Namaku Otniel, nama ini memang berasal dari bahasa Kristiani yang masing-masing bahasa memiliki arti yang berbeda. Beberapa orang menganggap namaku ini sepantasnya untuk anak laki-laki, terdengar aneh tapi aku juga mengakui. Aku hanya seorang gadis biasa yang terlahir di sebuah kota kecil, hidupku terbilang sederhana dan tidak ada yang istimewa untuk diceritakan pada orang-orang. Aku se orang gadis yang keras kepala, sampai akhirnya aku bertemu dengan se orang pria yang sangkat menjengkelkan!
"keretanya emang pelan gini, atau aku sih yang ngantuk?" Aku melamun, menatap jendela kereta dengan mata yang lumayan sayu, bibirku mulai menguap dengan kedua mata yang perlahan terpejam.
"mba bangun, mau turun sendiri atau diturunin warga?" Terdengar sapaan seorang pria di telingaku. Mataku mulai mengerjap, membiasakan cahaya masuk pada retina. Pria berpostur tinggi itu menepuk pelan bahu ku, aku sedikit mengigau dengan suara yang amat parau.
"loh udah sampe ya? ko aku ngga tau" Tidak membalas sedikit pun pertanyaan si pria tadi, aku kini sedang sibuk menurunkan koper. Sialnya tempat menyimpan koper itu lumayan tinggi.
"kalo ngga nyampe minimal minta tolong dong" Pria itu kini menyandarkan badannya pada kursi kereta, bibirnya sibuk menghisap sumber nikotin dari pod nya.
Aku sangat kesal, alisku menukik dan perlahan menoleh ke arah sumber suara "SIAPA BILANG? tinggal naik aja susah, mentang-mentang badan udah kaya tower radio" Celetuk ku terdengar menyebalkan.
"mending tower radio ngga sih? kalo jadi botol yakult mah susah" Ucapnya setelah mengeluarkan gumpalan asap nikotin tepat di wajah ku.
"kamu sopan dong sama orang! baru ketemu udah kaya gitu, kenal aja ngga" Kedua tanganku sibuk mengibas-ngibas kan asap yang mengenai wajah. Kini aku beralih sedikit menjauh, dan mulai berjalan keluar dari kereta dengan menyeret koperku.
Ku lihat sekilas wajahnya memang menjengkelkan, siapa juga yang mau bertemu dengan orang seperti itu. Jalanku mulai cepat, ini kali pertama ku menetap di kota Malang. Pertama kali yang ku lihat adalah patung patung singa di stasiun kota, aku menghubungi saudaraku untuk memintanya menjemput, sialnya setiap nada dering telepon berbunyi selalu terputus.
"apalagi sih ini?" Ucapku kesal, aku terus menggerutu sembari berjalan mencari bala bantuan, sinyal disini lumayan buruk! atau hariku yang memang buruk? Mataku terlalu fokus menatap layar ponsel, hingga tanpa sadar badan ku menabrak seseorang.
"eh, maaf ya maaf, ngga sengaja" Kepalaku menunduk sembari terus mengucapkan maaf, kali ini hal bodoh apalagi? Aku sama sekali tidak berani menatap wajahnya, mau ditaruh mana wajahku? malu.
"ngga mau maafin" Ketusnya, terdengar datar tapi sedikit menekan. Aku pun mulai memberanikan diri menatap wajahnya, oh dia! "yauda gausa" Ucapku.
Kita masih berdiri berhadapan, pria ini yang tadi menganggu ku dikereta. Wajahnya memang menyebalkan, lihat kedua matanya itu! dia pikir dia siapa, menatapku seperti itu? aku tak mau kalah juga, kini aku pun menatapnya dengan wajah yang mulai kesal.
"ngga mau maafin kalo ngga kenalan, aku farel" Pria itu mengulurkan tangan nya setelah ia menyebutkan nama. Mau tak mau, aku menjabat tangannya juga "Otniel" Ucapku datar. Ku lihat wajahnya sedikit masam "apa tadi? Otmil?" Seketika tawanya pecah, ku lepas genggaman tangannya dengan wajah mulai memerah. "sialan"
"apasih gila, udah deh. ngga lucu tau" Aku cukup sabar dengan kelakuannya, kini ia mulai berhenti tertawa. "lucu si, nama apa makanan" Wajahnya terlihat senang sekali setelah membuatku kesal.
"ngga dijemput neng? mau bareng ngga?" Ajaknya. Aku sedikit menimang, hari mulai sore apa aku ikut saja ya?. "takut? ngga napsu sama modelan kamu, kalo mau nunggu disini yauda" Farel berjalan menjauh dariku, kini jaraknya sekitar 1 meter dari tempatku berdiri. "IKUTTT!"
Kami berjalan beriringan, tak mengobrol atau bersuara sedikit pun. Terdengar sayup-sayup deruman motor yang semakin mendekat, dari kejauhan terlihat beberapa orang berboncengan dan sebagian lain membawa motor sendiri. "itu temanku, nanti kamu bonceng aku aja. kalo sama mereka yang ada di grepe!" Ucap Farel seraya kepalanya mendekat "malang bahaya tau".
Percaya tak percaya, justru menurutku dia yang lebih bahaya. Aku hanya berdiri menunggu Farel mengobrol dengan temannya, ntah bisnis apa yang mereka bicarakan, padahal tampang seperti pengangguran.
"udah ayo naik! kopernya aku taruh depan ya" Ucapnya. Aku bahkan tidak mendengar nya bicara, mataku sibuk menelisik tiap sudut jalanan stasiun dan terpaku saat melihat patung singa itu!
"kamu mau aku naikin ke patung itu, apa mau ikut pulang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
AMERTA
Teen FictionKata orang Akara dan Bagaskara tidak pernah Aksa, mereka Amerta. Semesta, aku tunggu kabar baiknya ya