10 | Aku Harus Diet

18 1 0
                                    

Siapa ini? Kenapa dia jelek sekali?

Aku mematung selama beberapa menit, menatap cermin besar yang tergantung di depanku. Hari ini, aku sudah berada di Bandung, dan aku merasa ada yang berbeda dari tubuhku.

"Wah, beratku naik lima kilo," kataku sambil menatap timbangan dengan rasa tidak percaya, sesaat setelah mengutuk penampilanku di depan cermin.

Aku mencoba turun, lalu naik kembali ke atas timbangan untuk memastikan. Tidak ada salahnya jika aku berharap akan ada perubahan, kan?

Sayangnya, manusia memang hanya bisa berharap, sedangkan kenyataan tidak bisa berubah. Jarum timbanganku ini tetap bergeser ke kanan, melewati angka yang biasa kulihat setiap pagi, dan baru berhenti saat melewati angka 50.

Iya, beratku naik dari 46 kilogram, menjadi 51 kilogram hanya dalam dua minggu.

Tetapi, aku masih tidak sepenuhnya percaya dengan apa yang kulihat. Aku kembali berdiri di depan cermin, menatap penampilanku dari atas sampai bawah, lalu mengangkat sedikit piyama hijau yang sedang kukenakan.

Aku harus memastikannya secara langsung!

"Hmmm ... Masih rata kok, belum bisa dicubit," gumamku sambil mencubit sedikit perut yang masih terasa ramping.

Setelah itu, aku menurunkan ujung piyama yang tadi kuangkat, memposisikan tubuhku miring ke samping, dan menggulung sedikit lengan piyamaku ke atas.

"Tapi kenapa lenganku menggelambir kayak begini?!" teriakku frustasi sambil mencubit cepat kedua lenganku berulang-ulang secara bergantian.

Aku menghela napas panjang, lalu kembali memposisikan tubuhku menghadap ke depan, bercermin menatap wajah dan tubuhku sendiri.

"Lengan ini masih bisa ditutupi pakai baju longgar," gumamku sambil tersenyum, berusaha menghibur diri. "Tapi aku harus tetap menurunkan berat badan, pipi dan leherku benar-benar sudah kelewat batas."

Aku menarik pipiku ke dalam mulut, membentuk mulutku mirip seperti ikan. Aku juga memijat pipi dengan gerakan memutar perlahan, mulai dari pipi bawah sampai pipi atas. Aku melakukan gerakan ini selama hampir lima belas menit.

Apakah ada perubahan? Tentu saja tidak! Pipiku tidak akan berubah menjadi tirus dalam waktu secepat itu.

Semua gara-gara Ayah!

Aku mendengus kesal, menyalahkan Ayah berulang-ulang, kemudian meraih ponsel yang tergeletak di atas meja.

Ga, malam ini aku nggak jadi makan di luar ya. Nggak enak badan :(

Tulisku sebelum kemudian menarik laci nakas dan meletakkan ponselku di sana. Pokoknya mulai hari ini aku harus diet!

***

Aku membuka mata sambil mengerjap-ngerjap, berusaha menghilangkan kabut bening yang menutupi pandangan. Butuh waktu beberapa menit untukku menyadari kalau saat ini aku sedang terbaring di atas kasur, di salah satu ruangan yang ada di Klinik Kampus, dengan infus yang terpasang di tangan kiriku.

Apa yang sedang terjadi?

"Nay!"

Terdengar suara seseorang memanggilku dari depan pintu, yang ternyata, sejak tadi sudah setengah terbuka. Aku menoleh, dan mendapati Salma sedang berdiri di sana.

Ada apa ini? Mengapa kepalaku sakit sekali?

"Lo kenapa, Nay?" Tanya Salma setelah menarik kursi dan duduk persis di sebelahku.

Kenapa?

"Lo abis pingsan, Nay! Di depan Gedung Laboratorium."

Pingsan?

KAIROSCLEROSISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang