10

499 28 2
                                    

Lucia menatap langit dengan awan-awan gelap yang bergerak cukup pelan pagi itu, di luar masih sangat gelap. Rambutnya diikat ekor kuda dan jarinya diketukan pada dinding kaca apartemen.

"Kau siap?" Brian meletakkan sebuah mantel berbahan wool di tubuhnya, memeluk tubuh perempuan itu dengan erat lalu mengecup bahu perempuan itu perlahan. Lucia mengangguk dengan cepat.

"Kita pergi" ucap Brian.

Beberapa laki-laki berpakaian hitam mengekori Brian dan Lucia, sebagian membawa beberapa koper berisi barang-barang pribadi milik Lucia.

Setelah malam itu Brian memutuskan memindahkan Lucia ke rumah pribadinya yang dianggap lebih aman dibandingkan harus tinggal di apartemen. Rumah itu berada cukup jauh dari kota, berada di pinggir kota bagian timur dan memiliki ladang anggur yang cukup luas.

Mobil-mobil sedan berwarna hitam bergerak dengan cepat, melewati lampu merah tanpa berhenti dan Lucia juga tak tahu mengapa semua lampu di lampu merah ini menjadi hijau.

"Dia Gina, dia akan membantumu. Katakan apa saja yang kau inginkan padanya selagi aku tidak ada..." ucap Brian tenang.

Lucia mengangguk sembari tersenyum tipis pada Gina yang pagi itu masih terlihat sangat mengantuk. Lucia melirik pada jam tangan Brian, ini masih pukul tiga lebih lima belas pagi.

"Hari ini Nona libur sekolah, kita akan pergi makan nanti siang. Sebelumnya kita akan bertemu dengan beberapa orang, mereka pelatih yang akan melatih Nona beberapa hal penting..." ucap Gina mencoba menjelaskan.

"Atur saja, aku ikut." ucap Lucia yang setelahnya meletakkan kepalanya pada bahu Brian dan memilih memejamkan matanya. Aroma tubuh Brian membuatnya lebih tenang, selalu seperti itu.

"Kau baik?" bisik Brian.

Lucia hanya mengangguk.

Brian memeluk perempuan muda yang pikirannya kacau itu, memastikan perempuan itu aman berada di dekatnya. Ia mengecup kepala perempuan muda itu berkali-kali, memeluknya semakin erat.

"Kita bisa berhenti sebentar kalau kau ingin makan sesuatu..."

Lucia menggeleng. Jemarinya yang dingin meremas jemari milik Brian lebih kencang, ia menutup kedua matanya dan menghela nafas. Lucia tak benar-benar tahu apa yang harus ia lakukan sekarang, ia hanya akan patuh pada semua jadwal dan kegiatan yang telah Brian dan Gina susun untuknya.

Lebih dari tiga puluh menit menembus jalanan kota yang cukup sunyi, hanya beberapa truk pengangkut barang yang melintas. Mobil bergerak menjauhi kota, memasuki daerah pinggiran kota dengan hutan-hutan kecil di sisi kanan dan kiri. Lucia semakin erat merangsek tubuhnya pada Brian, dingin melahap keberaniannya.

Mobil berbelok pada sebuah jalanan yang hanya cukup dilalui dua mobil berlawanan arah. Ditutupi pohon-pohon pinus tinggi menjulang, pohon-pohon buxus dibiarkan tumbuh menjulang dengan permukaan yang dipangkas rapi, mobil bergerak menuju sebuah gerbang besi berwarna hitam dengan tepian batu marmer berwarna krem dengan siratan warna cokelat tua. Pintu itu terbuka lebar menyambut mereka datang.

"Kita akan keluar sebentar lagi..." bisik Brian, ia merapikan poni Lucia dan mengusap punggung perempuan itu beberapa kali.

Terdapat sebuah air mancur dengan kolam kecil di tengah halaman, berserak di dalamnya beberapa bunga krisan putih. Mobil berhenti tepat di depan sebuah bangunan besar, ditopang dengan pilar-pilar berjajar yang tinggi dan besar, bangunan bergaya eropa ini tampak sangat kuat.

Lucia melangkahkan kakinya perlahan, ia mengamati sekitar sebelum meraih tangan Brian. Sebuah halaman luas terpampang di hadapannya, bunga-bunga mawar berbagai warna mekar dengan indah disela-sela tumbuhan buxus, beberapa orang berpakaian hitam tampak sibuk dan menunduk saat Lucia mengamati sekitarnya.

"Kita masuk?" ucap Brian sembari mengaitkan tangannya ke pinggang Lucia.

Petualangan akan dimulai hari ini.

.

.

.

.

.

"Tolong buka mata anda lebar-lebar Nona, kami akan memindai iris mata anda dengan cepat. Setelahnya kita akan pindai sidik jari Nona" ucap seorang perempuan di hadapan Lucia.

Lucia mengangguk. Ia hanya perlu menuruti semua orang yang ada di meja besar ini. Sesaat setelah masuk, Brian memintanya untuk duduk di sebuah kursi di ujung meja besar di tengah ruangan. Beberapa orang laki-laki dan perempuan berada di sana, hampir semua bekerja sebagai dokter dan sisanya bekerja dibagian telekomunikasi.

Pagi itu beberapa orang mengambil rambutnya, memotong kukunya, mengorek pipi dalamnya, mengambil darahnya dan air seninya pun diminta. Ia juga diminta untuk bicara dalam nada terendah, sedang, santai dan banyak jenisnya. Ia hanya menurutinya.

Brian berada di dekatnya, menelepon seseorang dan sesekali melirik jam tangannya. Lucia hanya memandang punggung laki-laki itu dari tempatnya duduk. Hidup seperti apa yang sebenarnya ia akan lewati, apakah Lody juga melakukan hal yang sama seperti ini?.

"Sudah hampir selesai, setelah ini kau bisa tidur sebelum nanti kita akan makan siang bersama Ayah..." ucap Brian sembari menatap mata Lucia dengan lembut.

Lucia mengangguk, mengusap pipi kiri kekasihnya yang duduk hampir menyentuh lantai di dekat kursinya. Lucia tersenyum, ia tak tahu harus berkata apa. Brian mengecup telapak tangan yang dingin itu berulang kali, seperti menegaskan bahwa semua akan baik-baik saja.

Brian membawa Lucia menuju belakang dari ruang besar tersebut, mengajaknya menaiki tangga dengan karpet biru gelap di tengahnya. Brian membuka sebuah ruangan besar dengan tempat tidur sangat besar, mungkin ini bisa digunakan untuk tidur lima atau enam orang sekaligus.

"Kamarmu..." ucap Brian sebelum mengecup kening Lucia.

"Barang mu akan segera dipindahkan selagi nanti siang kita keluar, kamar mandi ada di sana, lemari baju akan berada di dekatnya. Kau mau melihatnya?" tambah Brian.

Lucia menggeleng, ia menatap Brian sejenak dan mencium laki-laki di hadapannya dengan lembut. Ciuman itu cukup panjang, Brian meraih pinggang Lucia, merengkuhnya dengan hangat dan lembut. Brian mengusap pipi perempuan itu dengan perlahan sementara lidahnya menyusuri bibir tipis Lucia, sesekali ia menyesapnya dan kemudian memperat pelukannnya.

"Tu..." suara seorang perempuan berusia lima puluh empat tahun mengakhiri ciuman dua sejoli pagi itu.

"Maafkan saya Tuan, saya hanya ingin mengantarkan beberapa handuk yang diminta sebelumnya..."

Brian tertawa terbahak-bahak, ia malu sekaligus menjadi sangat canggung.

"Ini Lucia dan dia adalah Bibi Veronica, dia akan mengasuhmu selama kau ada di rumah. Dia tidak galak, dia perempuan yang sangat lembut..." ucap Brian dengan semangat.

Lucia mengangguk dan tersenyum.

"Sebaiknya Nona harus segera mandi agar bisa beristirahat Tuan, dan Tuan sebaiknya tidak berada di sini. Nona Key dalam sambungan telepon sekarang, menunggu Tuan..." ucap Bibi Veronica sembari tertawa.

"Oh perempuan kesayanganku menelpon ku?! Aku tidak bisa melewatkannya! Oh Love, kau tetap yang paling utama!" ucap Brian sembari menunjuk Lucia lalu berlalu pergi.

BloomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang