01, Sahabat, Kita adalah sahabat!

6 1 0
                                    

"Tolong, jangan jadikan Gue sahabat, yang nggak becus jaga sahabatnya sendiri!" -Reynald.

———>>> Kita Berbeda.

Seorang laki-laki yang berbadan atletis, dengan tinggi badan 1.80 cm, itu terus melangkah mendekati seorang gadis yang sedang menangis dikursi putih ditaman.

Sampai disampingnya, tangannya terulur untuk mengobati luka tamparan yang keras disudut bibirnya.

"Rey ... "

"Diam dulu, Gue nggak akan sampai nyentuh kulit, Lo." Ucapnya, dengan tangan yang memegang kapas yang berisi obat untuk mengobati luka yang berada disudut bibir sahabatnya.

Wafa Azriela Hasyifah. Adalah nama gadis yang diobati pemuda itu. Gadis SMA yang selalu jaga pandangan, menjaga dirinya untuk tidak disentuh dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Termasuk sahabatnya sendiri, Reynald.

Reynald Cristianda Alzero, sosok pemuda yang mempunyai wajah yang hampir sempurna, dengan alis yang sedikit tebal, mata yang tajam dengan bulu mata yang lentik, hidungnya mancung, dan bibirnya yang tipis merona dan dengan dagu yang terbelah. Sangat unik.

Reynald adalah sahabat kecil Wafa sampai sekarang, namun ada beberapa perbedaan sekarang.

Yang dulunya jika Wafa menangis, Reynald langsung memeluknya untuk menenangkannya, namun sekarang, karena Mereka sudah dewasa, Wafa sudah tau akan namanya jaga jarak dengan laki-laki yang bukan mahram, dan Reynald pun paham.

Dan sekarang Dia juga terpaksa melakukan ini, jika dibiarkan akan jadi infeksi nanti.

"Udah Rey." Wafa agak risih berdekatan intim dengan lelaki, walaupun itu sahabatnya.

Reynald menatapnya tajam "Gue baru kali ini ngobatin luka Lo, karena Gue tau Lo jaga jarak Fa. Tapi sekarang Gue nggak mau lihat Lo sakit kaya gini, Gue mohon kali ini aja, jangan jadikan Gue sahabat yang tidak becus untuk menjaga sahabatnya sendiri."

Netra Wafa berkaca-kaca, dan langsung menundukkan kepalanya.

Reynald yang melihatnya, merasa sakit, ingin sekali Dia peluk tubuh yang bergetar itu, membisikkan kata penenang untuk Wafa, tapi itu hanya keinginan yang tidak akan terwujud.

Setelah selesai memberi obat pada luka Wafa, Reynald duduk disampingnya dengan jaga jarak juga.

"Lo ditampar lagi sama Mereka?" Jelas Reynald tahu tentang keluarga Wafa, karena Mereka sudah lama bersahabat.

Wafa hanya bisa diam, Dia tidak mungkin menyebarkan aib kedua orang tuanya, walaupun Reynald sudah tahu semuanya.

"Setidaknya Lo lawan Fa! Jangan takut. Emang, Mereka adalah orang tua Lo, tapi sikap Mereka yang tidak pantas dianggap jadi orang tua."

Wafa langsung melirik sahabatnya "Jangan hina Mereka, Rey."

Reynald mendengkus, bukan maksudnya untuk menghina orang tua Wafa, tapi itu semua fakta apa adanya. Gimana tidak, apakah ada orang tua yang selalu mengekang anaknya untuk bekerja, siang dan malam? Dan jika tidak menuruti kemaunnya, Wafa akan ditampar bahkan dibanting, apakah ada orang tua yang seperti itu?.

Reynald pernah mengajak Wafa untuk tinggal dengannya, bersama Neneknya Reynald, tapi Wafa menolak, katanya.

'Aku harus bekerja Rey, kasihan Mereka, nanti tidak makan.'

Bukankah seharusnya Mereka yang bekerja? Bukan anaknya yang masih menginjak bangku SMA itu? Wafa, semenjak umurnya sembilan tahun, Dia sudah bekerja, tentu karena disuruh oleh kedua orang tuanya.

"Gue cuma mau supaya Lo nggak diinjak-injak oleh Mereka Fa, Kamu jangan lemah kaya gini. Lo pernah bilang, Kita nggak boleh lemah, tapi Lo sendiri yang lemah." Reynald berucap dengan sepenuh hati, tapi dengan nada yang gamblang, itu sudah biasa bagi Wafa.

"Aku tahu."

Reynald mencebik "Lo selalu aja gitu. Udah, sekarang Lo ikut Gue aja pulangnya, ada Nenek Gue disana, Lo jangan khawatir."

Wafa menggeleng "Aku nggak mau repotin Nenek Kamu Rey, dan Aku juga nggak mungkin tinggalin orang tua Aku."

"Fa, Mereka itu udah besar, harusnya Mereka yang memberi Lo uang dan makan, bukan Lo."

"Dan Bapak Lo juga, harusnya Dia kerja kek, malah terus-terusan tidur kaya gitu, makan makanan yang haram, Ibu Lo juga—"

"Udah Rey, jangan jelek-jelekin orang tua Aku." Memotong ucapan Reynald.

"Terserah Lo deh." Berdiri, dan masih melihat Wafa "Cepet pulang, Gue anter sampai rumah Lo."

Wafa mendongak "Aku mau disini aja."

Kening Reynald mengkerut "Lo mau tidur disini gitu?"

"Nggak, nanti juga pulang, tapi nanti."

"Ck! Pulang sekarang Fa, ini udah sore!"

"Aku udah biasa disini, lagian taman ini dekat masjid, jadi Aku bisa tenang."

Reynald menghembuskan nafasnya kasar, Wafa memang keras kepala!

"Oke, tapi Gue temenin, etss jangan ngebantah." Saat melihat Wafa ingin menolaknya.

"Rey, Nenek Kamu sendirian dirumah."

"Nggak papa, Gue udah ijin tadi."

Didalam sikapnya yang peduli dan baik hati, dan selalu tersenyum pada Wafa, dibalik itu semua, Reynald mempunyai masa lalu yang sangat Ia takuti.

Yakni dimana kedua orang tua Mereka kecelakaan, didepan mata Reynald langsung, dan menghembuskan nafasnya dirumah sakit, dengan Reynald yang masih menjaga Mereka.

Orang tua Reynald meninggal, karena kasus kecelakaan, dan meninggal dirumah sakit, disaat itu, usia Reynald baru sepuluh tahun.

Adzan maghrib menggema, Wafa berucap Hamdallah, karena masih diberi kesempatan untuk mendengar suara lantunan adzan yang indah, karena kematian tidak ada yang tahu.

Reynald juga memejamkan matanya, menghayati lantunan adzan yang amat Dia sukai, walaupun Dia bukan beragama Islam.

Yah, Reynald beragama Kristen. Walaupun itu, Dia tetap menjaga toleransi, apalgi sahabatnya ini beragama Muslim.

Selesai adzan maghrib, Wafa menoleh pada Reynald, yang masih memejamkan matanya dengan mendongak menghadap langit.

Wafa tersenyum, Reynald memang suka dengan suara adzan, apalgi shalawat dan ngaji.

Reynald pernah berkata 'Fa, kenapa ya, Gue, kalau denger suara adzan, shalawat, ngaji, hati Gue itu tenang.'

Dan waktu itu Wafa juga menjawab 'Mungkin, karena Kamu itu suka dengan agama islam. Didalam islam, lantunan yang paling indah itu, adalah lantunan adzan, ngaji, dan juga shalawat, benar sih kata Kamu, emang, mendengar lantunan dari tiga nama tadi, memang sejuk dihati.'

Reynald menoleh pada Wafa "Mau shalat kan?" Wafa mengangguk "Yaudah sana, Gue tungguin disini."

Wafa mengangguk kembali, dan meninggalkan Reynald yang masih memandang punggung Wafa yang menjauh.

'Fa, Gue ingin banget, Lo itu jadi pendamping hidup Gue, tapi kenapa ada aja halangan untuk Gue buat nikahin Lo, apa Gue harus pindah keyakinan?'

———To Be Continued...

Sedikit dulu, karena masih sepi:(

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kita Berbeda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang