Iring-iringan mobil polisi mulai memasuki kawasan sebuah hutan. Mereka terpaksa berhenti di depan pintu masuk hutang karena mobil sangat tidak mungkin untuk masuk, bahkan sepeda pun mereka ragu bisa masuk ke kawasan hutan.
"Yakin kamu kalo Zakri ada di sini?" tanya Pak Irwanto.
"Titik GPSnya ada di dalam hutan ini, Pak." jawab Leo sambil menunjukan tabletnya yang menunjukkan titik lokasi dari gelang GPS milik Zakri.
"Yaudah kalo gitu, kita turun sekarang."
Semua tim kepolisian yang ikut beserta para pasukan khusus mulai berjalan masuk ke dalam hutan mengikuti Leo. Dengan perasaan sedikit ragu mereka terus berjalan cukup jauh dari pintu masuk hutan. Banyak dari mereka yang keheranan dengan tempat yang akan mereka datangi. Bagaimana mungkin ada bangunan di tengah hutan perawan seperti ini?
Sementara itu, di markasnya Ary, lebih tepatnya di sebuah ruangan yang berisi banyak sekali monitor, Rendi tengah mengawasi rekaman CCTV yang terpasang di sekitar hutan dalam radius 3 sampai 8 kilometer dari lokasi markas. Jika kalian bertanya darimana mereka punya listrik untuk CCTV dan perangkat lain, sederhana saja, Ary dan para anggotanya bukanlah orang bodoh. Mereka tahu bagaimana cara membuat pembangkit listrik berbahan bakar air, dan "kecerdasan" mereka juga menjadi salah satu alasan kenapa mereka semua bisa kaya raya tanpa perlu kerja keras.
Rendi menatap 3 monitor di depannya. Sebentar lagi target mereka akan memasuki area batas markas utama, namun inilah yang paling ia tunggu. Ia mengambil senjata api miliknya lalu pergi ke posisinya di bagian depan markas. Tak tanggung-tanggung, Ary menyuruh semua anak buahnya untuk mengisi senjata mereka dengan peluru tajam supaya bisa langsung menghabisi nyawa para polisi itu.
Di lain ruangan, Ary masih bersiap merapikan dirinya. Saka yang masih terkulai lemas hanya bisa memandangi Ary yang hendak pergi.
"Bang Ary,"
Ary tak menyahut atau pun menoleh ke arah Saka. Ia hanya sibuk dengan dirinya sendiri dan mengambil sebuah pistol lalu diserahkannya pada Saka.
"Masih ada waktu. Cepet pake bajunya, terus keluar dari sini." ujar Ary dengan nada dan ekspresi datar.
"Aku mau ikut."
"Ikut apa?"
"Ikut Bang Ary."
"Gak, kamu cuma bisa nyusahin nanti."
Ary mengambil baju miliknya yang ia simpan di markas dan memang sengaja ia siapkan untuk Saka. Ia memakaikan kaus hitam serta celana panjang pada tubuh Saka, bahkan ia juga memakaikan sepatu miliknya yang sedikit kebesaran di kaki Saka.
Dari posisinya yang berlutut di depan Saka, Ary bisa melihat raut muka sedih dan tak rela yang melekat di wajah si remaja. Ia memberikan pistol di tangannya pada tangan Saka, memaksa anak itu untuk menerimanya.
"Kamu mau bebas 'kan? Kamu mau kuliah ke luar negeri, iya 'kan? Kalo gitu saya kabulin. Kamu udah sering nurut sama saya, sekarang saya kasih kamu kebebasan. Kita selesai sampe di sini. Saya gak tau siapa yang bakal dateng buat bantu kamu keluar dari markas, tapi saya minta kamu ikut sama dia. Keluar dari tempat ini, tapi kamu harus bisa pastiin kalo kamu gak akan terluka sedikitpun." ujar Ary dengan wajah seriusnya namun malah membuat Saka menangis.
Tanpa mempedulikan Saka, Ary langsung berjalan meninggalkannya dan bergabung dengan anggotanya. Saka semakin menangis sesegukan, merasa sakit dan sesak karena dirinya tak mau ditinggalkan untuk kedua kali.
Pintu ruangan itu terbuka tak lama setelah Ary pergi.
"Sa, ayo keluar dari sini."
Saka melihat sosok itu yang berjalan mendekatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tukang Daging Psikopat [Non kpop, No Edit] || FINISH
General FictionMimpi buruk seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun bernama Saka adalah saat ia menemani Ibunya belanja di pasar dan bertemu dengan seorang tukang daging yang sangat tampan. Awalnya ia pikir itu adalah anugerah, namun ia tak pernah meyangka bahwa...