04 (Sidang awal)

5 2 0
                                    

*****


Tak butuh waktu lama untuk melupakan seseorang yang sudah merasuki pikiran Novi tanpa izin. Setidaknya orang itu sudah jarang muncul saat ini. Itulah penyebab memudarnya pikiran Novi yang kacau.

Sejak hari dimana insiden kacamata milik Novi terbang, kira-kira seminggu setelahnya, Novi tidak menemukan 'si aspal geradakan' yang menyebalkan itu. Sebenarnya Alvin tak salah, namun, Alvin yang selalu muncul dalam otak Novi-lah yang salah. Itu sudah sangat mengganggunya.

"Nov, pinjem kitab kamu dong. Minggu lalu aku ketinggalan gara-gara ngobrol pas ngaji," ujar Kanaya.

Novi memutar bola matanya, kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya. "Ckckck, tak patut. Aku juga kan udah bilang waktu itu. Kamu kalo mau nyalin, jangan ke aku. Orang aku juga ketiduran kok," gumamnya seraya mengelus kuku-kuku jarinya.

Kanaya meringis. Watados sekali temannya ini. Benar-benar santai dan tak jadi beban, sepertinya. Tapi ia bersyukur, karena Novi sudah menjadi Novi yang semula lagi. Tidak jelas dan sangat aneh, persis seperti motto-nya.

"Terus kamu nyalin nggak?" Tanya Kanaya.

"Udah sih, tuh ambil aja di rak. Aku lagi mager berdiri soalnya. Oh iya, kalo tulisannya acak-acakan, jangan salahin aku ya. Soalnya aku ngikutin tulisan Zahra," ceplosnya. Sangat tidak pantas untuk ditiru.

"Wah, kerekam Nov." Kanaya menunjuk ponselnya. Ia kemudian berdiri dan mengambil kitab yang ia cari.

Sedangkan Novi, mengangkat bahunya acuh seolah tidak mempermasalahkan hal itu.

Tak perlu waktu lama, Kanaya akhirnya menemukan kitab yang di carinya. Ia buka halaman kitab itu, dengan tubuh yang ia dudukkan langsung di atas lantai.

"OMEGATT!! GAK NYANGKA AKU TERNYATA SELAMA INI TEMENAN SAMA PROFESOR!" Pekik Kanaya dramatis.

Mendengar itu, Novi malah menampilkan ekspresi percaya diri. Tangannya langsung menyilang didepan dada. "Woiya jelas toh! Kamu baru nyadar? Parah sih, selama bertahun-tahun kita bestie-an, kamu baru tau kalo temen-mu jenius."

Tanpa menatap Novi, Kanaya bergidik. Tangannya sibuk menyalin kitab. "Kok kamu gila sih?" Tanyanya.

"Iyalah, kan aku temen kamu," jawab Novi santai. Ibu jarinya sibuk mengelus kuku-kuku jari yang lain.

"DORR!!"

"MA CENGCONG IKAN TERBANG!"

"EH EH DOR!"

Seperti biasa, hobi Syahla saat ini sepertinya sudah beralih kepada 'membuat temannya jantungan'.

"Mana ada ikan terbang aish!" Novi menepuk jidatnya.

"Ada. Ikan lumba-lumba," jawab Kanaya.

"Ikan lumba-lumba lompat, bukan terbang," sahut Syahla.

"Kamu lagi! Hobi banget ngagetin kita!" Novi melirik sebuah kotak yang berada di tangan Syahla. "Oh, gak usah repot-repot La. Aku tau kamu baik, sini." Dengan percaya diri, Novi seketika merubah ekspresinya seraya mengambil kotak hadiah yang ada di tangan Syahla.

"Oh, iya jelas. Kamu baik banget Nov. Aku belum minta tolong, tapi udah inisiatif ngambil duluan. Makasih banyak ya!" Syahla menepuk-nepuk punggung Novi.

Seketika Novi memudarkan senyumannya. "La? J-jangan bilang-"

Syahla tersenyum seperti Ipin. "Hehe, iya. Kali ini aja ya, Nov? Jebal ..." Syahla mengatupkan kedua tangannya.

Novi memutar otaknya untuk menjawab perkataan Syahla, tanpa menyakiti hatinya. "Ah, eum ... La? A-aku kok jarang ngeliat dia akhir-akhir ini. Ka-kayanya dia berhenti-"

AlvinovitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang