Malam telah datang tapi Malvin masih terjaga, masih terbayang pelukan sesaat itu. Rasanya benar benar menggelikan. Dia merasa senang.
Tapi sebagian orang mungkin berpikir negatif tentang kelakuannya."Kiano Jiro bisa gila gue."
Suara ketukan dari luar membuat Malvin dengan malas membuka pintu, ada ayahnya disana sambil membawa sebotol bir dan dua buah gelas.
"Mau minum?" Tawar Jyn. Malvin mengerutkan dahinya bingung, "tumben." sambil membuka lebar pintu kamar. Mempersilahkan Jyn masuk lalu membuka pintu balkon, tidak baik minum dikamar bukan.
"Tadi Ben cerita tentang Kian sama ayah." katanya. Jyn mengisi gelas nya lalu menenguk sedikit, diikuti oleh Malvin.
Jyn menarik nafas dalam sebelum melanjutkan kembali perkataannya, "dia bilang Kian itu segalanya buat dia. Ben pikir nggak bakal melepas Kian, sampai Kian sendiri yang minta buat pergi dari hidup Ben." Malvin diam menyimak, apa yang Jyn katakan.
"Ayah tau kamu paham sama yang ayah bilang. Satu lagi, mengurus seseorang yang punya kekurangan itu gak mudah Malvin. Kian bukan orang yang tepat buat kamu yang ngurus diri sendiri aja gak bisa."
"Ayah bilang gitu, karena ayah cuma ngeliat sisi aku yang bagajulan, gak nurut sama ayah. Tapi pernah gak lihat aku dari sisi yang lain?"
Malvin merasa tengah disuruh mundur oleh ayahnya. Dia sudah cukup tau kok apapun resikonya. Dia juga bukan anak kecil lagi. Diusia yang menginjak 27 tahun ini, sudah paham betul apa yang dia mau. Jyn yang tidak paham akan mau dirinya. Mengacak rambutnya kasar, menenguk segelas bir dengan sekali teguk.
"Bukan begitu-"
"Sebelum aku berani buat deketin Kian, aku udah mikirin semuanya. Resiko ngurus seorang tuna netra itu gak mudah, ya aku setuju. Tapi aku yakin mampu bisa. Aku mau belajar."
Menatap Jyn dengan tatapan tidak percaya, "sebegitu gak yakin nya ayah sama aku." Malvin terkekeh, "aku gak butuh restu ayah soal ini kan?"
Perkataan Malvin memancing amarah Jyn, membuat dia melempar botol bir ke bawah, "enggak ada pernikahan sebelum restu ayah kamu pegang Malvin."
Setelah mengatakan itu, Jyn masuk lantas keluar kamar, meninggalkan Malvin sendiri ditengah angin malam yang mulai menusuk kulit.
Apa yang Jyn pikirkan sampai menolak mentah-mentah keinginannya?
**
Semenjak kejadian tadi malam, suasana ruang makan sangat tidak mengenakan bagi Piwen.
"Yah nanti pulang dari kampus aku mau pergi sama Jess ke kota." Izin Piwen, yang diangguki saja oleh sang Ayah.
Malvin bangkit berdiri, menyambar tas lalu berlalu pergi tanpa mengatakan apapun lagi.
"Jangan contoh kakak mu!" ujar sang ayah, padahal piwen pikir mereka berdua sama saja seperti itu.
Malvin mendengar perkataan sang ayah mendengus kesal, mood paginya hancur.
Mengendarai mobil untuk berangkat ke kantor pusat, dia tidak akan ke cabang yang jelas ada Jyn disana. Sebenarnya dia memang ditugaskan oleh sang ayah untuk memegang kantor pusat, sedangkan sang ayah di cabang. Hanya beberapa kali saja dia ke cabang.
Beberapa karyawan menyapanya, dia memanggil sekertarisnya untuk membuatkan kopi lalu memilih untuk duduk diruangan Jonathan sahabat karibnya.
"Jo, menurut lo Kian pantes gak sama gue?" pertanyaan yang dilontarkan oleh Malvin membuat Jonathan berpikir.
"Kian anak pak Ben?"
Malvin mengangguk sedangkan Jonathan malah berpikir, "kebagusan kalo buat lo." Sepertinya sama saja.
Memasang wajah masam, Malvin keluar lagi lali memasuki ruangannya.
Baru saja duduk, ponsel didalam saku bergetar tanda ada sebuah telepon. Nama kontak yang tertera membuat senyum nya merekah. Zio asisten.
"Hallo,"
"Kenapa zi?"
"....""Ahh bisa bisa. Nanti jam makan siang gue kesana."
"....""Okey
"...."Panggilan berakhir, Malvin langsung melompat girang. Kian mengajak makan siang bersama. Ini gila, Kian lah yang mengajak, bukan dirinya.
"Gue harus beli hadiah buat Kian." Baru berucap seperti itu sekertaris masuk membawa segalas kopi, meletakan dimeja.
"Sekarang gak ada jadwal penting kan sampe siang?" Tanya nya. Ranum sekertarisnya menggeleng, "enggak ada pak, nanti ada rapat jam 3. Jadi siang ini kosong."
Mendengar itu Malvin tersenyum lebar, membuat Ranum menatap ngeri, ini jarang terjadi.
"Kalo begitu saya pergi keluar sampai jam makan siang. Ada keperluan penting."
"Kalo sekiranya ada yang penting, kasih tau Jonathan." Selepas mengatakan itu Malvin meneguk kopinya sedikit lalu berlalu pergi lagi. Membuat lagi lagi Ranum memandang aneh si boss.
-Vote and comment-
KAMU SEDANG MEMBACA
Moon struck [Jaeyong]
Fanfiction"𝚞𝚗𝚊𝚋𝚕𝚎 𝚝𝚘 𝚝𝚑𝚒𝚗𝚔 𝚘𝚛 𝚊𝚌𝚝 𝚗𝚘𝚛𝚖𝚊𝚕𝚕𝚢, 𝚎𝚜𝚙𝚎𝚌𝚒𝚊𝚕𝚕𝚢 𝚋𝚎𝚌𝚊𝚞𝚜𝚎 𝚘𝚏 𝚋𝚎𝚒𝚗𝚐 𝚒𝚗𝚕𝚘𝚟𝚎." Link AU: https://twitter.com/itsmeCherryy_/status/1779131205751083306?t=H7-Vf3nzVeIN6D2AW3U0FQ&s=19 Based Au in twitter/X...