Leo terbangun saat dering ponsel miliknya berbunyi, keras.
Matanya masih terasa lengket. Dia berusaha keras untuk membukanya. Dari pandangan yang berkabut, ada nama ibu di dalam layar ponselnya.
"Hallo ibu.... "
"Kamu benar-benar bajingan kecil. Aku dan ayahku khawatir sepanjang hari karena tidak menerima kabar apapun darimu. Jika panggilan Jinny tidak masuk tepat pada waktunya, aku dan ayahmu pasti sekarang sudah di salah satu pesawat yang terbang ke Korea."
Telinga Leo berdenging mendengar keluhannya ibunya. "Ibu, ini kelalaian ku. Bagitu tiba, noona membawaku pergi sarapan dan ketika kembali, aku sudah sangat lelah dan tertidur." dia menggosok matanya yang mengantuk. "Aku bahkan masih belum bisa benar-benar membuka mataku. " keluhnya sambil menggeliat.
"Kamu benar-benar... Dimana Jinny? Apakah dia bersamamu? "
"Tidak. Noona sedang pergi mengurus ijinnya untuk tinggal di luar asrama. "
"Agh, gadis itu sangat baik. Lihatlah betapa beruntungnya kamu menikahi dia. "
Leo memutar matanya. Selalu seperti itu. Ibu juga ayahnya akan selalu memuji menantu itu dengan berlebihan.
"Baiklah, ibu tidak akan lagi mengganggu mu. Istirahat dengan baik. Sering-sering menghubungiku. "
"Eum. Aku mencintaimu, ibu. "
"Aku lebih mencintaimu, sayang. "
.
.
.
.
.
.
.
Leo membersihkan kamar. Menyegarkan diri saat hari mulai gelap. Dia mengintip dari jendela di kamar. Sudah larut tapi Jinny belum kembali.Dia mengerutkan bibirnya. Bukankah dia akan kembali lebih awal? Kenapa hingga saat ini belum kembali juga?
Dia mengambil ponsel di atas meja dan siap melakukan panggilan kepada Jinny namun sebelum dia menekan tombol, suara derita dilantai bawah terdengar. Dia buru-buru keluar dan melihat Jinny membawa banyak barang di tangannya.
"Kamu kembali terlambat? "
Suara Leo menghentikan langkah Jinny. Gadis itu melihat ke sisi jam dinding. Ini baru pukul tujuh. Apakah sangat terlambat?
"Ada latihan sedikit. Dan aku juga mampir ke kedai untuk membeli beberapa makanan. Datang, aku akan mengambil piring."
Semua makanan yang Jinny pesan adalah makanan-makanan Hong Kong, makanan yang mudah diterima oleh Leo. Pria itu tersenyum tampan, berpikir bahwa dia tidak perlu menyiksa perutnya dengan sesuatu yang asing.
"Makanlah." perintah Jinny, menyiapkan satu mangkuk penuh sup ikan kepala singa untuknya.
"Terimakasih."
.
.
.
.
.
.
"Sebelumnya, di Hong Kong, bukankah kamu juga melakukan kehidupan asrama dengan teman satu team? "Jinny bertanya tanpa mengalihkan pandangan dari makanannya.
"Iya. Aku melakukan masa percobaan selama satu tahun di HongKong. "
"Itu artinya kamu sudah mengenal teman-temanmu. "
"Eu'eum.. Mengenal mereka. "
"Itu bagus. Kamu bisa menghubungi mereka dan membiasakan diri untuk tinggal bersama, bukan? "
Leo membeku, dia mengalihkan pandangannya kepada Jinny. "Kenapa? Kamu tidak senang tinggal dengaku? "
"Bukan seperti itu. Demi kebaikanmu. Akan bagus jika kalian lebih dekat lagi. "
"Tidak jauh berbeda, toh setelah minggu depan kami akan bertemu di asrama."
Jinny tidak lagi berbicara. Dia tidak memiliki niatan buruk. Dia benar-benar ingin Leo membiasakan diri dengan teman-temannya dan bermain selagi bisa. Tapi sepertinya pria singa itu salah memahami niatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret
FanfictionDia masih sangat muda. hidupnya selalu berada di sekitar kedua orang tua, kemudian ingin pergi ke negara lain tanpa ada yang mengawasi? bagaimana bisa orang tua membiarkannya, hum? tidak Leo harus dirawat seperti biji manik yang indah. tidak boleh a...