"deekk, kaka jalan dulu ya!"
"Iya."
"Nanti pulangnya kaka bawa sarapan, tapi kalau laper duluan adek makan aja yang ada."
"Iyaaaa."
"Jangan lupa jemur baju."
"Iyaaaaaa sana pergi, aku mau tidur lagii."
"Tidur teruss, jangan lupa jemur baju."
"Iyaaa kaka baweell, sana pergi ah. Nanti kesiangan."
"Oh iya! Dadaah!"
Jeonghan langsung sedikit berlari keluar dari rumah dan berjalan perlahan menuruni tangga, pagi ini seperti biasanya ia akan berolahraga keliling area tempat ia tinggal. Lalu setelah merasa cukup olahraga, dia akan pergi ke pasar mingguan untuk berbelanja sayuran dan daging sebagai stok selama satu minggu kedepan.
Kebiasaan ini sudah ia lakukan semenjak kehidupannya membaik, ia tidak mau kalau tiba-tiba saja dirinya tidak mempunyai uang dan Jihoon tidak bisa makan.
Setidaknya mereka memiliki stok bahan makanan yang bisa disantap.
Kaki ramping itu melangkah turun dari lantai paling atas rumah sewa, tempat paling murah yang bisa ia sewa. Jihoon tidak protes saat mereka tinggal disana, toh menurutnya tempat itu sudah sangat pas untuk keduanya.
Walaupun yaaa, terkadang mereka akan merasa kepanasan saat musim panas dan kedinginan saat musim dingin.
Tapi mereka bisa bertahan.
Jeonghan ini disebut miskin, tidak juga. Disebut kaya ya.. jauh dari kata itu.
Dia berkecukupan, cukup untuk menghidupi dirinya dan Jihoon.
Jeonghan berjalan menuju jalanan belakang bangunan tempat ia tinggal, lalu menysir jalanan-jalanan sepi lainnya yang biasa ia lewati. Minggu pagi, daerah yang biasanya ramai akan sepi.
Kakinya terus melangkah kecil-kecil, menyusur pinggir sungai, lalu hutan-hutan kota yang sangat asri, dan toko-toko kelontong yang masih tutup. Lalu langkahnya akan terhenti pada jejeran pedangan yang sudah buka sejak pagi masih gelap, hingga siang saat terang.
Langkahnya sudah menunjukan tiga ribu, jadi sebelum berbelanja Jeonghan akan duduk dulu di salah satu taman, dengan minum air dingin yang ia bawa dari rumah.
Rambutnya yang mulai panjang ia kuncir, tangannya mengusap peluh yang membasahi leher, nafasnya sedikit tersengal karena ia tadi lari-lari kecil.
"Kalau bukan karena harus jagain anak-anak di TK kayanya ngga mau deh olahraga, enak juga rebahan di rumah." Jeonghan berujar, tubuhnya bersandar di punggung kursi.
Langit pagi itu cerah sekali langit biru, dengan angin yang masih dingin dan matahari yang malu-malu muncul dari balik awan.
Jeonghan harap, hari ini tidak hujan. Karena kemarin sore ia habis cuci baju, dan banyak sekali.
Belum dijemur, jadi semoga Jihoon ngga lupa buat jemur baju, mumpung cuacanya cerah.
"Kursinya kosong?"
"Oh iya kosong, silahkan." Jeonghan sedikit bergeser, memberikan tempat bagi pria yang tadi bertanya.
"Maaf. Ini gurunya Gian ya?"
Jeonghan langsung menengok, dan mengangguk.
"Ah, ayahnya Gian ya?" Jeonghan tersenyum, melihat pria yang memakai helm serta pakaian bersepedah dan sepedahnya berada disamping mereka.
"Iya, kita pernah ketemu beberapa kali." Seungcheol tersenyum juga.
"Sendirian, pak?" Tanya Jeonghan, biasanya.. biasanya Seungcheol akan datang bersama beberapa penjaga. Tapi kali ini Jeonghan lihat tidak ada siapapun disekitar mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pieces Of My Heart || jeongcheol.
FanfictionJeonghan seorang guru anak TK bertemu dengan Gian seorang anak laki-laki yang pendiam dan tertutup. Dan ayahnya berusaha mendekatkan diri dengan sang putra