8. Dendam

1 0 0
                                    

DISCLAIMER:

Cerita dalam novel ini terdapat banyak adegan kekerasan, sadis, dan kata-kata kasar. Para pembaca diharap bijak dalan menyikapinya.

Menseki jiko免責事項
Kono shosetsu no monogatari ni wa, boryoku, sadizumu, kibishi kotoba no shin ga kazouku fukuma rete imasu. Dokusha wa kore ni kenmei ni oto suru koto ga kitai sa remasu.この小説の物語には、暴力、サディズム、厳しい言葉のシーンが数多く含まれています。読者は

Suasana di sekolah menampakkan gelap dan sepi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suasana di sekolah menampakkan gelap dan sepi. Mungkinkah Reyna masih di sini? Ke mana dia? Bermodalkan senter, Kizami mencari Reyna di seluruh ruangan yang mungkin kekasihnya itu datangi. Bahkan, ia bertemu dengan penjaga sekolah, yang mengatakan tidak ada siapapun di tempat ini, sejak gilirannya bertugas malam itu. Kizami tidak menemukan Reyna. Ia membayangkan sesuatu yang buruk mungkin terjadi. Mungkinkah para dewa sedang mengirimkan karma buruk atas semua dosa-dosanya melalui Reyna? Tidak! Jangan! Dirinya tidak mungkin sanggup menerima, bila memang terjadi hal buruk pada Reyna.

Kizami mulai berpikir siapa saja teman Reyna yang mungkin didatangi, bermain sampai lupa waktu. Ketika dirinya memutuskan hendak mencari ke tempat lain, terdengar suara berdebum dari bagian samping gedung sekolah. Semua rasa, suara, hingga aroma memang diprioritaskan. Sebagai orang yang suka membunuh, instingnya bisa begitu kuat untuk hal-hal buruk. Ia mendatangi asal suara itu. "Reyna!" Ia berteriak.

Tubuh Reyna tergeletak di tanah. Bersimba darah di sekujur tubuhnya. Kotor, juga bau busuk.

Kizami menghampirinya. "Siapa yang melakukan ini padamu? Katakan!"

Reyna dalam kondisi setengah sadar. Ia tidak bisa mengatakan sesuatu untuk menceritakan yang telah terjadi. Rupanya, setelah puas menyiksa, mereka melepaskan tali yang menjeratnya di kursi. Melepaskannya.

Begitu siuman, Reyna melihat hari sudah gelap. Dengan segala daya dan upaya, ia coba bangkit dari kursi itu. Sayangnya, ia terlalu lemah. Sehingga roboh ke lantai. Matanya mulai terasa mengantuk, seperti hendak hilang kesadaran. Namun, ia harus bisa keluar dari tempat ini. Pintu gudang itu mungkin lupa mereka tutup. Mengumpulkan kekuatan, ia melebarkan pintu, sehingga bisa muat bagi tubuhnya untuk merayap keluar. Berjalan dan merayap membutuhkan tenaga yang berbeda. Merayap, kau harus menyeret tubuhmu dengan seluruh anggota tangan, menggerakkan perut seperti jalannya ular. Ditambah, rasa sakit dari dalam tubuh yang membuatnya juga kesulitan bernafas.

Dari bangsal yang gelap itu, Reyna mendengar suara orang memanggil namanya. Suara itulah yang memberinya kekuatan merayap lebih kuat. Mengabaikan semua rasa sakit di sekujur tubuhnya.

Reyna harus bersusah payah merayap keluar dari gudang yang gelap, dengan dituntun cahaya rembulan, juga motivasinya yang begitu ingin bertemu Kizami. Akhirnya berhasil.

Kini ia berada dalam pelukan pria yang paling disayanginya. Namun, ia takut tidak bisa selamat dari semua cedera ini. Satu kata saja begitu sulit diucapkannya. Tangannya hendak menyentuh wajah tampan itu, namun pria itu lebih dulu menggenggamnya.

"Bertahanlah," bisik Kizami yang juga tidak sanggup bicara. Ia segera menggendongnya. Membawa kekasihnya segera pergi ke rumah sakit terdekat, dibantu oleh penjaga sekolah yang punya mobil.

Dokter dan para suster melarang Kizami ikut masuk ke ruang instalasi gawat darurat. Mereka harus segera menangani Reyna.

Ada tanggung jawab lain yang harus dilakukan Kizami. Ia meminjam telepon rumah sakit untuk menghubungi Hana. Memberi tahu wanita itu tentang kondisi putri sulungnya.

Reyna masih dalam penanganan tim dokter. Kondisinya mengkhawatirkan. Hingga Hana datang bersama Reiko, belum ada satu pun dokter yang keluar dari ruangan steril itu.

"Apa yang terjadi?" tanya Hana, cukup histeris.

Kizami menggelengkan kepala. "Aku menemukan dia sudah dalam kondisi seperti itu... di sekolah." Ia menahan marah. Ia berusaha menyembunyikan hasrat dendamnya.

Hana menangis dalam pelukan Reiko.

"Kak, apakah Kak Reyna punya musuh di sekolah?" tanya Reiko.

Kizami tidak menjawab. Yang diinginkannya saat ini adalah membalas perbuatan mereka yang telah menjahati Reyna sampai begini.

Sekitar satu jam kemudian...

Dokter keluar dari ruang operasi. Luka yang dialami Reyna cukup parah. Tidak hanya luka luar, tetapi juga luka dalam. Ditambah beberapa tulang rusuknya ada yang patah.

Saat ini, Reyna dalam keadaan koma. Harapan hidupnya tipis.

Hana semakin histeris. Reiko juga ikut sedih. Mereka sudah menghubungi Tanaka Sawajiri dan mengabarkan yang terjadi. Memintanya segera pulang, karena mereka tidak sanggup menahan beban kesedihan ini.

Air mata juga mengalir dari pelupuk mata Kizami. Tangan kanannya mengepal kuat-kuat. Menggenggam bongkahan dendam kesumat yang wajib ia balas.

***

Keesokan harinya di sekolah.

Kizami memang tidak mau langsung bertindak. Lebih dulu, ia mengawasi Mina, salah satu anggota gengnya Asano. Ia ingat, gadis itu yang mengatakan Reyna masih dipanggil guru untuk membahas nilai. Sungguh licik cara yang mereka pakai. Ia mengawasi setiap anggota lain geng itu. Seperti Naomi, Haruto, dan tentu saja Asano.

"Kudengar dari Bu Minamoto, kalau kondisi Reyna parah," ungkap Asano dengan parah. Dirinya juga memendam amarah. Ia tidak menyangka, inilah mereka rencanakan, juga lakukan pada pujaan hatinya. Jika ia membela Reyna, harga dirinya sebagai pimpinan geng ini akan jatuh. Mereka akan meremehkannya.

"Memang," sahut Naomi dengan intonasi meninggi. Ia terdengar bangga dengan buah kerja samanya dengan mereka semua. "Sayangnya..." Ia melembut. "... kau tidak ikutan."

"Padahal, Haruto sangat ingin menodainya," tambah Mina. "Dia benar-benar menghormatimu, Asano. Dia menyisakan bagian itu untukmu." Ia menceritakannya dengan menggebu-gebu. Seolah baru mendapat penghargaan sebagai perundung terbaik di dunia. "Sayangnya, kau malah tidak datang." Ia menciutkan suaranya, kecewa.

Haruto tertawa. "Gadis itu sekarang sudah tidak mulus lagi. Kecantikannya hilang!" Ia masih saja tertawa. Teman-temannya juga demikian. Sungguh puas dengan hasilnya.

Hati Asano sebenarnya sakit. Tetapi, ia hanya bisa mengatakan, "Kalian ini... benar-benar nekat."

Obrolan itu terjadi di salah satu bangsal sekolah yang sepi. Tanpa mereka tahu, Kizami yang sedari awal mengintai, mendengar semuanya. Tangannya kembali terkepal kuat. Pikirannya dipenuhi kebencian akut terhadap mereka.

***

Pulang sekolah, Kizami pergi ke rumah sakit. Menjenguk Reyna. Gadis itu masih terbaring lemah dan tidak sadarkan diri di dalam ruang ICU. Beberapa lukanya sudah dibalut kain kasa. Tubuhnya terhubung dengan mesin-mesin penunjang kehidupan.

"Akan kubalas mereka, lebih dari yang telah mereka lakukan padamu," ujar Kizami. Ia memegang tangan Reyna. Diciuminya tangan itu. Air matanya tumpah lagi.

Ia teringat penjelasan dokter tentang semua luka yang didapat Reyna. Bekas cubitan, tamparan, dan sundutan rokok. Juga bau pesing cairan urine. Kizami dapat membayangkan siksaan yang Reyna terima.

"Mereka harusmerasakan setiap sakit yang kau rasakan. Setiap jengkal penderitaan yang kaualami. Jangan panggil aku Kizami, jika mereka berhasil lepas dari nerakabuatanku." Ia mencium lagi tangan Reyna. Air matanya menetes pada tangan itu.

The Bloody Secret (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang