7

663 36 2
                                    

Brian menghentikan mobilnya di tepi jalanan menurun, ia bisa melihat air pantai bergerak perlahan mendekati pantai dan kembali ke laut dengan tenang. Beberapa lampu kapal menyala terang, musim ikan bagi para nelayan telah tiba, tak heran jika lautan malam ini cukup gemerlap.

Bulan tampak megah bersinar sendirian di langit malam tanpa bintang, sayup ia mendengar deru nafas perempuannya yang tertidur lelap di kursi penumpang. Ia menyisir rambut Lucia yang menutup wajahnya merahnya. Perempuan itu tidur dengan pulas.

Brian mengabadikan wajah sayu perempuan itu dengan matanya perlahan dan mengusap pipi berbintik itu dengan ibu jarinya perlahan, ia tak ingin membangunkan Lucia. Perlahan ia mendekatkan dirinya, mengecup lembut bibir ranum milik Lucia, sangat lembut hingga Lucia tetap tertidur dengan pulas.

Ia menarik tubuhnya perlahan tetapi sebuah rengekan dan tarikan kecil pada kemejanya membuatnya berhenti. Perempuan sayu itu menempelkan bibirnya yang kemerahan pada bibir tipis milik Brian, sepersekian detik Brian terdiam lalu tersadar kekasihnya tak ingin ia berhenti menciumnya.

Brian tersenyum tipis dan menyambut bibir ranum Lucia. Perlahan dengan lembut ia membasahi bibir perempuan itu, menjepit salah satu bibirnya dengan kedua bibirnya, menyesapnya perlahan dan mengusapnya dengan lidahnya yang hangat. Perempuan itu juga melakukan hal yang sama, mencoba membalas semua yang dilakukan Brian pada bibirnya, ia tak ingin berhenti, ini mungkin terlalu cepat tetapi ia tidak ingin ini berakhir dengan cepat.

Brian menarik tubuhnya dan mengecup dahi Lucia sekilas, merapikan poni milik perempuan itu dan mengusapkan ibu jarinya ke bibir Lucia.

"Hm? Terlihat kecewa..." ucap Brian terkekeh.

"Apa? Tidak...tidak kecewa, memang aku kenapa?"

"Kita masih punya banyak waktu untuk melakukan hal lainnya..." ucap Brian tersenyum.

Lucia terdiam, ia mengerti Brian menangkap hasratnya. Tapi Brian benar, mereka masih punya banyak waktu untuk bersama.

"Ingin makan sesuatu? Kita bisa ke bawah, ada resto makanan laut yang cukup enak..." tawar Brian.

"Tapi aku..."

Seketika Brian tertawa terbahak-bahak, ia tahu Lucia ingin menolak tetapi perutnya berkata lain.

"Kita kesana, hm?"

Lucia mengangguk dan memberanikan diri untuk menggenggam telapak tangan Brian.

"Aku bisa menyetir dengan satu tangan" ucap Brian.

Keduanya tertawa bersama, mengiringi doa-doa yang mungkin disebut di dalam hati mereka masing-masing.

.

.

.

.

.

"Bagaimana bisa kenal dengan Lody?" ucap Lucia sehabis menyesap jus melon.

"Aku dan Don bersahabat, kami juga terlibat dalam beberapa proyek, perusahaan kami juga saling mendukung..."

"Perusahaan kami?"

Brian merasa ingin menampar pipinya sendiri, ia meminta banyak orang untuk menutupi jati dirinya tetapi ia sendiri yang mengungkapnya.

"Kau masih percaya aku bekerja di perusahaan itu?"

"Masih tapi bukan seperti yang selama ini aku bayangkan..." cicit Lucia.

"Memang bukan, Ayahku pemiliknya dan aku hanya sebagai penggantinya" tutur Brian tenang.

Lucia menatap sepotong daging lobster di hadapannya, begitu manis dan tebal. Ia memotongnya berlahan dan memasukannya dalam mulut tanpa bersuara.

BloomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang