Senin yang sibuk seperti sebelum-sebelumnya. Jalanan padat oleh kendaraan serta lalu lalang masyarakat yang beraktivitas.
SMAN Kebangsaan 02 sudah mulai eamai di datangi para siswa. Mereka yang akan melaksanakan ujian tengah semester banyak yang sudah berkumpul di depan kelas untuk sekadar berbincang dengan teman, atau ada juga beberapa yang sedang sibuk mencari kelas ujian mereka.
"Deg-deg an gue buat ujian MTK nanti. Pak Mosir kalo bikin soal suka gak ngotak susahnya." keluh Dimas. Ia memang paling lemah di pelajaran matematika, berbanding terbalik jika berhadapan dengan soal-soal ekonomi, sambiltutup mata pun mungkin ia bisa mendapatkan nilai 100.
"Lo giliran ekonomi aja jago, goliran MTK yang angkanya seucrit gitu stress nya kayak orang yang bakal di hukum mati." ledek Rudi.
"Ya beda lah. Ngitung duit 'kan enak, rumusnya juga cuma tambah kurang kali bagi, gak kayak MTK segala rumus logaritma aja sampe beranak cucu."
Saka hanya tertawa pelan melihat interaksi Rudi dan Dimas. Kepalanya menoleh ke arah lapangan dan melihat Aji yang baru saja datang.
"Lo sekelas sama gue, Ji." ujar Saka menginformasikan ruang ujian Aji saat si kulit madu itu sudah berada di depannya.
"Sa, ada yang nyariin lo, di depan gerbang." ujar Aji. Dari nada bicaranya anak itu seperti tengah mengalami kejadian hero, bahkan eksoresinya pun seperti memberi tahu Saka bahwa ada sesuatu yang berbahaya.
"Muka lo kenapa begitu? Siapa yang nyariin gue?" tanya Saka bingung.
"Cowok yang kemaren ngeliatin kita di warung pancong, tukang daging yang lo bilang Jum'at kemarin itu."
Saka, Rudi, dan Dimas kompak melotot saat Aji memberitahu soal sosok yang mencari Saka.
"Yang bener lu, Ji?" tanya Dimas.
"Beneran, gue gak bohong. Dia nyuruh gue buat manggil Saka ke depan. Kayaknya dia udah nungguin dari tadi."
Saka terdiam kemudian menoleh ke sebelah kiri, di mana gerbang sekolah berada. Di sana ia memang melihat sosok Ary, berdiri menggunakan jaket berwarna hitam sambil melambaikan tangannya seolah tahu bahwa Saka tengah melihat ke arahnya.
"Gue samperin dulu." ujar Saka kemudian langsung berjalan menuju gerbang sekolah
"Hati-hati, Sa." ujar Aji mengingatkan. Ia juga jadi takut dengan sosok si tukang daging itu.
Saka berjalan dengan cepat menuju Ary yang tengah melebarkan senyumnya.
"Ngapain ke sini?" tanya Saka. Nada bicara dan ekspresinya menunjukan ketidak sukaannya akan kehadiran Ary di sekolahnya.
"Belum masuk?" tanya Ary basa-basi.
"Menurut lo?"
Ary tersenyum kemudian menyodorkan sebuah kantung plastik hitam pada Saka.
"Nih, buat isi perut."
Saka mengerutkan dahinya kemudian membuka kantung plastik hitam yang ternyata berisi 3 buah roti dan satu kotak susu cokelat.
"Gak butuh. Lo bawa lagi aja, gue udah sarapan." tolak Saka sambil mengembalikan kantung plastik itu.
"Bukan buat sarapan, tapi buat ujian kedua. Nanti ada jeda istirahat 'kan? Nah, makan ini dulu biar pas ngerjain MTK bisa mikir."
Saka mengerutkan dahinya. Ia bingung kenapa Ary seolah bisa tahu semua tentang kegiatan sekolahnya.
"Dari mana lo tau kalo nanti ada jeda istirahat?" tanya Saka. Ia sudah merasa was-was dengan Ary, takut pemuda itu adalah seorang penguntit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tukang Daging Psikopat [Non kpop, No Edit] || SLOW UP
Ficção GeralMimpi buruk seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun bernama Saka adalah saat ia menemani Ibunya belanja di pasar dan bertemu dengan seorang tukang daging yang sangat tampan. Awalnya ia pikir itu adalah anugerah, namun ia tak pernah meyangka bahwa...