Hari pertama sekolah

638 56 9
                                    

Langit pagi yang cerah membaurkan warna biru di kota saat Zayyan Alfahrizhy Williams melangkah perlahan melintasi gerbang SMA Nasional Grice.

Pakaian seragam sekolah yang dikenakannya terasa sederhana dan hampir tidak terlihat di tengah kemegahan sekolah ini.
Di lorong sekolah yang ramai, Zayyan bertemu dengan beberapa wajah yang belum dikenalnya.

Setiap langkahnya diawasi oleh sorot mata siswa-siswa yang penasaran tentang sosok baru ini. Zayyan mencoba tersenyum ramah, tetapi dalam hatinya, ia merasa canggung dan tidak nyaman.

Hatinya penuh pertanyaan dan kegelisahan, Zayyan melangkah lebih dalam ke dalam lorong sekolah yang semakin ramai. Beberapa wajah penasaran terus memperhatikannya, menyisakan rasa tidak nyaman yang tumbuh di dalam dirinya. Setiap langkahnya terasa berat, seolah-olah ia membawa beban yang lebih besar daripada pakaian sederhana yang dipakainya.

"Papa, apa salahku?" gumam Zayyan dalam hati, menyimpan rasa penasaran dan kekesalan yang semakin membesar.

Dia merenung sejenak, mencoba memahami alasan di balik pemaksaannya untuk kembali ke sekolah di negeri asalnya.

Pakaian seragam sekolah yang dianggapnya jelek semakin menambah rasa ketidaknyamanannya.
Seiring langkahnya yang terus melaju, Zayyan terus merenungkan pertanyaan-pertanyaan tak terjawab.

"Mengapa Papa tega membuatku menjalani hidup seperti ini?
Apa yang salah dengan kehidupan yang dulu aku jalani?"
Meskipun mencoba tersenyum ramah, di dalam hati, kekesalan terus tumbuh.

Zayyan mencapai sudut koridor, menatap ke-sekitar dengan tatapan campuran antara keheranan dan kegelisahan.

Setiap sudut sekolah ini menyimpan misteri, dan Zayyan, dengan hati yang masih penuh tanda tanya, memasuki babak baru kehidupannya di SMA Nasional Grice.

Namun, di antara sorotan tatapan yang terus menghujani, Zayyan menemukan kekuatan untuk memberikan senyuman kecil kepada dirinya sendiri walupun sedikit jengkel didalam hatinya.

Keheningan langit pagi yang cerah, dia berguman pada dirinya sendiri.
"Zayyan kamu harus tetap semangat.
Jangan terlalu memikirkan pandangan mereka terhadapmu sekarang,, kamu disini hanya sampai misi selesai. Semangat.. "

"Kamu sudah memilih, dan inilah pilihanmu, buktikan bahwa kamu bisa menjalani tugas dari papa."
Ucap zayyan dengan tekat menciptakan aura keberanian di tengah situasi yang begitu tidak menyenangkan.

Senyumnya menjadi cahaya di tengah arus muram. Meski pandangan-pandangan sinis masih terasa seperti panah di hatinya, Zayyan memutuskan untuk menganggapnya sebagai tantangan yang akan memperkuat langkah-langkahnya. Dia tahu, menjadi berbeda tidak selalu mudah, namun di dalam hatinya, tekad untuk menjadi diri sendiri semakin mengakar.

Dengan setiap langkahnya yang mantap, Zayyan memasuki koridor sekolah yang cemerlang, membiarkan kehangatan ketulusannya menyinari langit-langit yang terasa begitu jauh di atasnya.

Di tengah sorotan tatapan yang masih terus bergelayut, Zayyan menegaskan pada dirinya sendiri bahwa kemanapun dia pergi, dia akan membawa keberanian dan integritasnya sebagai pelindung.

Inilah perjalanan Zayyan yang tak hanya mencari identitas di antara sorotan, namun juga menciptakan jejak yang membentuk keberanian bagi mereka yang mengikuti langkah-langkahnya.

Setelah keluar dari kantor majlis guru, Zayyan mengikuti seorang guru perempuan yang kelihatannya Akan menjadi wali kelasnya.

Langkah-langkahnya beriringan dengan langkah guru tersebut, Zayyan berusaha untuk tetap tenang, namun perasaan gugupnya tak terbendung. Guru perempuan itu, dengan senyuman hangat di wajahnya, mulai bercerita mengenai aturan sekolah dan beberapa informasi penting lainnya.

Meskipun mendengarkan dengan saksama, pikiran Zayyan tetap melayang-layang ke pemandangan yang baru saja ia alami. Sorotan tatapan dan cemoohan masih terdengar di telinganya, membuatnya semakin gelisah.

Sesampainya di depan kelas, wali kelas membukakan pintu dan menyambut Zayyan dengan ramah. Kelas yang terhampar di hadapannya tampak begitu asing, dan dia merasa seolah ditempatkan di tengah medan perang.

Zayyan berusaha untuk menyampaikan beberapa kata dalam bahasa Indonesia, namun entah bagaimana, lidahnya malah tergelincir dan ia tak sengaja memulai kalimat dengan bahasa Inggris.

"Uh, well, I mean, hello everyone. Saya Zayyan. Saya sangat berharap kita bisa menjadi teman baik," ucapnya tanpa sengaja dengan sangat lancar dan alami.

Kata-kata itu keluar dari mulutnya karena gugup, dan membuatnya terdengar hampir seperti anak sekolah luar negeri yang telah lama terbiasa dengan bahasa Inggris sehari-hari.

"Kanvas Mimpi" AU XodiacTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang