Ini hanya berisi oneshoot cerita tnf. Bakal mengandung romance, angst, atau apapun. Ingat, ya. Ini berisi kapal-kapal di tnf, yang gak suka atau gak sreg, bisa di skip aja.
Story by UnquietSeraphic, 2024.
Lagu Akhir tak bahagia karya milik Misellia terdengar di seluruh penjuru Cafe. Caine chana, pemuda dengan surai merah dengan sedikit putih, dan mengenakan sweater coklat kebesaran.
Tangannya meremat ponsel yang ia pegang sedari tadi. Hatinya berdebar, namun juga kalut.
"Halo,"
Sapaan lembut itu, membuat Caine mendongak. Ia tahu suara itu, suara yang selalu ia kenang, suara yang selalu ia rindukan.
"Ah, iya, Rion." ujar Caine, ia terkekeh kecil dan mempersilahkan 'Rion' untuk duduk.
"Gimana kabarmu? aman?" tanya Rion, netra ungu milik pemuda itu sesekali melirik jam tangannya. Seakan ingin cepat-cepat pergi.
"Aman," jawab Caine.
Canggung, hawa canggung ini terasa mencekiknya. Ah, kapan terakhir kali ia bertemu Rion Kenzo-nya ini?
Rion Kenzo-nya..
Caine tersenyum sendu.
"Rion," cicit Caine.
Dadanya sesak, air mata sudah menggenang di pelupuk matanya. Netranya menelisik seluruh sudut Cafe, menghindari tatapan Rion. Caine berusaha bersikap senormal mungkin, walau ia tahu bahwa Rion pasti sudah sadar.
Namun seakan buta dan tuli, Rion tetap tersenyum tipis. Tidak, senyumannya terasa formalitas belaka.
Rion tahu emosi Caine hancur berantakan, ia tahu nada Caine yang ceria berubah menyendu. Namun Rion lebih memilih untuk berpura-pura tidak tahu apapun, ia masih memiliki hati yang harus ia jaga. Istri dan anak-anaknya.
Caine menepis perasaannya yang mulai emosional, netranya melembut. Mulai menatap mata ungu milik Rion.
"Anakmu apa kabar? katanya bulan ini bakal masuk tk, ya?"
Entahlah, Caine hanya ingin mengobrol. Jadi, pertanyaan yang lewat di otaknya, langsung ia tanyakan.
"Iya. Masih gemes-gemesnya dia, tapi lumayan, lah. Dia juga lagi di masa-masa ingin tahunya tinggi. Jadi, ya, gitu." jawab Rion, netranya berbinar bahagia. Seakan bersemangat untuk menceritakan tentang putrinya.
Sesak, Caine merasa semakin sesak kala Rion menjawab pertanyaannya dengan senyuman lembut. Rion bahagia, Rion bahagia tanpanya. Rion bahagia dengan dunianya.
Caine mengerjab, batinnya tertawa hambar.
Memangnya ia siapanya Rion? Rion juga pasti bisa bahagia tanpanya, lagipula ia dan Rion hanya sebatas ex-lover.
"Ah, kerjaan kamu gimana? masih jadi model?" tanya Rion, dan dibalas anggukan oleh Caine.
"Masih," Caine menjawab, "tapi, ya. Sibuk dikit."
Rion tersenyum canggung, ia beranjak dari duduknya sembari melirik jam tangannya.
"Aku duluan, ya? anu, itu,"
"Eh, iya. Gapapa." Caine dengan cepat berujar dan ikut beranjak, membuat Rion mengangguk.
Netra ungu milik Rion melembut, dengan canggung ia menarik Caine ke dalam pelukannya. Membuat pertahanan Caine hancur, bahunya gemetar dengan isakan kecil yang terdengar. Caine menangis.
Hati Rion seakan ditusuk beribu sajam.
"Maaf. Maaf, dulu aku egois,"
Gumaman Caine disela tangisannya membuat Rion tersenyum tipis, ia mengusap punggung Caine lembut.
Sakit dan sesak menjadi satu, isakan pilu terus terdengar. Untungnya saat itu Cafe sedang dalam kondisi tak ramai.
Rion mengangguk, ia melepas pelukannya yang membuat Caine menyeka air matanya dengan cepat.
Biasanya kalau Caine menangis, Rion yang menyeka air matanya. Biasanya, ia menenangkan Caine dengan bisikan lembut dan canda tawanya.
Namun sekarang Rion tak bisa, ia harus segera memberi jarak antara dia dan Caine. Rion masih memiliki istri dan anak.
"Santai aja. Kita temen, kan?" ujar Rion.
Caine mengangguk, masih sibuk menyeka air matanya dan tersenyum manis. Seakan tak terjadi apapun.
Rion pamit saat ia memastikan Caine sudah tenang.
Caine terduduk di kursi, ia menatap kosong kearah Rion yang menggendong anak perempuannya sembari merangkul pinggang istrinya di luar Cafe.
Bahkan lewat kaca transparan itu, Caine bisa melihat Rion mencium pipi istrinya dengan mesra. Membuat batinnya mulai menjerit tak terima, memaki diri sendiri. Hatinya semakin hancur, ia masih tak rela.
Andai ia tak egois, pasti Rion masih bersamanya. Andai ia tak egois, pasti Rion masih mendekapnya. Andai ia tak egois, pasti ia masih memiliki tempat berpulangnya. Rion-nya.
Nyatanya semua itu hanya sebatas 'andai' semata sehingga tak akan pernah terwujud.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hai, ini Sera. Buku ini bakal berisi one shoot, two shoot, atau bahkan lebih. Tergantung ide, karena ini memang tempat penampungan ide yang lewat di otak. Sekali lagi, fanfiction ini hanyalah fiksi semata. Tolong jangan dibawa ke dalam real life atau roleplay gta mereka. Terimakasih.