ᯓ★ 𝖱𝗎𝗆𝖺𝗁 : 𝖡𝖺𝗀𝗂𝖺𝗇 020

1.1K 184 16
                                    

꒰꒰  ❛ ❏ 𝖧𝖺𝗉𝗉𝗒 𝖱𝖾𝖺𝖽𝗂𝗇𝗀 ¡!~ ⌒⌒

Satu dialog sang bibi beberapa saat yang lalu terus menerus terulang. Malam yang seharusnya waktu dimana ia tidur, ia tiba-tiba disuruh untuk pergi ke rumah sakit. Alisha, wanita yang menjadi calon ibu tirinya itu tengah dirawat dan ingin berbicara empat mata dengan dirinya saat ini juga.

Ia benar-benar tak menyangka jika wanita itu menderita penyakit yang membuat nyawanya tak dapat bertahan lebih lama lagi.

"Kak, bisa cepetan lagi?" pinta (Name) kepada Harris yang mengemudikan motor. Entah kenapa ia takut sekarang.

"Pegangan," suruh Harris.

(Name) tanpa banyak bicara melingkarkan kedua tangannya pada pinggang Harris. Dan saat itu, motor yang tumpangi mereka melaju dengan cepat menuju rumah sakit.

Saat sampai di area rumah sakit, (Name) buru-buru turun dan berlari menuju ruangan yang sudah diberi tahu oleh Bibi. Langkahnya begitu tergesa-gesa bahkan hingga beberapa kali menabrak orang-orang yang berlalu di lorong rumah sakit. Bahkan ia hampir beberapa kali terjatuh.

Dari belakang Harris menyusul.

Hampir sampai di depan ruangan yang menjadi tujuannya, ia terdiam. Pintu ruangan itu tertutup. Dan ia lihat sekitar, tepat di kursi tempat menunggu, ada sang ayah yang menunduk dengan kedua tangannya menyatu di depan. Bibi dan pamannya tengah duduk terdiam.

Ia kini bingung dan memilih untuk duduk dengan jarak satu kursi ia lewati dari tempat bibi dan pamannya duduk. Di sebelahnya, Harris duduk.

"Jangan takut." Harris menenangkan (Name). Ia mengelus lembut bahunya.

(Name) menggeleng pelan. "Aku takut kejadian lagi, kak," ucapnya.

Harris mengelus lagi bajunya. "Harus tenang sekarang. Berdoa, semoga gak kejadian apa-apa," balas Harris dengan lembut.

Lagi (Name) menggeleng. "Tapi—"

Ucapan (Name) terhenti dikala pintu ruangan berderit. Dan beberapa orang bersetelan putih keluar dari ruangan. Hal itu membuat ketiga orang di sebelahnya serempak menoleh ke arahnya. Seakan memerintah agar dirinya masuk ke dalam.

Ia terdiam. Rasa takut masih menghantui dirinya.

Saat itu, hangat menyentuh pundaknya. Lantas ia menoleh, menatap Harris yang tersenyum seakan memberikan ia keyakinan pada dirinya sendiri.

"Ayo, pasti kamu bisa. Kalau nanti ada apa-apa, kamu disini gak sendirian, kok," semangat Harris.

(Name) menundukkan kepalanya. Mengambil nafas perlahan dan menghembuskannya. Kepalanya terangkat dan menatap lurus ke depan. Perlahan ia berdiri dan berjalan mendekat pintu dan membukanya.

Cahaya putih menyeruak, menembus retinanya. (Name) terdiam, lalu menunduk menatap lantai yang memantulkan wajahnya. Tangannya mengepal erat. Kini ia teguhkan hatinya untuk mengobrol empat mata dengan wanita itu.

Kakinya kemudian melangkah mendekat ke arah ranjang tempat dimana wanita itu berada. Ia melihat bagaimana wajah lembut wanita itu yang mini dipasangkan alat pembantu bernafas.

Ia lantas duduk di kursi yang sudah disediakan itu. Laut birunya masih menatap wajah Alisha. Dihatinya, tak muncul rasa benci kepada wanita itu.

"(Name)..." panggil Alisha dengan suara seraknya.

"I-iya?" Entah mengapa suaranya seperti tertahan di tenggorokan.

Hangat menyentuh telapak tangannya. Alisha memegang tangannya dengan elusan lembut ia berikan. Senyum tipis terukir di bibir tipis wanita itu.

𝐑𝐮𝐦𝐚𝐡 : 𝐒𝐨𝐥.𝟒𝐜𝐞 [ 𝐄𝐍𝐃 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang