chapter 9 (pengorbanan)

222 30 4
                                    


"ji-soo ya aku ingin bicara denganmu sebentar."

"ahh eomma aku tidak bisa meninggalkan jennie–"

"tidak apa-apa, pergilah." sahut jennie memberi ijin, membuat tanda dengan tangan agar memberitahu bahwa dia baik-baik saja.

"aku akan segera kembali."

minzy memberi jennie pandangan mencibir bahkan sejak dia muncul depan pintu bersama ji-soo. entah bagaimana jennie tidak suka bagaimana hari ini akan berakhir.

ji-soo diseret entah kemana dibagian rumah yang belum pernah jennie jelajahi. seharusnya dia tidak merasakan perasaan asing menyelimuti disekitarnya saat ini. jika saja bukan karena kesalahan waktu itu mungkin sekarang ini bukan merupakan kunjungan pertamanya,melainkan kedua atau bahkan tak terhitung, tapi kembali lagi kesalahan tersebut merupakan kesalahan yang tidak dia sesali sama sekali untuk beberapa alasan. mungkin alam semesta sudah berkehendak lain pikirnya.

pandangannya mengikuti arah dimana ji-soo menghilang, sebelum mendesah pelan. dia kini ditinggalkan sendirian dimeja makan,ahh tidak! sebenarnya tidak sendiri dia bersama ayah ji-soo namun karena pria paruh baya tersebut hanya diam saja sejak dia hadir sehingga jennie merasa demikian. entah apa yang membuat ahjushi ini bungkam.

ia pun hanya mengamati sekitar ruangan untuk membunuh atmosfir canggung. tak merasa perlu memulai percakapan.

" jisoo sangat suka chikin." suara berat bergumam, yang kontras menembus udara sunyi. jennie berhasil ditarik untuk melihat padanya.

"nee?" jennie berkata bingung, sedikit membulatkan mata. apakah dia akhirnya bisa bicara. "chikin?"

"nee, jisoo penggemar berat chikin." dia terkekeh lembut, seolah baru saja teringat momen yang menggelitik.

jennie hanya mengangguk pelan, berusaha memahami. bukannya dia tidak mengerti kalimat sederhana barusan melainkan hanya heran apakah pria tersebut sungguh ayah ji-soo? bahkan makanan favorit anak satu-satunya saja dia tidak tahu. ji-soo tidak suka chikin, bahkan kadang dia tidak suka memakan daging apapun, mungkin pada akhirnya dia akan jadi vegan pikir jennie.

"begitu yaa." sahut jennie seperlunya. mungkinkah ayah jisoo sudah demensia? itulah kenapa dia hanya diam sejak awal. dia akhirnya paham.

"jadi? kau pacarnya jisoo." itu bukan pertanyaan, melainkan hanya butuh penegasan.

"nee.."

jennie hampir tersedak air liurnya sendiri ketika tiba-tiba saja pria didepannya menatap tegas padanya, tidak seperti sebelumnya yang hanya berbasa basi dan melihat sekilas namun sekarang jennie merasakan kepalanya berlobang. bola kehitaman itu seolah menembusnya.

"lalu kenapa kau disini?"

"oh?" berkedip beberapa kali, kenapa orang tua ini berbisik pikir jennie. "apa maksudnya? aku sudah bilang aku pacarnya ji-soo itulah kenapa aku datang kemari." dia mendelik,, kenapa juga menanyakan sesuatu yang sudah jelas.

"jangan coba-coba mempermainkan putriku." ucapnya penuh tekanan, namun nadanya lemah sehingga hampir luput dipendengaran.

"m-maksudnya?"

drttt....drrttt..

kalimat jennie tertahan ditenggorokkan ketika berniat bertanya lebih lanjut. dia mendesah, melirik pada ponsel milik ji-soo yang baru saja bergetar. hanya pesan pikirnya, dia akan melanjutkan bertanya ketika....

Eun sedang memanggil......

jennie menarik napas panjang, untuk kesekian kali dia diinterupsi oleh ponsel, karena sekarang panggilan dia tidak akan membiarkannya begitu saja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Oh....My BadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang