𝐈

1K 72 1
                                    

Hannell la Finnegan, pangeran pertama dari kerajaan Finnegan. Seorang pangeran pertama, seharusnya menjadi putra mahkota lalu mewarisi takhta, bukan? Berbeda dengan yang Hannell alami. Mungkin ekspektasi orang-orang terlalu tinggi, mereka berharap semua pangeran pertama harus memiliki tubuh besar, bahu lebar, gagah, pandai berpedang, berkuda dan perlu sempurna, itu hal berat yang perlu Hannell tanggung. Ia memiliki tubuh tinggi, tapi jika dibandingkan dengan pria-pria anggota kerajaan lain, tubuh dan wajahnya nampak seperti wanita, fisik Hannell pun tak sekuat pewaris takhta biasanya, Hannell cenderung pandai pada hal yang memerlukan berpikir dan menggunakan logika, namun nampaknya orang-orang lebih menyukai seorang pewaris takhta yang menggunakan kekuatan dibandingkan kepintaran. Maka dari itu, sedari kecil kemampuan Hannell tak pernah dipedulikan, dan orang tuanya pun tetap bersikeras melatih Hannell untuk berpedang dan melakukan hal lain yang memerlukan otot, padahal sudah jelas Hannell tak memiliki bakat di bidang tersebut.

Hal tersebut semakin diperkeruh dengan lahirnya pangeran kedua yang memiliki fisik dan daya tubuh yang kuat, tubuhnya tumbuh dengan cepat, badannya besar dan nampak maskulin, berbeda dengan Hannell. Odin Finnegan, itu nama adik dari Hannell, pangeran kedua yang orang-orang dambakan dan sering kali dibanding-bandingkan dengan dirinya. Orang-orang bilang, Odin lebih pantas menduduki takhta selanjutnya dibandingkan Hannell. Oh, kalimat itu sedikit menusuk bagi Hannell. dua puluh tahun ia hidup dengan cemoohan yang terus berputar di kepalanya, nampaknya membuat Hannell menjadi sedikit tempramental dan amarahnya sering kali tak terkendali.

Burung berkicau di luar, cahaya matahari menyorot kamarnya melalui jendela. Seperti biasa, Hannell duduk di sofa, membaca buku pelajaran dengan secangkir teh di meja. Pelayan melakukan rutinitasnya, merapikan kamar si pangeran di pagi hari, dengan bisik-bisiknya yang tak tertinggal.

"Kau tahu? Musuh kita, putra mahkota kekaisaran Gervais sudah naik takhta, lho," kata salah satu pelayan tersebut.

"Wah, yang benar? Putra pertama, bukan? Aku dengar dia tiran, mengerikan," balas pelayan lainnya.

Pelayan yang pertama berbicara itu mengangguk, "Yah, kaisar sebelumnya pun seperti itu, namun, cepat juga ya, sang Putra pertama mengambil takhta."

"Betul, berarti rumor pangeran tersebut ahli dalam segala itu benar, bukan? Bahkan aku sempat dengar pangeran itu sudah ikut berperang melawan kerajaan Blythe saat berusia tujuh belas tahun."

"Gila juga, berbanding terbalik dengan pangeran pertama Finnegan- eh!"

Dua pelayan itu tertawa, mendelik ke arah Hannell seolah menekankan bahwa mereka memang sedang membicarakan dirinya. Hannell tetap diam, membuat kedua pelayan tersebut sedikit bingung, biasanya Hannell akan melemparkan buku yang ia baca atau setidaknya mengumpat. Biarlah, mungkin suasana harinya sedang baik, itu pikir mereka.

Pintu diketuk, lalu terbuka. Itu kepala dayang, maju beberapa langkah mendekat pada Hannell. Tubuhnya sedikit membungkuk memberi salam.

"Yang mulia raja memanggil anda," ujarnya.

"Untuk apa?" balas Hannell.

"Entahlah, saya lihat beliau membawa kuda hitam," perkataan tersebut dapat membuat Hannell langsung mengerti keadaan.

Seperti biasa, ayah- tidak, Hannell tidak sudi menganggapnya. Raja akan membawa Hannell ke area pelatihan, memintanya menaiki kuda dengan mengayunkan pedang. Seharusnya itu tak masalah, yang jadi masalah adalah setiap kali ia berlatih, raja brengsek itu senang sekali menyiksa putranya sendiri, raja akan meminta Hannell mengalahkan komandan pasukan khusus pada saat latihan berpedang, bukankah mustahil? Pasukan ksatria istana saja tak sanggup, apalagi ia, padahal raja pun sudah mengetahui bagaimana kondisi fisik Hannell. Raja pun tak pernah meminta adiknya atau lebih tepatnya Odin untuk berlatih dengan metode seperti ini, hanya Hannellah yang mendapat metode pelatihan menyiksa ini. Raja selalu beralasan bahwa ia melakukan hal ini karena Hannell yang lemah, maka dari itu ia memberikan metode pelatihan keras agar Hannell dapat kuat dengan cepat. Omong kosong, memang pada dasarnya ayah bajingannya itu membenci dirinya karena terlahir dengan tubuh yang lemah. Bukan salahnya, bukankah ia berasal dari benih ayahnya? Justru ayahnyalah yang patut disalahkan.

I'd Let The World Burn || JeongcheolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang