.

"Baiklah kalau itu keputusanmu Han, aku akan menurutinya. Kita hentikan kasus ini sampai di sini saja. Aku akan mencabut proses laporannya di kantor polisi." Ujar Kak Salma sembari mengelus kepalaku yang tertutup kain hijab.

"Terima kasih kak..." Jawabku sambil terisak.

"Sudah jangan sedih lagi, aku selalu ada untukmu Han."

Setelah hasil visum keluar, Kak Salma kembali mengantarku ke kos. Awalnya dia bersikeras agar dalam beberapa hari ini aku mau tinggal bersamanya di apartemen tapi aku menolaknya dengan halus. Aku tidak ingin rasa traumaku justru membuatku terpenjara dalam ketakutan berlebih, aku harus berani melawannya, melawan segala rasa takut akibat perbuatan Mas Ramdan.

Sesampainya di kos, Om Zaidan sudah menunggu di dekat pintu pagar. Pria berbadan tegap itu mengucapkan permintaan maaf pada Kak Salma karena lalai memberi keamanan padaku, meskipun begitu aku tetap saja mengucapkan banyak terima kasih pada Om Zaidan karena kalau saja dia tak datang menyelamatkanku, mungkin saja nasib lebih buruk akan menimpaku. 

***

Meskipun aku tak berniat melanjutkan permasalahan yang membelitku karena tingkah bejat Mas Ramdan ke proses hukum, nyatanya kabar itu menyebar begitu cepat di lingkungan kampus dan memberi dampak domino yang semakali tak pernah terpikirkan olehku. Beberapa mahasiswi lain mulai ikut bersuara lewat media sosial, mereka ikut membongkar segala macam tingkah buruk Mas Ramdan yang selama ini tersimpan rapi.

Pria yang awalnya aku kenal sebagai seorang kakak tingkat yang baik rupanya adalah seorang predator seksual berbahaya. Korban kebiadaban Mas Ramdan ternyata bukan hanya aku seorang, namun banyak mahasiswi lain yang berhasil dia jadikan pemuas birahi. Bukti chatt hingga dengan beberapa foto serta video mesum yang di share oleh beberapa korban Mas Ramdan jadi alat kuat untuk menjebloskan pria brengsek itu ke dalam jeruji besi.

Karena hal itulah, pihak kampus akhirnya memberi sanksi tegas pada Mas Ramdan dengan mengeluarkannya secara tidak hormat. Pihak kepolisian pun bertindak lebih cepat, meskipun laporanku tak jadi diproses namun lewat lembaga bantuan hukum tempat kerja Kak Salma, mengakomodir laporan dari korban-korban Mas Ramdan yang lain agar diteruskan ke proses hukum.

Viralnya berita pelecehan seksual yang dilakukan oleh Mas Ramdan ini membawa konsekuensi besar padaku. Hingga di suatu siang saat aku baru pulang dari kampus aku mendapati Mas Abram, kakak priaku satu-satunya sudah berdiri di depan pintu kamar kosku dengan tatapan dingin nyaris tanpa ekspresi. Entah dari mana kakak priaku itu bisa mendapatkan alamat kosku.

PAK KOSKU DUDA KERENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang