Bab 2

327 48 27
                                    

Catatan penulis: Halo! Selamat membaca cerita baruku ini, yaitu Adjacent Problems, yang menceritakan Matt dan Alice, karyawan staf dan bos suatu bidang, bawahan dan atasan. Kelihatannya, cerita ini bergenre office romance dan metropop. Ini juga cerita pertamaku yang sungguhan berlatar di luar negeri, tepatnya di Amerika Serikat, jadi aku memang banyak mencari tahu tentang negara bagian California lewat film, buku, dan artikel di internet, hehehe. Oh iya, aku menyertakan video YouTube di multimedia bab ini yang menjelaskan pekerjaan Matt, Alice, dan sebagainya, yakni mengenai software developers, untuk membantu.

Oke, sekian catatanku ini. Mohon maaf bila terlalu panjang. Selamat membaca lagi!


Matt tengah mengamati keberjalanan pemrograman yang tadi ia uji coba. Yang Matt suka dari bekerja di sini adalah para pemrogram dapat bereksplorasi dengan berbagai bahasa pemrograman. Bahasa pemrograman favorit Matt adalah Java dan Python. Ada contoh-contoh pemrograman yang dibuat rekan-rekan kerjanya pada web kolaborasi, Matt mencoba mengutak-atik dengan bahasa pemrograman lain. Matt mengetik-ngetik di laptopnya, di meja kerja panjang pada open office workspaces.

Selama Matt bekerja di mejanya, suara langkah kaki bersepatu hak terdengar mendekati. Matt melirik ke asal muasal suara sepatu hak tersebut. Itu adalah Ms. Umber, tiba-tiba saja sudah berada di dekat meja kerja Matt. Matt sedikit terkejut sampai jantungnya serasa berhenti berdetak sedetik. Matt menghidu bau minyak wangi floral darinya.

"Ms. Umber," Matt mencoba menyapa bosnya yang ada di dekatnya.

"Mr. Orlando," Ms. Umber memanggil. "Atau, boleh aku memanggil dengan nama depanmu?"

"Boleh saja, Miss."

"Kau sedang sibuk, Matthias?" tanya Ms. Umber.

"Oh, tidak terlalu," jawab Matt. "Panggil saya Matt saja agar singkat, Ms. Umber."

"Kau suka kopi, Matt? Apakah kau tidak ingin membuat kopi?"

"Iya, saya suka kopi long black."

"Ada kopi long black di dapur, sebelah situ. Kau bisa buat sendiri di situ."

"Begitu? Terima kasih, Miss."

"Dan sekalian saja saat kau di situ," lanjut Ms. Umber, "tolong buatkan aku white coffee. Bawakan ke ruanganku."

Setelah mengatakan permintaan itu, Ms. Umber langsung melenggang ke ruang kantornya. Matt hanya melongo tidak percaya. Matt tidak tahu apakah ini budaya orientasi di tempat kerjanya sekarang atau Ms. Umber semata-mata hanya ingin menyuruh-nyuruh dirinya. Ms. Umber tadi sempat mengatakan "tolong" walau tidak dengan "terima kasih". Masih ada setengah kebaikan padanya, huh? Hanya setengah.

Matt mendengus dan beranjak ke dapur sesuai arahan Ms. Umber. Dapur terletak tidak terlalu jauh dari tempat bekerjanya. Matt menemukan dapur dan melihat beberapa mesin pembuat kopi di meja dapur. Ada mesin pembuat kopi espreso, mesin pembuat kopi teknik drip, dan mesin kopi yang otomatis membuatkan kopi tertentu jika dipencet tombol spesifiknya. Matt melihat mesin kopi otomatis dan bersyukur menemukan tombol "long black" selain cappucino, mochaccino, americano, coffee latte, macchiato, hot chocolate, dan matcha. Matt mengambil cangkir yang sesuai untuk kopi long black dan meletakkannya pada mesin kopi otomatis. Pada saat itulah, seorang office boy (OB) memasuki dapur dan melihat Matt.

"Permisi. Selamat siang," sapa OB tersebut sambil mengangguk ramah.

"Selamat siang," Matt balas menyapa.

"Apakah kamu baru di sini? Aku belum pernah melihatmu sebelumnya."

"Ya, ini hari pertamaku di sini. Aku baru dimutasi tempat kerja."

"Oh, begitu," kata OB itu. "Namaku Marc, dengan huruf C, Marcus Doonefield."

"Aku Matt, Matthias Orlando."

Matt dan Marc berjabat tangan. "Apakah kau orang asli California, Matt?" tanya Marc setelah mereka selesai jabat tangan.

"Bukan, aku dari New Mexico."

"Kau pergi menggunakan pesawat dari New Mexico?"

"Benar."

"Aku belum pernah naik pesawat," kata Marc. Marc melihat Matt yang berada di depan mesin-mesin pembuat kopi. "Mau membuat kopi apa?"

"Ngg, aku butuh membuat kopi long black dan white coffee."

"White coffee? Pasti untuk Ms. Umber. Biar aku yang siapkan. Biji kopinya memang biji kopi khusus."

"Baiklah. Aku akan membuat long black-ku sendiri."

Matt menekan tombol kopi long black pada mesin kopi otomatis. Sementara itu, Marc tengah mengambil stoples biji white coffee lalu mengambil secangkir biji-biji itu untuk dimasukkan ke penggiling. Saat kopi long black Matt selesai dibuat, Marc masih meracik dengan alat compactor bubuk kopi dan mesin pembuat kopi espreso. Matt tidak berkata sepatah kata pun karena takut mengganggu Marc. Matt hanya terus memperhatikan Marc membuat white coffee sampai akhirnya, white coffee tersaji dalam cangkirnya.

Marc hendak membawa secangkir white coffee itu di atas sebuah nampan, tetapi Matt mencegahnya. "Biar aku saja yang membawakan white coffee-nya juga. Aku memang diminta Ms. Umber untuk membawanya."

"Oh, kau pun ternyata disuruh Ms. Umber, ya?" Marc menanggapi. "Bagaimana menurutmu soal Ms. Umber?"

Matt mendengus. "Ms. Umber kelihatannya tidak menyukaiku. Ia terus memasang wajah judes saat berdiskusi denganku. Nada bicaranya juga tajam."

Marc mengangguk sebagai tanggapan. "Ms. Umber memang kurang ramah, tapi sebenarnya baik hati dan pekerja keras, asalkan kau tidak membuatnya marah. Pernah ada seorang staf yang dimarahi karena terlambat mengumpulkan hasil kerjanya, marahnya sangat ... emosional. Akibatnya, gaji stafnya dipotong. Namun, kalau sudah musim liburan, Ms. Umber akan memberi insentif, kok. Aku saja sering diberi karena bisa membuat white coffee pesanannya."

Matt menelengkan kepalanya setelah menyimak Marc, dahinya berkerut. "Apakah dia baik hanya pada saat musim liburan?"

"Tidak tahu. Yang kami ketahui, Ms. Umber itu lumayan ambisius."

Matt hanya manggut-manggut mendengar Marc. "Kalau begitu, aku akan membawakan white coffee di atas nampan ini. Sekalian aku bawa kopi long black-ku."

"Oh, ya, silakan. Terima kasih."

Matt mengisi nampan dengan cangkir white coffee dan cangkir kopi long black lalu membawanya. Ia pergi ke mejanya terlebih dahulu untuk menyimpan cangkir kopi long black sebelum menuju ruang kerja Ms. Umber. Matt mengetuk daun pintu ruang kerja Ms. Umber yang terbuka beberapa kali dengan salah satu tangan lalu lanjut masuk ke dalam ruangan.

"Permisi, Ms. Umber. Ini white coffee Anda," ujar Matt.

"Oke, bagus, Matt. Taruh saja di atas meja."

Ms. Umber meminta Matt meletakkan white coffee pesanannya di atas meja kerjanya tanpa memalingkan pandangan dari laptopnya. Matt meletakkan secangkir kopi tersebut. Sama sekali tidak berterima kasih.

"Sudah, Ms. Umber. Saya akan kembali ke tempat saya," kata Matt setelah menyimpan cangkir kopi Ms. Umber.

"Ya. Dan ada percobaan pemrograman di web kolaborasi oleh beberapa rekan pemrogram untuk perangkat lunak kita. Mungkin kau bisa lihat dan menyupervisi pengodean dan pemrograman tersebut."

Itu memang job description bidang mereka, tetapi Matt menghembuskan napas tanda kesal. Matt sudah kepalang tidak nyaman dengan perlakuan Ms. Umber terhadap dirinya. Hari pertamanya bekerja di tempat baru ternyata begitu rumit.

Matt berusaha sabar, mengingat kata OB Marc bahwasannya Ms. Umber hanyalah bos yang sangat ambisius. Asal jangan membuatnya marah. Matt mencoba menyunggingkan senyum. "Baik, Ms. Umber. Saya akan melaksanakannya."

Matt kembali ke meja kerjanya, melakukan tugas yang tadi diberikan meski dengan hati yang gusar.

Adjacent ProblemsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang