Prolog

42 19 95
                                    

Minggu, 13 November 2005.
Desa Sendangwari, Kabupaten Lameng, Jawa Timur.

Di sebuah rumah mewah nan klasik, terdapat seorang wanita yang sedang memetik jeruk di halaman belakang rumahnya. Semilir angin membawa anak rambutnya menari. Senyumannya merekah, dengan begitu manis. Hingga suara dari dalam rumah, mengalihkan atensinya.

"Ibu!" panggil seorang gadis kecil, berlari menuju ke arahnya.

"Gea, putriku yang cantik," ujarnya, kala mendapati sang anak yang mencari.

Gadis kecil yang dipanggil Gea itu, lantas memeluk sang ibu erat. Pelukan itu terjadi sedikit lama, lalu Gea melepaskan pelukannya dan menatap binar pada sang ibu. "Ibu, aku tadi dikasih ini sama guru!" girangnya, sembari menunjukkan gelang yang terpasang di pergelangan tangan kirinya.

Sang Ibu menatap gelang itu dengan ekspresi terkejut yang dibuat-buat. Senyumannya terukir jelas, kemudian membalas, "Oh ya? Gelang apa itu, Nak?" tanyanya penasaran.

Gea tampak berpikir sejenak. "Katanya ini bisa mengusir mimpi buruk," balasnya, menatap gelangnya.

Sang Ibu mengangguk paham. "Sangat lucu, persis seperti dirimu,"

Mendengar hal itu, Gea tertawa yang membuat sang ibu ikut tertawa kecil. "Boleh aku menyimpannya, Ibu?" tanya Gea, mengerjap lucu menatap sang Ibu.

"Kenapa tidak? Jika kamu menyukainya, simpan saja," tutur sang Ibu, mengusap lembut pipi gembul Gea.

Malam harinya, Gea terbangun kala mendengar suara yang amat ricuh diluar kamarnya. Gadis kecil itu pun memberanikan diri untuk keluar, dengan hati-hati.

"Ibu?" panggilnya, saat tak jauh dari jangkauannya terlihat sosok sang Ibu yang terduduk.

Perlahan, Gea melangkah maju untuk memastikan. Ia melotot terkejut, kala didepannya saat ini ada seorang lelaki bertubuh kekar yang memakai pakaian rapi.

"Si-siapa kamu?" tanyanya gugup.

Ia menoleh, menatap beberapa orang asing yang berada di rumahnya. Mereka memakai pakaian yang mewah dan membawa senjata. Darah yang memenuhi lantai, ia menangkap sang ayah tiada dengan kepalanya yang terputus. Lalu disebelah itu, terdapat sang ibu yang terduduk pingsan.

Sesaat Gea teralihkan oleh keadaan sang Ibu, hingga membuatnya tersentak kaget, kala lelaki didepannya itu menodongkan pistol ke arahnya. Gea menggelengkan kepalanya, ia mulai menangis dalam diam. "PERGI KAMU! PERGI!" teriaknya histeris, memegangi gelangnya.

Mendengar teriakan dari Gea, sang Ibu perlahan membuka matanya. Dirinya menangkap sang anak yang sedang melangkah mundur menghindar dari senjata yang dipegang lelaki itu.

"LEPASKAN GEA!! DIA GAK BERSALAH!!" teriaknya, mencoba merangkak menuju Gea.

Mendengar teriakan darinya, menyebabkan orang yang berada disebelahnya merasa geram. "DIAM KAU!" bentak orang tersebut, menginjak punggungnya dengan keras.

Ia menangis sejadi-jadinya, suaminya telah tewas, lalu kakinya juga telah dipotong oleh mereka. Harapannya hanya lah Gea seorang. Dengan kesusahan ia mencoba menyingkirkan kaki yang berada di punggungnya. Tentu hal itu tidak lah mudah, orang itu menginjaknya dengan keras.

"GEA, PERGI!!!!" teriaknya kembali, menatap sang anak.

Akan tetapi, apa yang ia lihat kali ini adalah mayat Gea. Gea telah tiada didepan matanya. Putri satu-satunya telah dibunuh secara mengenaskan. Kepalanya terpotong, darah terus mengalir dengan derasnya. Ia menatap tidak percaya akan apa yang ia lihat.

"GEA!!!!"

Seorang gadis yang tertidur lelap, harus terbangun kala mimpi itu. Napasnya terengah-engah, keringat bercucuran, debaran jantungnya yang tak henti tuk tenang. Dengan tangan gemetar, ia mengambil air di gelas yang terletak di meja sebelahnya. Usai meminumnya, ia pun mengembalikan gelas itu pada tempatnya.

Dirinya termenung. Apa itu tadi? Kenapa namanya mirip denganku? pikirnya kalut, rasa takut menghampirinya tiba-tiba.

Kamu kenapa, Ge?

Terdengar suara yang amat jelas di pendengarannya. Suara itu berasal dari arah pintu yang terbuka. Tubuhnya bergetar, kala mendapati sosok pria tua yang sedang tersenyum ke arahnya. Air matanya meluruh tanpa permisi. Sungguh, ia ingin mengatakan sesuatu, akan tetapi bibirnya sangat kelu untuk berucap.

Kenapa kakek disini? Kakek sudah tiada, tempat kakek bukan disini, batinnya, bertanya pada sosok tersebut. Sosok itu mengerti, dan hanya senyuman yang membalas pertanyaannya.


🕸️🕸️
to be continue.

written by:
rynyeee

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The SundayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang