1. Kantor penerbitan

320 54 10
                                    

Musim hujan, tahun 2023.

Freen Sarocha, mereka biasa memanggilku seperti itu bahkan terkadang mereka tak segan-segan memanggilku putri es hanya karena sikapku yang tidak banyak bicara di depan orang-orang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Freen Sarocha, mereka biasa memanggilku seperti itu bahkan terkadang mereka tak segan-segan memanggilku putri es hanya karena sikapku yang tidak banyak bicara di depan orang-orang. Aku seorang introvert jadi aku memilih untuk diam ketika mereka asik membicarakan hal-hal yang menurutku tidak penting. Aku lebih memilih berdiam diri dalam duniaku, berkutat dengan buku-buku, lukisan, tulisan untuk menyalurkan hobiku yang membuat otakku berpikir lebih kritis lagi.

Aku tercatat sebagai alumni mahasiswa di salah satu universitas ternama di kota Bangkok Fakultas Bahasa angkatan tahun 2020. Tahun ini adalah tahun kelimaku bekerja sebagai kepala redaksi di kantor penerbitan buku Kota Bangkok. Tugasku sehari-hari menentukan tampilan dan nuansa publikasi, memutuskan apa yang akan diterbitkan dan mengawasi operasi dan kebijakan publikasi dibantu oleh staff editing dan staff pengurus ISBN.

Namun, bulan ini staff editing yang sering membantuku resign karena mengikuti suaminya pindah domisili. Terpaksa aku harus mencari penggantinya. Aku mendesak kepala divisi administrasi untuk secepatnya mencari pengganti karena naskah-naskah yang harus diedit menumpuk, belum lagi harus bertemu dengan penulis naskah tersebut untuk membicarakan perihal kesepakatan desain naskah mereka.

Aku menghempaskan pantatku ke kursi putar, menyandarkan punggungku kemudian memejamkan mata berusaha melepas lelah sejenak. Wajah lelahku sangat ketara sekali.

"Kamu belum pulang?"
Tiba-tiba Noey, rekan sekantorku dari kepala divisi percetakan masuk ke ruangan tanpa mengetuk pintu, seperti biasa.

"Hm." Jawabku tanpa membuka mataku.

"Pulanglah terlebih dahulu, istirahat. Kalau kamu seperti ini terus, kamu bisa mati."

"Bagaimana aku bisa pulang?" Aku membuka mataku, menatap Noey yang berdiri di depan mejaku. "Lihat! Naskah-naskah sialan ini menunggu untuk di sentuh." Aku menghela nafas kesal melihat tumpukan naskah di atas mejaku.

"Aku masih memiliki tiga naskah darimu yang harus di cetak, jadi jangan terlalu terburu-buru. Cukup untuk menunggu rekan barumu datang. Aku dengar sudah ada yang cocok untuk ditempatkan bersamamu."

"Maksudmu apa cocok ditempatkan bersamaku? Kamu pikir aku semenakutkan itu?"

"Hahaha! Bukannya kamu terlalu pemilih? Bahkan untuk mencari rekan kerja pun harus sempurna. Harus mematuhi setiap peraturanmu." Noey mencibir, dagunya menunjuk pada papan info di tembok dimana tertera peraturan divisi redaksi yang aku buat sendiri.

"Aku hanya tidak suka dengan orang yang tidak tepat waktu."

"Terserah apa katamu, aku mau pulang dulu. Kalau kamu mau mati disini karena menjadi budak korporat silahkan. Tapi jangan bergentayangan di kantor ini kalau mati."

"Sialan!"

Noey secepat kilat pergi sebelum pulpen yang ku pegang berhasil mendarat pada wajahnya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Third Woman (Freenbecky)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang