Angin sejuk pada sore hari berembus. Setelah beberapa waktu, para nyth yang berkumpul di dahan-dahan pohon mulai membubarkan diri. Mereka sudah bosan menonton Mizu dan anak perempuan di hadapannya bercakap-cakap.
"Apa maksudmu mau tinggal denganku? Aku ini orang asing, tahu. Jangan sembarang bicara," ujar Mizu dengan tatapan penuh selidik. Dia bertanya-tanya, apakah anak itu sadar atau tidak kalau ucapan itu membuat dirinya makin mencurigakan.
Jangankan berbicara yang aneh-aneh, keberadaannya di dunia saja mengundang segudang pertanyaan. Bagaimana bisa ada orang yang masih hidup tanpa jantung yang berdegup. Anak itu juga tidak bernapas dan sama sekali tidak dirasa kehangatan darinya saat Mizu membopongnya.
Tampang memang bisa menipu, tetapi menurut Mizu, anak perempuan di hadapannya saat itu tak kelihatan sedang menyimpan tipu muslihat. Yah, mungkin itu pemikiran yang naif.
Apa pun itu, Mizu harus membawa anak tersebut menemui salah satu arch-nyth yang tertarik untuk memberikan Anugerah mereka. Entah dia menerima atau menolak kesepakatan yang ditentukan oleh sang arch-nyth, ingatannya tentang semua yang berada dalam lindungan Pegunungan Kabut akan dihapus. Mizu tidak perlu takut kalau-kalau kekhawatirannya menjadi nyata.
Tidak mendapatkan respons apa pun dari anak itu, Mizu berbalik terus kembali melangkah. "Sudahlah. Sebentar lagi gelap. Kita harus cepat."
Si anak perempuan mengangguk setuju, kemudian turut melangkah. Dia mengekori Mizu bak anak itik mengekori induknya. Sementara itu, pikiran Mizu tengah berkecamuk, mempertanyakan tindakan yang dia baru putuskan sendiri.
××
Perjalanan mereka di Hutan Nyth tidak berjalan lancar. Dari lima kelompok nyth, yang dibuat berdasarkan elemen yang dapat mereka kuasai, sudah empat yang menolak si anak perempuan.
Nyth tanah mengejar mereka seolah mereka adalah calon makan malam; nyth angin mengempaskan mereka sampai ke teritori sebelah; nyth alam menyerang mereka dengan sulur-sulur pun tanaman rambat; nyth api membuat ujung rambut si anak perempuan terbakar.
Mizu menggerutu tidak jelas saat memadamkan api yang hampir melahap lima sentimeter dari rambut anak tersebut. Sesekali dia melontarkan tatapan sinis ke sembarang arah, barangkali Fask sedang mengawasi sambil tertawa terbahak-bahak.
Air muka si anak perempuan kian suram, membuat Mizu merasa tak enak hati. Dia bahkan kelihatan tidak peduli kalau rambutnya terus dibiarkan terbakar. Ya, sebegitu suramnya.
"Hei, jangan murung dulu," kata Mizu, berkacak pinggang. "Kita masih ada satu perhentian lagi. Kalau para nyth di sana juga berbuat onar, baru kau bisa murung sepuasnya."
Ekspresi si anak kecil tidak berubah sejak tadi, masih datar tanpa ekspresi. Namun, Mizu dapat merasakan kalau suasana hati anak itu makin buruk setelah apa yang dia ucapkan. Refleks Mizu berseru dalam kepanikan sejenak, "Aku bercanda!"
Mizu menepuk pucuk kepala anak itu. "Astaga, tenanglah," ucapnya, padahal dia sendiri juga perlu menenangkan diri. Membuat anak kecil---selain Elrit---menangis adalah hal terakhir yang dia inginkan.
Si anak kecil agak terkejut, tetapi tidak kelihatan kesal. Ia mendongak, menatap Mizu yang masih mengelus-elus kepalanya.
"Nggak ada yang namanya ditolak di sini. Kecuali kau menyimpan niat jahat." Mizu berusaha tersenyum untuk menenangkan anak itu, yang pada akhirnya tidak kelihatan seperti senyum. Dia pun menurunkan tangannya dan berkata, "Kau akan mendapatkan Anugerah itu kali ini. Aku yakin."
Setelah melihat si anak kecil sudah tidak begitu murung, Mizu berbalik untuk melanjutkan sisa perjalanan mereka. Dia meluruskan kedua tangan ke atas guna meregangkan tubuh yang sedikit pegal. "Ayo, kita selesaikan ini terus pulang. Aku lapar sekali."
![](https://img.wattpad.com/cover/356346255-288-k720020.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Puppeteer's Pawns: A Game of Fate
PertualanganBukan pertama kali dunia berada di ambang kehancuran. Tiap 100 tahun sekali, seratus jiwa dikumpulkan sebagai tumbal untuk memperbarui segel gerbang Dunia Bawah. Namun, kali ini, para utusan ditakdirkan untuk gagal. Mizuric, bersama tiga kawannya da...