...
Hannell cukup lega mendengar apa yang diceritakan Zenite tadi panjang lebar. Entah kenapa, kenapa ia merasa lega? dirinya pun tak tahu.
Hari mulai larut, ia tutup jendela kamarnya, beranjak ke ranjang, menutupi tubuhnya dengan selimut. Rasanya ia tak terlalu mengantuk, ia ambil sebuah buku di laci, dan mulai membacanya. Pintu tiba-tiba terbuka, apakah itu Zenite, atau pelayan lain? Itu Cedric.
Hannell bangkit dari posisinya, sedang Cedric melemparkan tubuhnya pada ranjang, "Kenapa kau di sini?" tanya Hannell.
"Memangnya salah jika aku mengunjungi kamar istriku sendiri?" goda Cedric, ia tersenyum.
Hannell memukul pelan wajah Cedric dengan bantal, "Hentikan."
Hannell beranjak dari ranjang, berjalan menuju jendela besar yang tertutup tirai. Entah perasaan Cedric saja atau... Nampaknya piyama Hannell terlalu panjang? Ah, Hannell langsung tersandung kain piyamanya sendiri setelah Cedric berpikir seperti itu.
"Ah, piyamamu kebesaran."
"Tidak, aku yang memintanya, pakaian yang lebih besar dari tubuhku membuatku nyaman untuk tidur," kata Hannell, sembari membuka tirai dan pintu jendela.
Hannell lalu duduk di tepi ranjang, dengan Cedric yang berbaring di belakangnya, "Kenapa kau membawaku kemari?"
"Hm? Kemari? Ke Gervais? Ah, entahlah, kupikir kita sama," balas Cedric.
"Sama...? Apa maksudmu?"
"Zenite itu salah satu dayang yang paling setia, ia menceritakan bagaimana masa lalunya padaku, saat mengetahui Gervais dan Finnegan akan berperang, ia menceritakan tentangmu, dan kurasa nasib kita sedikit sama," jelas Cedric.
Hannell terdiam, hal mengejutkan lain yang ia temukan hari ini, Zenite juga menceritakannya pada Cedric ternyata. Entah bagaimana ia harus bereaksi, apa ia perlu merespon? Hannell terpikirkan untuk bertanya, apa boleh?
"Kenapa kau bersikeras untuk menjadi kaisar? Bahkan menjadi tiran dan membunuh keluargamu untuk menduduki tahta?"
Cedric mendengus, "Jika tidak, aku pasti sudah mati karena depresi. Aku bukanlah anak yang terlahir dari rahim Permaisuri ataupun selir agung, aku ini anak dari selir bekas budak, dan bisa dibilang kastaku rendah. Aku selalu mendapatkan perlakuan yang tak layak, bahkan disiksa oleh seorang kaisar yang merupakan ayahku sendiri itu hal biasa untukku. Kukira ibuku sendiri setidaknya akan membelaku, namun justru ia menyalahkanku atas segala cemooh yang ia terima dari rakyat. Rasanya tak sudi menjadi seorang rendahan padahal sudah menjadi anggota keluarga kekaisaran, kulatih saja kemampuanku, dan di usiaku yang kelima belas, aku telah bersumpah, akan membasmi semua anggota keluarga kekaisaran saat usiaku menginjak dua puluh tahun, dan itu terwujud."
Hannell kembali mematung, sudah berapa hal mengejutkan yang ia temui hari ini? Tak pernah terpikirkan olehnya bahwa seorang Cedric de Gervais bukan darah murni. Kini, ia mengerti kenapa Cedric menganggap mereka berdua "sama".
Cedric kemudian tertawa, "Orang-orang bilang diriku dramatis dan bereaksi berlebihan. Mereka bilang aku tak pantas membunuh keluargaku sendiri. Kau tahu? lima dari sepuluh pekerja di istana kabur atau setidaknya mengundurkan diri setelah insiden itu. Jujur saja aku tak peduli, aku puas dengan apa yang telah kulakukan, pekerja dan prajurit istana masih banyak yang setia. Sayangnya, jika kupikirkan, mendapatkan perlakuan mengenaskan dari keluarga sendiri, lalu tak dipihak saat membela diri, ternyata cukup menyakitkan."
"... Kau tak salah, kau telah membela dirimu, dan aku harap aku bisa melakukannya juga," Hannell kemudian mengatupkan bibirnya.
Ucapan Hannell itu mampu membuat Cedric termenung, ini pertama kalinya ia mendengar seseorang mengucapkan kalimat itu.
Cedric tersenyum simpul, "Karena itu percayalah padaku, aku benar-benar akan memberimu kehidupan, aku berjanji."
Ruangan hening sesaat, "Kau tak akan kembali ke istanamu?" celetuk Hannell.
"Tidak, aku berencana tidur di kamarmu malam ini," balas Cedric yang disusul Hannell yang mendengus kecil.
Di malam yang dingin itu, mereka saling berbagi cerita, apa yang selama ini terpendam, dan tak diketahui orang-orang. Saling mendekat dengan berkomunikasi, saling mengetahui satu sama lain. Untuk sesaat, Hannell berpikir, kenapa ia perlu menceritakan tentang dirinya pada Cedric? Apa sebenarnya dirinya memang telah percaya sepenuhnya pada sang Kaisar? Kenapa ia tak memiliki perasaan takut sedikitpun? Segala bentuk pertanyaan bermunculan di kepalanya, namun ia pikir, apa salahnya menumpahkan segala isi hatinya pada seorang tiran yang kini menjadi suaminya? Entah apa yang akan terjadi, apa Cedric benar-benar seseorang yang baik bagi Hannell atau tidak, ia tak peduli. Kini Hannell hanya ingin menerima dan menikmati segala hal yang diberi Cedric, yang tak pernah ia dapatkan di tanah kelahirannya. Hannell terlalu lelah dengan takdir.
Jujur saja, mungkin di dalam lubuk hati Hannell yang paling dalam, ia mulai merasa aman berada di samping Cedric. Cedric tak terasa seperti sebuah ancaman baginya, justru Hannell merasa aman dan nyaman. Seolah ia menemukan tempat bagi dirinya untuk beristirahat setelah sekian tahun menderita.
Disertai angin yang bertiup lembut dan bulan yang menerangi, mereka mulai terlelap dalam tidurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'd Let The World Burn || Jeongcheol
FanfictionI'd let the world burn, for you. 𝐖𝐀𝐑𝐍𝐈𝐍𝐆 - !BXB - Dom!Seungcheol - Sub!Jeonghan - Harshword - Violence - Kinda adult scene - Pure fictional - Historical background - Semi fantasy Yoon Jeonghan as 𝐇𝐚𝐧𝐧𝐞𝐥𝐥 𝐥𝐚 𝐅𝐢𝐧𝐧𝐞𝐠𝐚𝐧 Choi Se...