Prolog

24 3 2
                                    

Perkenalkan dia bernama Higataka Reika, banyak orang memanggilnya dengan sebutan Rei.

Reika hanya seorang gadis penjual ikan diujung desa, yang jarak tempuh antara rumahnya dengan desa lumayan jauh. Meskipun begitu, warga desa mengenalnya dengan baik, bahkan mereka terkadang mengajak Reika menginap ketika hari sudah terlalu larut.

Reika juga adalah seorang gadis yang penyayang, ramah dan baik. Semua sifat itulah yang membuat warga desa menyukainya.

Namun, semua itu berubah sekarang.

Reika yang baru berumur 13 tahun itu kini berubah menjadi pribadi yang penutup dan tidak ramah lagi kepada siapapun.

Karena kematian keluarganya.

—————·

Pagi kembali menyambut dengan tenang, kicauan burung mulai terdengar saling bersautan. Dengan sinar mentari yang perlahan menampakkan wujud aslinya, setelah semalaman digantikan oleh rembulan.

Seorang gadis cantik dengan rambut panjangnya terlihat sibuk sendiri dengan jaring-jaring yang terpasang di sungai. Sungai yang telah menjadi sumber uangnya berasal.

Diujung bibir sungai terdapat seorang laki-laki paruh baya yang tersenyum lembut menatap anak gadisnya yang tengah menangkap ikan sendiri. Dengan tangan yang mengendong bayi laki-laki, dia lalu perlahan berjalan mendekati sang anak dengan langkah kaki yang terpincang-pincang.

Mendengar langkah kaki mendekatinya, gadis itu sontak menoleh. Melihat siapa yang mendekatinya gadis itu langsung menepi dan membantu sang ayah.

"Ayah kalau tidak bisa jalan jangan ngeyel. Lebih baik duduk saja dipinggir dengan Riko." ucapnya sembari membantu ayahnya duduk kembali diujung sungai.

Bayi laki-laki dipelukan sang ayah terlihat masih tenang dengan mimpinya. Membuat Reika tidak jadi ingin memarahi sang ayah, gadis itu lebih memilih untuk memelankan suara.

"Duduk saja disini."

Ayah terkekeh kembali melihat putrinya yang hendak masuk kembali kedalam sungai. Tangannya perlahan mencekal lengan mulus putrinya dan menarik pelan.

"Duduklah dulu, temani ayah disini."

Gadis itu menoleh lalu menghela nafas. "Baiklah." ucapnya lalu duduk disamping sang ayah.

Ayah tersenyum lembut dan mengusap kepala putrinya dengan lembut. "Maaf ayah tidak bisa membantu. Seharusnya ini adalah pekerjaan ayah, bukan pekerjaanmu." ucap sang ayah sendu.

Reika tersenyum. "Itu bukan salah ayah. Kali ini biarkan aku yang bekerja, aku pasti bisa tanpa ayah temani sampai desa."

"Benarkah?"

Reika mengangguk penuh semangat, kepala gadis itu lalu bersandar di bahu sang ayah dan menatap Riko adik kecilnya yang baru berumur 3 bulan.

"Cepat besar agar bisa temani kakak ke desa." ujar Reika mengelus kepala Riko dengan pelan, takut-takut adiknya terbangun dan menyusahkan sang ayah yang tengah terluka.

"Dapat ikan banyak?"

"Banyak sekali! Mungkin aku akan pulang malam, tapi kali ini tidak akan menginap."

Ayah menatap dengan tatapan tanya. "Kenapa? Biasanya kau akan menginap ketika kita pergi berdua dan pulang larut. Tidak biasanya." ujar ayah tertawa.

Reika memanyunkan bibirnya dan melipat kedua tangan didada. Kepalanya yang awalnya bersandar di bahu ayah diangkat dan tertoleh kesamping, mengisyaratkan bahwa dirinya kini tengah ngambek dan ingin dibujuk.

PAINFUL LIFE | •|KNY|•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang