Pagi ini Yudhist bangun lebih awal dari biasanya, ia meregangkan tubuhnya dan menatap pada jam dinding yang menunjukkan pukul 6 dini hari, ini masih terlalu pagi untuk dirinya bangun....
Pandangannya teralihkan pada sosok mungil yang tertidur nyenyak di sampingnya, nafasnya tenang dan lembut seperti bocah tertidur pada umumnya. Hatinya melunak manatap duplikat mini sosok itu. Walaupun pada awalnya Eza adalah anak yang tidak ia inginkan, seiring berjalannya waktu ia menyadari bahwa putranya adalah salah satu rumah baginya sekarang. Ia tak lagi punya keluarga lain selain anak semata wayangnya tersebut.
Ia bangkit dari kasurnya dan segera pergi ke dapur untuk memasak sarapan, meskipun terkadang masakannya kurang perfect, Eza tak pernah protes pada masakan ayahnya tersebut. Dia anak yang baik dan penurut, itulah alasan mengapa Yudhist tak bisa untuk memarahi putra semata wayangnya.
Yah walau wajahnya lebih ke gen orang itu, Setidaknya sifatnya tak akan seperti bajingan itu.
Tak beberapa lama aroma nasi goreng mulau tercium menyerbak ke seluruh penjuru rumah apartemen sederhana miliknya, sang malaikat kecil yang tertidur itu terbangun akibat aroma enak yang berasal dari dapur.
"Ayah! Bikin nasgor ya? Eza mau!!" ucapnya dengan semangat setelah mengumpulkan nyawa beberapa saat lalu di kamar.
Yudhist terkekeh karena Eza yang antusias untuk segera memakan sarapan yang ia buat hari ini, "Cuci muka dulu ya nak, baru habis itu kita makan nasgor favorit Eza" ia menggendong tubuh mungil itu untuk menuju ke kamar mandi.
Setelah mencuci muka, Yudhist menuntun sang putra agar menuju ke meja makan. Dengan sangat bersemangat bocah itu mengambil sendoknya dan menyuapkan nasi goreng buatan sang ayah ke dalam mulut mungilnya, seperti biasa, rasanya sangat enak dan itu adalah masakan favorit Eza seumur hidupnya.
Yudhist, "Gimana, enak nak?"
Eza mengangguk, tanda bahwa nasgor kali ini sangat enak saat ia makan. Yudhist menghela nafas lega, padahal bawang putih yang ia tumis sedikit gosong.
"Engga gosong kan rasanya?" Yudhist kembali bertanya, memastikan bahwa putranya tidak sedang berbohong tentang rasa masakan yang ia buat.
"Ya.. Agak gosong sih, tapi kalo ayah yang buat rasanya gak seburuk itu"
Oh shit si kecil ini imut sekali, pikir Yudhist.
Ia mengukir senyum di bibirnya, "Bisa aja kamu anak kecil. Di ajarin siapa ngomong manis gitu hmm??"
Eza menjawab dan menjelaskan pertanyaan dari ayahnya, "Di ajarin Om Ezar. Kan Eza belakangan sering main ke rumah Rava sama Reva, nah kebetulan kata Rev, Om Ezar sering ke rumahnya karena ada kerjaan dari Daddynya" jelasnya, kemudian dengan santai ia menyuapkan nasgor itu ke mulutnya kembali.
"Om Eza bilang, kalo mau di sukai banyak orang harus pandai memuji dan mengapresiasi"
"Ah ya, Ayah baru inget om Ezar kerja di sana" ucap Yudhist datar sembari menyusul sang anak makan.
Butuh 15 menit untuk menghabiskan makanan mereka, karena masih tersisa beberapa waktu, biasanya Yudhist akan menggunakan nya untuk mandi dan mengerjakan beberapa pekerjaan rumah, seperti nyapu, mengepel, dan cuci piring. Barulah setelah itu mereka berangkat sekolah dan bekerja.
Tapi sepertinya pagi ini tidak terlalu hoki, ah... Kenapa motor supra ini gak bisa di stater? Sial, padahal sudah di servis beberapa hari yang lalu, Kenapa masih bisa mogok?
Eza, "Ayah, i'ts ok kah motornya?"
Sang ayah menghela nafas berat, "No, kayaknya ga bisa nyala ini motornya" ia menyibakan rambutnya yang sudah sedikit berkeringat akibat mengutak-atik motor jadul kesayangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Bapak Mu || BL (G Bakal Lanjut)
Storie brevi[Lanjutan book "Kang Bully Jadi Boti"] Takdir sialan ini terus mempertemukan dirinya dan Yudhist. Bukannya kenapa, ia hanya sedikit sakit hati melihatnya bahagia dengan keluarga barunya. Ingin marah rasanya, tetapi ia bukan siapa-siapa bagi Yudhis...