-#5-

151 24 14
                                    

| JIWA dan RAGA |

| JIWA dan RAGA |

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


.

.

.

    Musim Semi pun tiba, ajang festival kian masih mendirikan sebuah tenda. Persiapan segala persiapan yang mereka lakukan dari tita bulan yang lalu, akhirnya akan menjadi hasil.

Segala harapan sudah menjadi satu, Gempa sudah siap dengan puisinya. Begitu pula dengan Taufan, yang rupanya akan membawakan lagu dari penyanyi Indonesia—Lagu buatan Nadin Amizah, yang berjudul taruh.


Berbagai hari kita lewati, berlatih bersama. Semua orang menjadi gaduh di tengah taman, walau tak ada aba-aba yang diberikan. Mereka tetap tersusun rapi, saling membantu.

"Indahnya manusia di satu sisi" Gumam Gempa, sambil berjalan mengamati para anggota organisasi nya dengan baik.

Bagaspati yang bersinar terik, membuat mata Gempa silau. Tapi ia juga sambil berfikir, bahwa bagaimana jika besok atmanya hilang ditelan asa? Tak lucu ya..

Gempa sudah mem publish-kan judul puisi yang ia buat untuk ajang berbakat dari beberapa hari yang lalu. Tak heran semua mahasiswa berbondong - bondong mendekati diri kepada Gempa untuk mencontek 'alur' nya.

Langkah demi langkah Gempa lewati, tatapan demi tatapan yang membuatnya gagal tegar. Tatapan penuh kebencian,

Gempa menghela nafasnya dan berkata, "Haah.. Kenapa lagi coba?" Pikirnya dengan suara yang sangat pelan.

Tiba-Tiba langkah Gempa terhenti. Satu anak laki-laki yang berasal dari jurusan komunikasi berada di hadapannya, menghalangi Gempa.

Gempa mulai tersenyum pahit, "Ah sialan." Ia berkata seperti itu dalam gumamnya.

Lelaki yang terlihat lebih tua dari Gempa itu mendongak kebawah, ia menarik kerah kemeja Gempa dengan sedikit keras.

"Sshht, elo mau kemana. Gemma?"  Ujar lelaki itu dengan senyuman yang menyeringai licik.

Lelaki itu bernama Bagas. Anak komunikasi dan informatika, temanku sedari SMA. Sejujurnya, ia tak pantas disebut sebagai teman. Pengkhianat? atau.. Musuh bebuyutan.

Gempa menatap Bagas dengan serius, "Mau apalagi kau, bagas" Ketus Gempa.

Keduanya saling berbagi tatapan mematikan, dan aura kebencian meraja rela.

"Yahh, tau lah ya." Sambung Bagas,

Gempa melepaskan tangan Bagas dari kerah bajunya secara 'Paksa' dan berkata dengan nada suara yang tinggi. Penuh dengan ketegasan, amarah, dan kebencian "Elo.. Mau apalagi hah?!" Ujar Gempa.

JIWA DAN RAGA ― Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang