Cerita ini merupakan novel fiksi sejarah/historical fiction, tidak untuk dijadikan rujukan atau sumber sejarah Indonesia pada masa kerajaan Hindu-Buddha.
***
1197 Saka
"Perempuan, Gusti Prabu."
Seorang kdi menyerahkan seorang bayi mungil kepada Maharajadiraja Singhasari yang bernama Prabu Kertanagara. Binar-binar kebahagiaan nampak jelas di kedua matanya kala melihat sang putri yang baru saja lahir ke dunia. Bayi kecilnya menggeliat, lantas mata cokelatnya membalas tatapannya. Ah, lagi-lagi sang Prabu kalah. Putrinya lebih mirip dengan Sri Bajradewi yang bergelar Sri Parameswari dari Kerajaan Singhasari. Bayi itu bergerak resah yang membuat Prabu Kertanagara mengembalikkannya kepada kdi. Bersamaan dengan itu, terdapat seseorang yang memanggil sang Prabu. Sontak, ia pun keluar dari kamar yang dijadikan ruang bersalin tersebut.
"Romo?" panggil seorang gadis tak sabaran. Matanya melebar ketika melihat sosok ayahandanya berjalan mendekat. "Romo, katakan sesuatu padaku ... " Ia merengek saat Prabu Kertanagara berada tepat di hadapannya. "Aku mohon," pintanya lagi.
Prabu Kertanagara tersenyum simpul. Ah, tingkah laku putri sulungnya membuatnya gemas. Ia merendahkan tubuhnya agar sejajar dengan sang putri. Oh, pipi bulat yang terlihat memerah itu menggugah sang Prabu untuk mencubitnya. Gadis itu mengaduh, lalu mengusap-usap pipinya.
"Romo ... aku tidak suka," keluhnya dengan bibir mengerucut.
"Apa yang tak kau sukai?" sahut Prabu Kertanagara dengan salah satu alis terangkat, menanti jawaban sang putri. Lama menanti, sang Prabu bangkit kemudian menggapai salah satu tangan putrinya. "Ibundamu harus beristirahat, Nak." Ia menyempatkan diri melihat ke arah pintu kayu yang menjadi pembatas antara lorong tersebut dengan ruangan tempat istrinya berada. Lantas, ia mengangguk singkat. Prabu Kertanagara memutuskan untuk melangkah maju, diikuti oleh putri kecilnya. Kakinya yang beralaskan gamparan menapaki satu per satu tangga, lalu bersentuhan dengan tanah. Di bawah sinar bulan yang bersinar terang, dengan didampingi oleh sang putri, Prabu Kertanagara menyimpan sebuah keyakinan.
Sang Prabu mengeratkan pegangan tangannya. Oh, telapak putrinya amat kecil. Gadis itu masihlah membutuhkan perlindungannya, sebelum ia melindungi Singhasari. "Kau adalah seorang kakak, Nak."
Sudut bibir gadis kecil itu terangkat, menampilkan senyuman ayu mewarisi ibunya yang memukau siapa saja yang melihatnya. Ah, bidadari-bidadari di swargaloka pun menaruh iri padanya, bahkan Menaka sekalipun. "Benar, Romo. Nimas Mahadewi dan Nimas Jayendradewi adalah adik-adik yang harus kujaga," tuturnya lembut, sembari beradu pandang dengan sang ayahanda yang menjulang tinggi di sampingnya.
"Gayatri," seloroh Prabu Kertanagara yang membuat gadis kecil itu mengerutkan dahi. Sang Maharaja mengerti bahwa putrinya membutuhkan penjelasan, walaupun tidak sempat diutarakan. "Kau memiliki seorang adik baru, Nak. Dyah Gayatri namanya."
Gadis mungil dengan surai hitam legam yang menjuntai hingga pinggang itu pun mengangguk singkat. "Nama yang cantik," sahutnya.
Prabu Kertanagara melepas tautan tangan mereka, kemudian menggerakkan jari telunjuknya ke arah langit malam. "Tribhuwana bermakna tiga dunia, Nak. Pertama, tempat yang kau lindungi kesuciannya adalah swargaloka, supaya raksasa mahasakti seperti Rahwana tidak mampu mengganggu ketentraman di dalamnya." Jari sang Prabu beralih ke arah gemerlap Istana Singhasari. "Kedua, kau juga harus menjaga kedamaian bhumi mandala ring Singhasari, tempat di mana kau mengabdi kepada kalula-mu." Terakhir kali, Maharaja Singhasari tersebut menunjuk ke arah tanah. "Ketiga adalah alam bawah tanah. Kau harus menegakkan keadilan dengan menghukum siapa pun yang bersalah dan letakkan mereka di bagian bumi yang tak tersentuh oleh sinar matahari." Sang Prabu memberikan usapan hangat di pucuk kepala putrinya. Putri sulungnya tersebut mau tak mau akan memikul beban berat ketika ia beranjak dewasa nanti. Harapan Singhasari ada di pundaknya.
"Kau adalah Putri Singhasari yang sanggup melindungi kerajaan dan ketiga adiknya. Itulah alasan mengapa Romo menamaimu Dyah Tribhuwana."
30 April 2024
2 Februari 2025***
Catatan Kaki
gamparan = terompah
kalula = rakyat
kdi = dukun wanita
parameswari = permaisuri***
Catatan Penulis
Hai! Cerita ini merupakan universe baru yang penulis sebut sebagai Wismakalalita Singhasari, artinya mahkota cantik Kerajaan Singhasari. Rencananya, penulis akan membuat dua season dan novel ini merupakan season pertamanya. Akan tetapi, jika memungkinkan, bisa dipadatkan menjadi satu season saja, tergantung apakah panjang dan tidaknya.
Novel ini sebelumnya diikutkan dalam lomba menulis di platform Rakata pada bulan Maret 2024, tapi karena penulis kalah lomba, sekarang penulis pindahkan hanya di Wattpad.
Novel ini sempat penulis unpublised berkali-kali, mohon maaf atas ketidaknyamanannya. Sejauh ini, penulis telah menulis 17 chapter dengan total 45.000+ kata. Oleh karena itu, penulis akan mem-publish secara bertahap sembari merevisi.
***
Selamat membaca, luv u 🫶

KAMU SEDANG MEMBACA
SANG MAHALALITA
Historical Fiction-Historical Fiction- {Wismakalalita Singhasari I} Akhir abad ke-13, rentetan peristiwa menyeret Singhasari ke dalam jurang keruntuhan. Di situasi sulit itu, desakan untuk segera menikah semakin nyata, apalagi kepada putri sulung Prabu Kertanagara ya...