4. Kedekatan yang terpaksa

176 44 7
                                    

Mundur beberapa jam setelah bertemu Nona Fang.

Aku masuk terlebih dahulu ke dalam mobil, duduk di belakang kemudi, semenit kemudian staffku menyusul dan duduk di sampingku. Di perjalanan kami saling diam, aku hanya fokus menyetir memperhatikan jalanan. Sementara staffku duduk diam sesekali terlihat mengetik pesan pada ponselnya.

"Apa itu Noey?" Tanyaku tanpa melepas perhatianku ke depan. Berusaha mencairkan suasana karena tuntutan dari Noey.

Dari ekor mataku, dia terlihat kebingungan atas pertanyaanku yang tiba-tiba.

"Noey mengirimu pesan?" Tanyaku sekali lagi, memastikan.

"Ah iya, dia menanyakan bagaimana pertemuanku dengan Nona Fang." Jawabnya disertai penjelasan.

Aku membulatkan mulutku membentuk huruf O. "Berikan nomermu." Kataku sembari menyodorkan ponselku padanya, sementara tangan lain memegang kemudi.

Tanpa ragu dia mengambil ponselku kemudian mengetikan angka-angka pada papan ponsel.

"Okay, thanks." Ucapku setelah mengambil kembali ponselku darinya.

Perjalanan dari rumah Nona Fang ke kantor penerbitan memakan waktu setengah jam lebih. Masih ada waktu 20 menit untuk sampai kantor bahkan satu jam dua puluh menit karena bertepatan dengan jam makan siang.

"Apa kamu lapar? Bagaimana kalau mampir makan siang terlebih dahulu?" Usulku. "Anggap saja ini ucapan terima kasih saya karena kamu berhasil meyakinkan Nona Fang tentang desain tersebut." Imbuhku cepat-cepat agar dia tidak berpikir macam-macam.

Dia melihat jam pada ponselnya. "Baik, terserah Bu boss saja." Jawabnya kemudian.

Tidak butuh waktu lama, kami sampai di restoran yang katanya memiliki khao op sapparot ternikmat. Khao op sapparot disini terkenal sekali, sudah beberapa kali aku mencobanya dan rasanya tidak pernah berubah.

Aku memperhatikan staffku itu yang tengah sibuk memisahkan udang dan mette dari khao op sapparot yang sudah tercampur dengan nasi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku memperhatikan staffku itu yang tengah sibuk memisahkan udang dan mette dari khao op sapparot yang sudah tercampur dengan nasi. Dia menaruhnya pada piring dengan rapih dan teratur. Aku mengerutkan keningku, aneh.

"Apa kamu tidak menyukainya?" Tanyaku penasaran, melihatnya melakukan hal yang menurutku aneh.

"Tidak, aku menyukainya. Hanya saja aku tidak suka tercampur seperti ini. Aku biasa memisahkan nasi dengan lauknya."

"Apa kamu ingin memesan makanan lain?"

"Ah tidak, terima kasih Bu boss. Ini saja. Aku akan memakannya."

Aku tersenyum di sudut bibir, masih dengan tatapan yang terlihat aneh tertuju padanya.

。。。

Kantor penerbitan, Bangkok.

"Bagaimana? Kamu sudah mencoba dekat dengannya? Apa dia mengatakan sesuatu?" Noey datang dengan membrondongku beberapa pertanyaan.

Aku duduk di kursiku, menyibakkan rambut panjangku ke belakang. Tidak lupa menghela nafas sebentar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Third Woman (Freenbecky)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang